Partai Gelora menggugat pemilu serentak ke Mahkamah Konstitusi (MK) karena dinilai inkonstitusional dan berharap Pemilu 2024 digelar dua babak, yaitu pemilihan legislatif (pileg), kemudian dilanjutkan pemilihan presiden (pilpres). Partai Gelora membeberkan sejumlah alasan.
"Maksud Pemohon adalah tidak lain dan tidak bukan karena kita ingin menyelamatkan praktik ketatanegaraan dan khususnya penyelenggaraan pemilu yang konstitusional, yang menjaga demokrasi kita, dan juga tentunya menjaga nyawa manusia Indonesia yang pada pemilu yang lalu memang sudah nampak begitu banyak korban," kata Fahri Hamzah dalam sidang pendahuluan II di MK sebagaimana disiarkan Chanel YouTube MK, Senin (11/4/2022).
Fahri menyatakan akan membeberkan alasan Partai Gelora di atas dalam sidang pembuktian di MK.
"Kita juga tentu nanti di dalam persidangan akan berdebat untuk meyakinkan majelis bahwa ada praktik-praktik dari masa lalu yang perlu mungkin kita koreksi demi keselamatan demokrasi kita dan juga keselamatan manusia Indonesia. Itu saja mungkin, Yang Mulia," kata Fahri Hamzah.
Pasal yang diuji Partai Gelora adalah Pasal 167 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Pemungutan suara dilaksanakan secara serentak pada hari libur atau hari yang diliburkan secara nasional.
Dan Pasal 347 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang berbunyi:
Pemungutan suara Pemilihan Umum diselenggarakan secara serentak.
Menurutnya, pasal di atas bertentangan dengan Pasal 6A ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi:
Pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum.
"Pemohon ingin menyampaikan bahwa Pemohon sudah bertemu langsung dengan salah satu anggota PAH I, yaitu Pak Tjetje Hidayat yang beliau menyampaikan secara tegas bahwa apa yang selama ini berkembang tentang pemilu serentak itu, sebetulnya tidak pernah menjadi kesepakatan," kata kuasa pemohon, Said Salahuddin.
(asp/yld)