Gugatan Partai Ummat agar presidential threshold menjadi 0 persen kandas di palu hakim Mahkamah Konstitusi (MK). Sejumlah gugatan serupa mengalami nasib yang sama.
Permohonan Partai Ummat diwakili oleh Ketua Umum Ridho Rahmadi dan Sekjen A Muhajir. MK menilai parpol yang memiliki legal standing adalah yang pernah berlaga di Pemilu 2019 atau sebelumnya, bukan partai baru.
"Berdasarkan pertimbangan Mahkamah dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 74/PUU-VIII/2020 tersebut di atas, maka partai politik yang memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan pengujian norma Pasal 222 UU 7/2017 adalah partai politik atau gabungan partai politik yang sudah pernah menjadi peserta pemilihan umum sebelumnya," kata Wakil Ketua MK Aswanto saat membacakan putusan MK yang disiarkan di channel MK, Selasa (29/3/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut MK, Partai Ummat dalam permohonan tersebut adalah partai politik yang baru terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham). MK menilai Partai Ummat belum pernah diverifikasi oleh KPU, baik administrasi maupun faktual, sebagaimana halnya persyaratan untuk menjadi partai politik peserta pemilihan umum.
"Mahkamah partai a quo belum dapat dinyatakan sebagai partai politik peserta pemilihan umum sebelumnya, sehingga dengan demikian tidak terdapat kerugian konstitusional Pemohon dalam permohonan a quo," ujar Aswanto.
Berdasarkan seluruh pertimbangan hukum di atas, Partai Ummat tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo.
"Meskipun Mahkamah berwenang mengadili permohonan a quo, namun dikarenakan Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo, Mahkamah tidak mempertimbangkan pokok permohonan," ujar Aswanto.
Selain itu, sejumlah pemohon soal presidential threshold mengalami nasib serupa hari ini, yaitu:
Pemohon:
Tata Kesantra, Ida Irmayani, Sri Mulyanti Masri, Safur Baktiar, Padma Anwar, Christcisco Komari, Krisna Yudha, Eni Garniasih Kusnadi, Novi Karlinah, Nurul Islah, Faisal Aminy, Mohammad Maudy Alvi, Marnila Buckingham, Deddy Heyder Sungkar, Rahmatiah, Mutia Saufni Fisher, Karina Ratana Kanya, Winda Oktaviana, Tunjiah Binti Dul Warso, Muji Hasanah, Agus Riwayanto, Budi Satya Pramudia, Jumiko Sakarosa, Ratih Ratna Purnami, Fatma Lenggogeni, Edwin Syafdinal Syafril, dan Agri Sumara.
Putusan:
Tidak dapat diterima.
Pemohon: Jaya Suprana
Penetapan: Mengabulkan pencabutan permohonan