Malaysia mengusulkan bahasa Melayu menjadi bahasa resmi kedua (setelah bahasa Inggris) ASEAN. Pihak Indonesia menanggapi bahwa Bahasa Indonesia jauh lebih besar dan lebih layak ketimbang bahasa Melayu.
Pihak yang punya otoritas menanggapi perkara bahasa ini adalah Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek), atau biasa disebut sebagai Badan Bahasa.
"Bahasa Indonesia jauh lebih layak daripada bahasa Melayu untuk menjadi bahasa kedua di ASEAN," kata Kepala Badan Bahasa, Profesor Endang Aminudin Aziz, kepada detikcom, Kamis (31/3/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Prof Amin mengklaim persebaran dan penutur Bahasa Indonesia jauh lebih luas dan banyak ketimbang bahasa Melayu. Pihak Malaysia mengklaim ada 300 juta penduduk ASEAN yang menggunakan Bahasa Melayu.
"Kalau misalnya sekarang penduduk kita saja sudah 276 juta (Bank Dunia: 273,5 juta), penduduk Malaysia berapa sih? Kan nggak sampai 100 juta kayaknya (Bank Dunia: 32,37 juta). Kalau ditambahkan dengan penutur bahasa Melayu di Brunei, di Thailand selatan, itu juga masih tetap lebih besar penduduk Indonesia," ujar Amin.
Sebelumnya, 24 Maret, Perdana Menteri Malaysia Ismail Sabri Yaakob menyatakan soal usulan bahasa Melayu sebagai bahasa kedua ASEAN. Malaysia akan segera berbicara dengan pemimpin ASEAN untuk membahas usulan ini. Amin selaku Kepala Badan Bahasa tidak secara eksplisit menolak usulan Malaysia itu.
"Bukan urusan menolak usulan Malaysia atau tidak menolak, tapi Bahasa Indonesia jauh lebih layak daripada bahasa Melayu," kata Amin.
Simak wawancara detikcom dengan Kepala Badan Bahasa Profesor Endang Aminudin Aziz di halaman selanjutnya:
Tonton juga Video: Indonesia Tuan Rumah ASEAN Para Games 2022, Target Juara Umum
Wawancara dengan Kepala Badan Bahasa Profesor Endang Aminudin Aziz
Tanya (T): Apakah Indonesia setuju dengan usulan Malaysia yang ingin agar bahasa Melayu menjadi bahasa resmi kedua di ASEAN?
Jawab (J): Terkait dengan persebaran penutur bahasa Indonesia, bagaimanapun jauh lebih besar Bahasa Indonesia daripada bahasa Melayu. Jumlah penduduk kita sendiri kan sudah jauh lebih besar ketimbang jumlah penduduk Malaysia.
T: Termasuk gabungan Malaysia, Thailand selatan, Filipina selatan, Brunei Darussalam, dan negara Asia Tenggara lain yang menuturkan bahasa Melayu, masih lebih banyak penutur Bahasa Indonesia?
J: Iya, dong. Karena, kalau misalnya sekarang penduduk kita saja sudah 276 juta (Bank Dunia: 273,5 juta), penduduk Malaysia berapa, sih? Kan nggak sampai 100 juta kayaknya (Bank Dunia: 32,37 juta). Kalau ditambahkan dengan penutur bahasa Melayu di Brunei, di Thailand selatan, itu juga masih tetap lebih besar penduduk Indonesia.
Lalu ada pertanyaan juga, apakah betul semua penduduk di Thailand Selatan itu berbicara Bahasa Melayu? Kan tidak. Karena, kita ini terutama Badan Bahasa mengirimkan guru-guru ke Thailand selatan untuk mengajarkan Bahasa Indonesia. Ini karena gurunya dari Indonesia dan kami punya programnya.
T: Bukankah penduduk Thailand selatan adalah penutur asli bahasa Melayu?
J: Ya. Mereka banyak belajar bahasa Melayu dari sekolahnya. Tapi, kami mengajarkan Bahasa Indonesia kepada mereka.
