Panja DPR Jelaskan Pasal 'Pemaksaan Hubungan Seksual' Hilang dari RUU TPKS

Panja DPR Jelaskan Pasal 'Pemaksaan Hubungan Seksual' Hilang dari RUU TPKS

Eva Safitri - detikNews
Jumat, 01 Apr 2022 18:41 WIB
DPR dan Pemerintah rapat bahas RUU TPKS
Ketua Panja RUU TPKS DPR Willy Aditya (dok.YouTube DPR)
Jakarta -

Komnas Perempuan menyebut pasal 'pemaksaan hubungan seksual' hilang dari Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS). Ketua Panitia Kerja (Panja) DPR Willy Aditya mengatakan pihaknya bersama pemerintah mempertahankan muatan materi yang ada.

"Emang nggak masuk ya. Dan pihak pemerintah juga nggak memasukkan itu ya. Tentu kita DPR tidak boleh memasukkan norma baru sebenarnya. Ya kita kalau secara standing position, DPR kan harus mempertahankan apa yang menjadi materi muatan usulan mereka," kata Willy kepada wartawan, di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (1/4/2022).

Willy mengatakan pihaknya tidak bisa sembarang memasukkan norma baru dalam RUU. Menurutnya, semua masukan sudah diakomodasi melalui pemerintah yang berbentuk DIM.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jadi, sebagai pimpinan, ketua panja, tugas saya hanya mengingatkan. Kalau enggak itu jadi preseden. Kalau itu jadi hak inisiatif pemerintah, biasanya raker lagi, kalo ada materi muatan baru. Itu suatu hal kalo kita taat pada tata tertib. Kalau nggak rusak kita bernegara ini. Orang semau-maunya orang bisa masukin," kata Willy.

"Aspirasi boleh, tapi pintunya sudah dari DIM pemerintah. DPR sebenarnya dalam posisi cuma memberikan respons terhadap apa yang sudah diusulkan. Kalau ada diskusi itu hal yang wajar, tapi bukan kemudian memberikan semacam penegasan, pemaksaan apalagi untuk norma-norma baru," lanjutnya.

ADVERTISEMENT

Willy mengatakan tidak etis jika selama pembahasan RUU dengan pemerintah mengusulkan norma baru. Dia meminta publik memakluminya.

"Itu sebenarnya nggak elok dan etis. Dan teman-teman juga harus kita didik, publik, kan banyak, kalo mau ditampung semua aspirasi ya nggak cukup ya. Ada ruang dan waktu yang memberikan itu batasan. Bahwasanya itu sebagai sebuah kebutuhan, bolanya sudah di pemerintah," tuturnya.

Dalam kesempatan yang sama, Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej pun dimintai tanggapan terkait hilangnya pasal 'pemaksaan kekerasan seksual' usai rapat Panja RUU TPKS. Namun, dia enggan memberikan komentar.

Simak selengkapnya di halaman berikutnya.

Pasal 'Pemaksaan Hubungan Seksual' Hilang di RUU TPKS

Sebelumnya, Komnas Perempuan mendeteksi ada pasal yang hilang dalam RUU TPKS. Padahal, pasal itu memuat istilah pokok dalam RUU TPKS.

"Yang dihapus di RUU dan DIM (Daftar Inventarisasi Masalah) adalah 'pemaksaan hubungan seksual' yang sebenarnya menjadi inti dari RUU TPKS untuk menjawab tindak pidana pemerkosaan yang diatur dalam Pasal 285 KUHP," kata Komisioner Komnas Perempuan, Siti Aminah Tardi, kepada detikcom, Jumat (1/4/2022).

Istilah 'pemaksaan hubungan seksual' seharusnya tetap dipertahankan, tapi kini sudah tidak ada lagi dalam RUU TPKS. Istilah 'pemaksaan hubungan seksual' lebih luas ketimbang istilah 'pemerkosaan'.

"Istilah ini pernah ada dalam RUU TPKS per Agustus 2021, namun tidak ada dalam RU TPKS versi selanjutnya," kata Siti Aminah.

Istilah 'pemaksaan hubungan seksual' ini sebelumnya ada di Pasal 4 dalam draf RUU TPKS per Agustus 2021. Berikut ini pasalnya:

Pasal 4
Setiap orang yang melakukan perbuatan dengan kekerasan, ancaman kekerasan, tipu daya, rangkaian kebohongan, atau penyalahgunaan kekuasaan, atau menggunakan kondisi seseorang yang tidak mampu memberikan persetujuan untuk melakukan hubungan seksual, dengan memasukkan alat kelaminnya, bagian tubuhnya, atau benda ke alat kelamin, anus, mulut, atau bagian tubuh orang lain, dipidana karena pemaksaan hubungan seksual dengan pidana penjara paling lama 12 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

"Pasal ini hilang di RUU DPR per Januari, juga hilang dari DIM Pemerintah," kata Siti Aminah.

"Kami mengusulkan agar pasal ini dimunculkan kembali dalam pembahasan RUU TPKS," tuntutnya.

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads