Bertemu Ramadan Karena Dapat Ampunan

Kolom Ramadan

Bertemu Ramadan Karena Dapat Ampunan

Ishaq Zubaedi Raqib - detikNews
Minggu, 03 Apr 2022 06:01 WIB
Dokumen Pribadi Ishaq Zubaedi Raqib
Foto: Dokumen Pribadi Ishaq Zubaedi Raqib
Jakarta -

Sebelum masuk Ramadan, salah seorang peserta pengajian kitab kuning yang Penulis asuh, bertanya soal kepastian setiap orang memperoleh ampunan karena berhasil bertemu Ramadan. Ia berharap, setelah sebelas bulan hidup jauh dari agama, Ramadan dapat menjadi telaga mencuci kerak dosa. Menimbang salah dan maksiatnya, ia meyakini, hanya bulan ini yang bisa memberi banyak.

Ia mengaku pernah mendengar ustadz menjelaskan pembagian hari-hari di bulan Ramadan. Setiap tarikan nafas menjadi tasbih dan setiap amalan pahalanya dilipatgandakan. Ibadah sunnah, pahalanya dinilai dengan ukuran ibadah fardu. Bahkan, tidur pun menjadi ibadah. Maka, sungguh merugi mereka yang tak melihat Ramadan sebagai lumbung dari berjuta kebajikan.

Para pemburu kebaikan dan keberkahan Ramadan, demikian ia menyitir keterangan sang ustadz, telah memperoleh kabar gembira langsung dari Nabi Muhammad SAW. Menurut beliau, sepuluh hari pertama bulan suci ini menyediakan telaga rahmah. Sepuluh hari kedua ada janji memperoleh ampunan dan sepuluh terakhir mendapat jaminan terhindar dari sergapan api neraka.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Penulis tidak sedang menjelaskan status hadits yang sering menjadi penyulut semangat pemburu butir-butir kebaikan Ramadan ini. Beberapa pemburu, biasa mencatat dan mendaftar semua kegiatannya selama Ramadan. Sekian juz sudah dibaca. Sekian kali mengkhatamkan Alqur'an. Sekian rakaat salat tarawih, dia taklukkan. Semuanya dia tangkap sebagai anugerah Ramadan.

Di malam-malam Laylatul Qadar, tak sedikit yang menikmatinya dengan umroh ke Baytullah. Di di tanah haram, mereka tak melewatkan satu tarikan nafas pun keculai disertai dengan tasbih. Tasbih meluncur bergantian dengan tasbih, tahmid, tahlil, hawqalah, haylalah, dan diakhiri dengan takbir. Subhanallah wal hamdulillah, wa laa ilaaha illaallaah, walaa hawla walaa quwwata illaa billaahi.

ADVERTISEMENT

Setelah menjelaskan daya tarik Ramadan, Penulis sampaikan kepada penanya. "Bukan ! Bukannya kau akan diampuni." Dia tercekat. Tak bisa langsung memahami jawaban. Kok bisa ? Ya bisa saja. Bukankah Ramadan adalah bulan ampunan. Semua yang bersungkur di hadapan Allah akan mendapat jatah ampunan ?

Karena cemas, Penulis beri tamsil agar dia dapat mengambil kesimpulan. Agar dia bisa paham kenapa dia tak diampuni meski tengah bertemu Ramadan. Penulis sebutkan ; ada seorang datang bertanya. "Saya tak banyak amalan, tapi banyak dosa. Setiap hari, daftar maksiat lebih banyak dari hitungan amal saleh. Terlalu banyak firman saya hafal, terlalu banyak yang saya abaikan. Kalau saya bertobat, apakah Allah akan mengampuni saya ?"

"Tidak !" jawab Penulis. "Kau tak akan diampuni. Justeru sebaliknya. Jika diampuni, kau baru bisa bertobat," jelas Penulis. Dia mulai berpikir. Merenung keras. Menekan dahi. Memaksa semua rujukan pamahamannya tentang agama, menetes dari lumbung memorinya. Perlahan, kesadaran ilahiyahnya muncul. Pelan-pelan mulai bisa menangkap maksud Penulis.

Menurut salah satu mazhan spiritual, seseorang baru bisa dapat kesempatan melakukan amal dan ibadah secara suka cita, kalau dia sudah diampuni oleh Allah. Tanpa ampunan, maka semua amal dan ibadahnya sia-sia. Ampunan jadi modal. Ampunan adalah awal dari semua terbukanya jalan menuju Allah. Ampunan adalah keyword. Ampunan adalah awal. Mari berlatih meletakkan ampunan di akhir.

Sering kita cuma menggunakan satu perspektif di tengah melimpahnya perspektif dan sudut pandang lain. Kita bisa kecapaian sebelum ampunan kita dapat. Melakukan segalanya agar di ujung kita memperoleh ampunan. Sering kita niatkan semua amal dan ibadah kita, baik mahdah dan maknawiyah, dengan harapan dapat ampunan.

Karena sudut pandang itu, maka sering sekali salat tak lebih dari sekadar pergantian satu gerakan ke gerakan lain. Haji tak lebih dari sekadar wisata yang kering. Haramayn, Masjidil Haram dan Masjidin Nabi, berubah semata tujuan wisata tak bermakna. Zakat menjadi ajang reality show kekayaan dan penjatuhan martabat kaum mustahiqqin mustadh'afin. Kurban tak kuasa menyembelih hasrat riya' dan sum'ah. Semua kering tak bermakna.

Padahal, amal dan ibadah bisa dijalani dengan nikmat, kalau sudah barada di atas landasan ampunan. Beramal dan beribadah dengan tenang, tidak memaksakan diri, tidak ngoyo, tidak melampaui batas daya dan kemampuan. Bagaimana ampunan bisa didapat agar melandasi semua amal dan ibadah ? Mari berbaik sangka kepada Allah. Hak-Nya menentukan. Wallaahu A'lamu Bimurodih. (*)

Ishaq Zubaedi Raqib

Penulis adalah pembaca kitab "Khozinatul Asror" di Masjid An Nur Cileungsi, Bogor
Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggungjawab penulis. (Terimakasih - Redaksi)

(erd/erd)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads