Jubir Luhut: Big Data 'Tunda Pemilu' Milik Internal, Tak Wajib Dibuka

Jubir Luhut: Big Data 'Tunda Pemilu' Milik Internal, Tak Wajib Dibuka

Kadek Melda Luxiana - detikNews
Senin, 04 Apr 2022 07:45 WIB
Juru bicara Luhut Pandjaitan, Jodi Mahardi
Foto: Juru bicara Luhut Pandjaitan, Jodi Mahardi (Screenshot YouTube Setpres)
Jakarta -

Juru Bicara Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan, Jodi Mahardi merespons Indonesia Corruption Watch (ICW) soal permintaan membuka big data 'penundaan pemilu 2024.' Menurutnya, data tersebut bukan data pemerintah, tapi data internal Luhut.

"Itu kan bukan data pemerintah. Internal Pak Luhut kok yang olah data tersebut," kata Jodi saat dihubungi, Minggu (3/4/2022).

Menurut Jodi, Luhut memiliki hak untuk membuka atau tidak data tersebut. Sebab big data tersebut katanya, tidak menggunakan anggaran pemerintah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Nggak pakai anggaran atau resources pemerintah. Terserah pihak Pak Luhut lah mau buka atau nggak," ujarnya.

ICW Tunggu Balasan Surat dari Luhut

Sebelumnya, ICW menunggu Luhut membaca surat permohonan informasi terkait big data penundaan Pemilu 2024. ICW masih menunggu balasan surat dari Luhut.

ADVERTISEMENT

"Kami masih menunggu jawaban dari Saudara Luhut Binsar Pandjaitan perihal surat permintaan informasi publik tersebut. Maka dari itu, kami berharap Saudara Luhut segera membaca dan membalas surat itu," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana saat dihubungi, Minggu (3/4).

Kurnia menekankan agar data yang pernah diucapkan Luhut itu untuk dibuka. Dia menyarankan juru bicara Luhut, Jodi Mahardi untuk membaca regulasi tentang keterbukaan informasi publik.

"Namun, penting untuk ditekankan, jawaban yang kami harap bukan seperti pernyataan Juru Bicara Saudara Luhut, Saudara Jodi Mahardi. Saat itu, Jodi menyebutkan tidak bisa membuka big data tersebut dengan berbagai alasan. Menurut kami, Saudara Jodi harus lebih sering membaca regulasi di Indonesia, khususnya UU Keterbukaan Informasi Publik," ujarnya.

"Sebab, dalam Pasal 11 ayat (1) huruf f UU itu, secara tegas disampaikan bahwa informasi yang disampaikan pejabat publik dalam pertemuan terbuka untuk umum harus dapat dijelaskan kepada masyarakat," imbuhnya.

Lebih lanjut Kurnia mengatakan ICW masih berharap informasi soal big data itu dibuka mulai dari landasan hukum yang digunakan dalam mengumpulkan data hingga metode dan tujuan pengumpulan data tersebut.

"Jadi kami berharap dalam surat balasan Kemenkomarves dapat memuat informasi: 1) Apa landasan hukum yang digunakan oleh Saudara Luhut dalam mengumpulkan big data 110 juta pengguna internet; 2) Kapan dan bagaimana metode pengumpulan big data tersebut; 3) Siapa saja 110 juta pengguna internet yang dimaksud oleh Saudara Luhut; 4) Apa tujuan pengumpulan big data tersebut," kata dia.

Simak video 'Minta Luhut Buka Big Data, Indikator Politik: Siapa Tahu Metode Kita Salah':

[Gambas:Video 20detik]



Baca berita selengkapnya di halaman berikut

Tanggapan KI Pusat

ICW sempat menyerahkan surat kepada Luhut agar membuka big data soal penundaan Pemilu 2024. Komisi Informasi Pusat (KI Pusat) bakal memanggil seluruh pihak tanpa terkecuali jika permintaan informasi publik tersebut sampai sengketa.

Ketua KIP Gede Narayana menjelaskan keterbukaan informasi publik diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Gede menjelaskan bahwa badan publik dan perseorangan/kelompok memilik hak dan kewajiban.

"Bahwa di situ di UU itu diatur hak dan kewajiban badan publik dan dari masyarakat atau pemohon," kata Gede kepada wartawan, Minggu (3/4).

(dek/aik)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads