Massa Persaudaraan Alumni atau PA 212 menggelar demo di Patung Kuda. Mereka menuntut para penista agama untuk ditangkap.
Ketua Front Persaudaraan Islam (FPI) Habib Muhammad bin Husein Alatas mengatakan ada lima persoalan yang jadi tuntutan massa. Dia meminta pemerintah menangkap para penista agama.
"Kita minta semua penista agama untuk ditangkap tanpa terkecuali, betul? Setuju? Takbir! Penjarakan penista agama, kalau penista agama belum dipenjarakan kita akan terus kawal, akan terus tuntut," katanya dalam orasinya, Jumat (25/3/2022).
Dia meminta pemerintah menuntaskan tragedi Km 50. Dia menyebut pihaknya tidak terima dengan keputusan pengadilan yang memvonis lepas dua polisi penembak anggota laskar FPI.
"Kita meminta agar tuntaskan tragedi KM 50, kawal ke pengadilan, betul? Setuju? Takbir! Pengadilan kemarin belum tuntas, betul? Oknumnya dibebaskan betul? Front Islam rela atau tidak? Siap kawal Km 50?" katanya.
Habib Husein Alatas mengatakan penista agama perlu ditangkap. Dia juga meminta menyetop Islamofobia.
"Selanjutnya, setop Islamofobia, sesuai ketetapan PBB yang telah perangi Islamofobia, karena telah terbukti itu cara licik, cara bejat," katanya.
Dia juga menyebut oligarki sebagai penyebab kelangkaan minyak goreng. Menurutnya, NKRI harus segera diselamatkan dari oligarki.
"Selamatkan NKRI dari tekanan oligarki, kemarin minyak langka gara-gara siapa? Oligarki! Ini kurang ajar atau tidak? Siap lawan oligarki? Siap selamatkan NKRI?" katanya.
Dia juga menyinggung soal kepercayaan rakyat. Menantu Habib Rizieq Shihab ini bertanya ke massa apakah siap mengawal tuntutan dalam demo ini.
"Tuntutan ini kita minta ke Presiden Jokowi, kalau Jokowi tidak bisa jawab tuntutan umat, sebaiknya Jokowi mundur, setuju?" ujarnya.
"Karena telah diatur TAP MPR Nomor 6, jika presiden sudah tidak dipercaya rakyat maka harus mundur. Siap hormati presiden yang mundur? Siap bersatu? Siap bela Allah? Siap bela Nabi? Siap kawal tuntutan umat? Allahu Akbar," imbuhnya.
Surat Terbuka Ketum PA 212 untuk Jokowi
Ketum PA 212 Slamet Maarif juga memberi surat terbuka untuk Presiden Joko Widodo. Dia membandingkan soal kasus penodaan agama di era presiden-presiden sebelumnya.
"Saya ingin sampaikan pak presiden betul pada masa presiden lalu ada penodaan agama, betul. Di jaman pak Harto ada penodaan agama, betul. Di jaman SBY ada, betul. Tapi yang kami rasakan di masa kepemimpinan engkau semakin banyak, semakin marak bahkan terkesan diberikan ruang tebuka ke penoda dan penista agama," ujar Slamet Maarif.
Surat terbuka tersebut berisi tiga tuntutan. Dia meminta tak ada pembiaran kasus penodaan agama.
"Meminta kepada presiden RI untuk bertaubat atas pembiaran selama ini terhadap penistaan dan penodaan agama. Jadi kami meminta, menasihati presiden, Pak Jokowi untuk bertaubat. Kenapa? Karena terkesan membiarkan penista agama di negeri tercinta ini," ujar Slamet.
Kemudian, dia meminta Jokowi sebagai kepala negara untuk menjunjung tinggi Pancasila. Dia meminta para penista agama diproses hukum.
"Ketiga, menuntut kepada presiden untuk tak melindungi mereka yang melakukan penistaan dan penodaan agama yang ikut bercokol pada lingkaran-lingkungan kekuasaan di jabatan apapun. Baik posisi menteri maupun para buzzer seperti Yaqut, Abu Armando dan sebagainya, demikian," ucapnya.
"Yang ironisnya terjadi pelaporan tersebut ditujukan kepada mereka para penista agama yang kebetulan mendukung pemerintah. Sehingga hal tersebut semakin mengusik kehidupan berbangsa ini dan dikhawatirkan dilanjut ke konflik horizontal," sambungnya.
(haf/haf)