Kami juga mengajarkan Bahasa Indonesia di 47 negara. Jadi setiap tahun kami menyediakan fasilitasi berupa guru, bahan ajar untuk kelas-kelas di 47 negara di semua benua. Apakah mereka mengajarkan bahasa Melayu? Tidak. Yang kami ajarkan adalah Bahasa Indonesia.
Ada lembaga-lembaga yang kita fasilitasi. Ada 429 lembaga dari 47 negara itu yang kita fasilitasi, termasuk sekolah, perguruan tinggi, lembaga-lembaga riset, juga komunitas. Kita ajarkan Bahasa Indonesia kepada mereka.
![]() |
T: Persebaran pengajaran bahasa Indonesia ini meluas?
J: Betul. Masif sekali. Jumlah pembelajar aktif bahasa Indonesia saat ini ada 142 ribu orang di 429 lembaga pada 47 negara. Besar sekali. Fakta lain (di berbagai negara), Department of Malay Languages, yang diajarkan itu bahasa Indonesia, lo.
T: Bagaimana sikap yang diambil Indonesia atas usulan Malaysia, bahwa bahasa Melayu perlu menjadi bahasa resmi kedua ASEAN?
J: Saya akan mengatakan Bahasa Indonesia jauh lebih layak daripada bahasa Melayu untuk menjadi bahasa kedua di ASEAN. Jumlah penutur bahasa Indonesia lebih banyak, persebarannya, kemasifan pembelajaran, dan bukti-bukti linguistik menunjukkan ke arah sana bahwa bahasa Indonesia lebih mudah dipelajari.
Bukan urusan menolak usulan Malaysia atau tidak menolak, tapi Bahasa Indonesia jauh lebih layak daripada bahasa Melayu.
Kita belum mengeluarkan statement (setuju atau tidak setuju). Saya dari Badan Bahasa dengan bukti linguistik, ya masak sih kita setuju dengan bahasa Melayu? Kita punya bahasa sendiri kok. Bahasa Melayu bagi kita adalah bahasa daerah, salah satu dari 718 bahasa. Bahasa nasional kita adalah bahasa Indonesia, itu identitas kita. Sumpah Pemuda sudah jelas. Dalam Undang-Undang Dasar, disebutkan bahasa Indonesia adalah bahasa negara.
T: Bukankah Bahasa Indonesia termasuk rumpun Melayu?
J: Rumpunnya memang rumpun Melayu karena memang pada awalnya diambil dari bahasa Melayu, tapi sekarang sudah berkembang. Bahasa Indonesia berkembang ke satu arah dan bahasa Melayu berkembang ke arah lain.
T: Apakah bahasa Indonesia adalah salah satu dialek Melayu atau benar-benar bahasa tersendiri?
J: Bukan. Bukan dialek Melayu. Bahasa Indonesia sudah bahasa tersendiri. Kita sudah menyatakan ini adalah bahasa Indonesia, sudah beda jauh sekali dari bahasa Melayu.
Kemlu RI
Secara terpisah, detikcom juga bertanya ke Kementerian Luar Negeri. Juru Bicara Kemlu RI Teuku Faizasyah menyerahkan penyikapan terhadap usulan Malaysia ini ke Badan Bahasa Kemdikbudristek. Berikut adalah keterangan Faizasyah.
Tanya (T): Malaysia mengusulkan bahasa Melayu menjadi bahasa kedua untuk ASEAN. Bagaimana Kemlu menyikapinya?
Jawab (J): Rekan-rekan sekalian, mengenai pengembangan Bahasa indonesia di bawah Kemdikbud ada Badan Bahasa. Badan Bahasa, kami rasa, merupakan institusi yang paling tepat untuk merespons terkait hal tersebut.
Dari sisi pemerintah, kita tentunya akan ikut mendorong apabila (Bahasa Indonesia) diterima sebagai suatu konsensus di sesama negara anggota ASEAN untuk penggunaan bahasa resmi lainnya selain bahasa Inggris yang selama ini digunakan sebagai bahasa resmi dalam komunikasi dan dokumentasi di lingkungan ASEAN.