Kejaksaan Agung (Kejagung) menerapkan restorative justice atau penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif pada 14 kasus pidana ringan. Di antara kasus yang dihentikan penuntutannya yaitu kasus pencurian hingga kasus penganiayaan.
"Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Dr Fadil Zumhana menyetujui 14 dari 15 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif," kata Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana dalam keterangan tertulis, Rabu (6/4/2022).
Penetapan restorative justice pada 14 kasus itu dilakukan berdasarkan ekspose gelar perkara virtual yang dihadiri Jampidum Fadil Zumhana dan jajarannya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berikut ini 14 berkas perkara yang dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif:
1. Tersangka Daniel Goram dari Kejaksaan Negeri Sorong yang disangkakan melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan;
2. Tersangka Arenci Erwin Kemon dari Kejaksaan Negeri Teluk Bintuni yang disangkakan melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian;
3. Tersangka I Muhammad Fadli Parenrengi dan Tersangka II M. Ma'ruf dari Kejaksaan Negeri Polewali Mandar yang disangkakan melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang Penganiayaan yang Dilakukan Secara Bersama-sama.
4. Tersangka Kholifah dari Kejaksaan Negeri Sidoarjo yang disangkakan melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian;
5. Tersangka Rido dari Kejaksaan Negeri Cilacap yang disangkakan melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan;
6. Tersangka Muhammad Diky Vandanu dari Kejaksaan Negeri Demak yang disangkakan melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan;
7. Tersangka Sastra dari Kejaksaan Negeri Pandeglang yang disangkakan melanggar Pasal 480 Ke-1 KUHP jo Pasal 56 Ke-2 KUHP tentang Penadahan;
8. Tersangka Muh Izham dari Kejaksaan Negeri Bulukumba yang disangkakan melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian;
9. Tersangka Andi Ilham Kurniawan dari Kejaksaan Negeri Pangkajene Kepulauan yang disangkakan melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan;
10. Tersangka Amirullah dari Kejaksaan Negeri Bulukumba yang disangkakan melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan;
11. Tersangka Bahar DG Sijaya dari Kejaksaan Negeri Gowa yang disangkakan melanggar Pasal 44 Ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga atau Pasal 351 KUHP tentang Penganiayaan;
12. Tersangka Baso Kasim dari Kejaksaan Negeri Luwu yang disangkakan melanggar Pasal 44 Ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau Pasal 351 KUHP tentang Penganiayaan;
13. Tersangka Rahmat dari Kejaksaan Negeri Luwu yang disangkakan melanggar Pasal 351 KUHP tentang Penganiayaan;
14. Tersangka Fakri Saidang dari Kejaksaan Negeri Gowa yang disangkakan melanggar Pasal 363 ayat (1) ke-3 dan ke-4 KUHPidana jo. 64 KUHPidana tentang Pencurian dengan Pemberatan.
Penerapan restorative justice ini diberikan dengan alasan para tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana/belum pernah dihukum; ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 tahun; telah dilaksanakan proses perdamaian dimana tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf; tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya; proses perdamaian dilakukan secara sukarela, dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan dan intimidasi; tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar.
Selain itu, alasan lain pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif adalah:
1. Dalam perkara Tersangka Arenci Erwin Kemon, tersangka merupakan tulang punggung keluarga dan Tersangka baru diberhentikan dari pekerjaannya sehingga tidak memiliki pendapatan tetap; pemulihan pada keadaan semula;
2. Dalam perkara Tersangka I Muhammad Fadli Parengrengi dan Tersangka II M. Ma'ruf, tersangka berstatus mahasiswa dan telah mengganti biaya pengobatan korban sebesar Rp. 1.000.000.
3. Dalam perkara tersangka Kholifah, tersangka mencuri karena untuk membayar hutang sebesar Rp.5.000.000; Kepala Kejaksaan Negeri Sidoarjo telah memberikan santunan untuk meringankan beban hutang tersangka sebesar Rp.2.500.000,-; Tersangka memiliki 4 orang anak yang harus melanjutkan pendidikannya;
4. Dalam perkara Tersangka Rido, tersangka membutuhkan handphone untuk keperluan sekolah daring anak Tersangka;
5. Dalam perkara Tersangka MUH. Izham, alasan tersangka mencuri dikarenakan untuk dijual guna memenuhi kebutuhan hidup tersangka yang mempunyai anak yang masih kecil;
6. Dalam perkara Tersangka Fakri Saidang, tersangka masih merupakan anak-anak berusia 14 tahun.
Sementara itu, 1 berkas perkara, yaitu tersangka Muhammad Faisal dari Kejaksaan Negeri Palu, yang disangkakan melanggar Pasal 363 ayat (1) ke- 3 dan ke-4 KUHP tentang Pencurian, tidak dikabulkan Permohonan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif dikarenakan perbuatan atau tindak pidana yang telah dilakukan oleh Tersangka bertentangan dengan nilai-nilai dasar sesuai Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Dalam ekspose ini, Jampidum Fadil mengingatkan agar kualitas proses pengajuan restorative justice terjaga nilai integritasnya.
"Kita tidak ingin produk restorative justice disalahgunakan dan saya memerintahkan kepada para Kepala Kejaksaan Negeri untuk mengontrol proses pengajuan restorative justice tersebut," ujar JAM-Pidum.
Selanjutnya, Jampidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif, sesuai Berdasarkan Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif, sebagai perwujudan kepastian hukum.