Dalih Priyanto Tak Tahu Handi Masih Hidup Saat Dibuang ke Sungai

Dalih Priyanto Tak Tahu Handi Masih Hidup Saat Dibuang ke Sungai

Tim detikcom - detikNews
Kamis, 31 Mar 2022 21:09 WIB
Sidang Kolonel Inf Priyanto
Sidang Kolonel Inf Priyanto (Nahda Rizki Utami/detikcom)
Jakarta -

Fakta baru tentang kematian Handi dan Salsa di Sungai Serayu, Banyumas, Jawa Tengah, kembali terungkap di sidang. Kolonel Inf Priyanto mengaku tidak tahu Handi masih hidup ketika dia buang ke sungai.

Pernyataan Priyanto itu diungkap di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Cakung, Jakarta Timur. Priyanto di kursi terdakwa menyampaikan itu ketika hendak bertanya ke saksi ahli forensik yang dihadirkan oditur.

"Jadi memang saya orang awam, tidak tahu, saya temukan, kemudian saya buang sudah dalam keadaan kaku. Ya pikiran saya sudah meninggal," kata Priyanto di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Kamis (31/3/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kolonel Priyanto mengakui memang membuang Handi ke Sungai Serayu, Jawa Tengah. Priyanto mengaku saat itu kondisi kaki Handi sudah dalam keadaan menekuk karena kaku.

"(Handi) saya buang dalam keadaan kaki menekuk, karena sudah kaku," kata Priyanto.

ADVERTISEMENT

Setelah menyampaikan itu, Priyanto lalu bertanya kepada saksi ahli dari dokter forensik Muhammad Zaenuri Syamsu Hidayat. Priyanto bertanya apakah kondisi kaki yang menekuk itu bisa dinyatakan Handi sudah meninggal dunia.

"Apakah itu bisa dinyatakan dia bisa meninggal atau tidak?" kata Priyanto.

"Saya tidak bisa memastikan," jawab Zaenuri.

Simak Video: Kolonel Priyanto: Saya Buang Handi dalam Keadaan Kaku, Dipikir Sudah Meninggal

[Gambas:Video 20detik]



Penjelasan Ahli Forensik

Dokter Forensik Muhammad Zaenuri Syamsu Hidayat menyebut Handi Saputra (18) masih hidup saat dibuang ke Sungai Serayu. Hal itu, kata Zaenuri, dibuktikan dengan adanya pasir halus yang ditemukan di rongga dada Handi saat dilakukan autopsi.

Zaenuri merupakan dokter yang menandatangani visum et repertum Handi. Awalnya, dokter Zaenuri mengatakan dia menemukan adanya luka di tangan kanan dan dada kiri Handi.

Saat memeriksa Handi, pihaknya menemukan adanya cairan semacam lumpur saat membuka rongga dada di tubuh Handi.

"Setelah kita buka rongga dada, itu tampak pada saluran napas itu ada benda-benda air semacam lumpur di saluran napas, di rongga dada ditemukan cairan," kata Zaenuri.

Hakim ketua Faridah bertanya apakah kondisi paru yang dipenuhi pasir itu bisa dinyatakan Handi masih bernapas saat dibuang ke sungai. Zaenuri membenarkan hal itu dan menyebut kondisi itu membuktikan Handi masih hidup.

"Artinya, apakah pada saat korban ini jatuh ke dalam sungai itu apakah masih bernapas? Ada pasir dalam paru-paru?" tanya hakim.

"Nggih, masih bernapas," kata Zaenuri.

"Kalau masih bernapas, masih hidup, ya?" tanya hakim.

"Masih hidup," kata Zaenuri.

Zaenuri menjelaskan, ada tiga tipe orang yang masuk ke dalam air. Pertama, sadar masuk ke dalam air kemudian meninggal. Lalu, tipe kedua, tidak sadar masuk ke air, kemudian meninggal, dan ketiga ketika dalam keadaan meninggal kemudian dimasukkan ke dalam air.

Awal Mula Kasus

Kasus ini bermula dari Kolonel Priyanto dan dua anak buahnya menabrak Handi dan Salsa di Nagreg. Bukannya menolong korban, Kolonel Priyanto cs malah membawa mereka hingga keluar dari Jabar dan membuang tubuh kedua korban ke anak Sungai Serayu. Salsa dibuang ke sungai dalam kondisi meninggal dunia.

Handi diduga dibuang ke sungai dalam kondisi masih hidup. Jasad kedua korban ditemukan di Sungai Serayu. Dari ketiga tersangka, diketahui Kolonel Priyanto-lah yang menolak membawa Handi-Salsa ke rumah sakit setelah kecelakaan akibat tabrakan dengan mobilnya. Dia juga yang memiliki ide membuang tubuh Handi-Salsa ke sungai.

Kolonel Priyanto didakwa dengan pasal berlapis karena membunuh dua remaja sipil. Terdakwa Kolonel Priyanto didakwa dengan Pasal 340 KUHP, Pasal 338 KUHP, Pasal 328 KUHP, Pasal 333 KUHP, dan Pasal 181 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Pasal 340 KUHP mengatur hukuman pidana pembunuhan berencana dengan ancaman hukuman maksimal pidana mati atau penjara seumur hidup. Selanjutnya, Pasal 338 KUHP juga mengatur pidana pembunuhan, yang dimaknai sebagai perbuatan sengaja merampas nyawa orang lain, dengan ancaman pidana maksimal 15 tahun penjara.

Kemudian, Pasal 328 KUHP mengatur pidana penculikan dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun dan Pasal 333 KUHP mengatur pidana perampasan kemerdekaan orang lain dengan ancaman hukuman 8-9 tahun penjara. Terakhir, Pasal 181 KUHP terkait pidana menghilangkan mayat dengan maksud menyembunyikan kematian seseorang, yang ancaman pidananya maksimal 9 bulan.

Halaman 3 dari 3
(zap/dwia)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads