PPATK Kembali Blokir 17 Rekening Terkait Investasi Ilegal Senilai Rp 77,9 M

ADVERTISEMENT

PPATK Kembali Blokir 17 Rekening Terkait Investasi Ilegal Senilai Rp 77,9 M

Azhar Bagas Ramadhan - detikNews
Jumat, 25 Mar 2022 09:37 WIB
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana
Foto: Ivan Yustiavandana
Jakarta -

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) kembali melakukan pemantauan terhadap aliran dana dari investor ke berbagai pihak terkait investasi ilegal. PPATK kali ini memblokir 17 rekening terkait investasi ilegal dengan nilai mencapai Rp 77,945 Miliar.

"Untuk itu, per tanggal 24 Maret PPATK kembali melakukan penghentian sementara transaksi yang diduga berasal dari tindak pidana berupa investasi ilegal yang berasal dari 17 rekening dengan nilai Rp 77,945 Miliar," kata Kepala PPATK Ivan Yustiavandana, Jumat (25/3/2022).

Ivan menyebut pihaknya kini telah menghentikan proses transaksi dari investasi ilegal sebanyak Rp 502,88 miliar. Jumlah tersebut berasal dari 275 rekening.

"Sehingga total penghentian sementara transaksi yang diduga berasal dari tindak pidana berupa investasi ilegal sebesar Rp 502,88 M dengan jumlah 275 rekening," ujarnya.

Selanjutnya, Ivan menjelaskan bahwa PPATK akan terus memantau dan melakukan analisis terhadap dugaan tindak pidana investasi ilegal. Berdasarkan hasil analisis PPATK, modus aliran uang tersebut cukup beragam, di antaranya disimpan dalam bentuk aset kripto, penggunaan rekening milik orang lain dan dipindahkan ke berbagai rekening di beberapa bank untuk mempersulit penelusuran transaksi.

Sebagai lembaga sentral (focal point) dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang (TPPU) di Indonesia, PPATK terus berkoordinasi dengan FIU (Financial Intelligence Unit) dari negara lain. PPATK juga memiliki kewenangan dalam melakukan penghentian sementara transaksi selama 20 hari kerja, dan selanjutnya berkoordinasi serta melaporkan kepada penegak hukum terhadap transaksi mencurigakan dalam nominal besar.

Selain itu, pelaporan yang disampaikan oleh pihak pelapor (penyedia jasa keuangan dan penyedia barang dan jasa) ke PPATK juga dimaksudkan untuk menjaga pihak pelapor dari risiko hukum dan reputasi. Pasalnya, hal itu dapat mencegah pemanfaatan pihak pelapor sebagai sarana dan sasaran oleh pelaku kejahatan untuk mencuci hasil tindak pidana.

Dalam Pasal 29 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, disebutkan secara tegas bahwa pihak pelapor tidak dapat dituntut secara perdata, maupun pidana atas pelaksanaan kewajiban pelaporan kepada PPATK. Lebih lanjut, Ivan menambahkan bahwa PPATK terus berkomitmen dalam mencegah dan memberantas TPPU.

"PPATK sudah berkiprah selama 2 dekade sejak 17 April 2002. Dalam kurun waktu itu, PPATK fokus mencegah dan memberantas TPPU dan TPPT dalam berbagai kasus di tengah masyarakat. Selanjutnya, ada beberapa hal yang akan dilakukan PPATK ke depan, yaitu pencegahan dan pemberantasan TPPU dari hasil kejahatan lingkungan (green financial crime/GFC)," tuturnya.

Berdasarkan data FATF yang dirilis Juli 2021, dari data INTERPOL dan Norwegian Center for Global Analysis (RHIPTO), kejahatan lingkungan disebutkan menjadi salah satu kejahatan utama internasional yang nilainya bisa mencapai USD 281 Miliar atau Rp
1.540 Triliun setiap tahun.

Simak juga video 'Soal Investasi Bodong, PPATK Blokir Transaksi di 121 Rekening':

[Gambas:Video 20detik]



(azh/dwia)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT