DPR RI terbelah soal mekanisme pengusutan kasus kelangkaan dan mahalnya harga minyak goreng. Sejumlah fraksi yang dimotori PKS menganggap kasus kelangkaan minyak goreng mesti diusut dengan membentuk panitia khusus (pansus) hak angket. Namun ada beberapa fraksi yang bertolak belakang.
Seperti diketahui, PKS adalah fraksi pertama yang mengusulkan pengajuan hak angket untuk mengusut kasus kelangkaan minyak goreng. Dua fraksi lain, Demokrat dan PAN, mengisyaratkan dukungan terhadap usulan PKS.
Ada tiga fraksi juga yang terang-terangan menolak usul pembentukan pansus kasus kelangkaan minyak goreng. Tiga fraksi dimaksud adalah NasDem, PKB, dan PPP.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun Komisi VI DPR, alat kelangkaan Dewan (AKD) yang mengurusi bidang perdagangan, sudah lebih dulu membentuk panitia kerja (panja). Komisi VI DPR bakal membentuk Panja Komoditas Pangan, meskipun tak spesifik soal minyak goreng.
Lalu, mekanisme mana yang dapat menguak fakta sebenarnya di balik kelangkaan minyak goreng, pansus atau panja?
Panja
Pembentukan panja diatur dalam Tata Tertib (Tatib) DPR Nomor 1 Tahun 2014. Tepatnya di Pasal 98. Dalam pasal tersebut diatur bahwa AKD DPR selain pimpinan DPR dapat membentuk panja.
Sebagaimana diatur dalam Pasal 99 Tatib DPR 1/2014, susunan dan keanggotaan panja ditetapkan oleh AKD yang membentuknya. Jumlah anggotanya tidak boleh lebih dari separuh jumlah anggota AKD yang membentuknya.
Terkait tugas panja diatur dalam Pasal 100 ayat 1 Tatib DPR 1/2014. Sedangkan ruang lingkup kerja panja dijelaskan di Pasal 100 ayat 2, dan di ayat 3 pasal yang sama, mengatur tata cara kerja panja. Berikut bunyi ketiga ayatnya:
1. Panitia kerja bertugas melaksanakan tugas tertentu dalam jangka waktu tertentu yang ditetapkan oleh alat kelengkapan DPR yang membentuknya.
2. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), panitia kerja dapat mengadakan rapat dengar pendapat dan rapat dengar pendapat umum.
3. Tata cara kerja panitia kerja ditetapkan oleh alat kelengkapan DPR yang membentuknya.
Terdapat 6 ayat di Pasal 100 Tatib DPR 1/2014. Dalam ayat 4 disebutkan bahwa panja bertanggung jawab penuh kepada AKD yang membentuknya.
Sementara itu, ayat 5 dan 6 mengatur soal pembubaran panja dan tindak lanjut hasil kerja panja, yang mana dua hal itu merupakan kewenangan AKD yang membentuknya.
Merujuk penjelasan di atas, panja adalah sebuah kepanitiaan yang diberi tugas oleh AKD (komisi atau badan) di DPR untuk menangani suatu hal yang menjadi sorotan publik. Dalam perkembangan terkini, panja juga dapat dibentuk untuk membahas suatu rancangan undang-undang (RUU).
Simak penjelasan soal pansus di halaman berikutnya.
Saksikan Video 'Sufmi Dasco Minta Mafia Minyak Goreng Tak Usah Diumumkan':
Pansus
Seperti dijelaskan di awal, pembentukan pansus merupakan tindak lanjut persetujuan usulan hak angket. Sebagaimana diatur dalam Pasal 171 Tatib DPR Nomor 1 Tahun 2014, pansus bisa dibentuk setelah hak angket disetujui dalam rapat paripurna, yang kemudian diberi nama panitia angket.
Dalam Pasal 172 ayat 1 Tatib DPR, pembentukan pansus ditetapkan dengan keputusan DPR dan diumumkan dalam Berita Negara. Di ayat 3 pasal tersebut disebutkan bahwa keputusan DPR membentuk pansus disampaikan kepada presiden.
Pansus memang lebih memiliki kekuatan hukum daripada panja. Salah satu faktornya karena pansus dapat memanggil pihak terkait secara paksa. Hal itu diatur dalam Pasal 175 Tatib DPR:
(1) Panitia khusus meminta kehadiran pejabat negara, pejabat pemerintah, badan hukum, atau warga masyarakat meminta secara tertulis dalam jangka waktu yang cukup dengan menyebutkan maksud permintaan tersebut dan jadwal pelaksanaannya.
(2) Pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib hadir untuk memberikan keterangan, termasuk menunjukkan dan/atau menyerahkan segala dokumen yang diperlukan kepada panitia khusus.
(3) Panitia khusus dapat menunda pelaksanaan rapat akibat ketidakhadiran pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) karena suatu alasan yang sah.
(4) Dalam hal pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak hadir tanpa alasan yang sah, atau menolak hadir, panitia khusus dapat meminta satu kali lagi kehadiran yang bersangkutan pada jadwal yang ditentukan.
(5) Dalam hal pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak memenuhi permintaan kehadiran yang kedua tanpa alasan yang sah atau menolak hadir, yang bersangkutan dikenai panggilan paksa oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia atas permintaan panitia khusus.
(6) Dalam hal panggilan paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak dipenuhi tanpa alasan yang sah, yang bersangkutan dapat disandera paling lama 15 (lima belas) hari oleh aparat yang berwajib sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pansus atau panitia angket diwajibkan melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada rapat paripurna DPR paling lama 60 hari sejak dibentuk. Dalam rapat paripurna, DPR kemudian mengambil keputusan terhadap laporan panitia angket.
Pengambilan keputusan tentang laporan pansus didahului dengan laporan hasil panitia angket dan pendapat akhir fraksi. Laporan tersebut juga harus dibagikan kepada semua anggota DPR. Soal pelaporan ini diatur dalam Pasal 176 Tatib DPR.
Selanjutnya, rapat paripurna DPR akan mengambil keputusan. Sebagaimana diatur dalam Pasal 177 Tatib DPR, ada 2 keputusan yang dapat diambil.
(1) Apabila rapat paripurna DPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 176 ayat (2) memutuskan bahwa pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, DPR dapat menggunakan hak menyatakan pendapat.
(2) Apabila rapat paripurna DPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 176 ayat (2) memutuskan bahwa pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, usul hak angket dinyatakan selesai dan materi angket tersebut tidak dapat diajukan kembali.
(3) Keputusan DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus mendapatkan persetujuan dari rapat paripurna DPR yang dihadiri lebih dari 1/2 (satu per dua) jumlah Anggota dan keputusan diambil dengan persetujuan lebih dari 1/2 (satu per dua) jumlah anggota yang hadir.
(4) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan oleh pimpinan DPR kepada presiden paling lama 7 (tujuh) Hari sejak keputusan diambil dalam rapat paripurna DPR.
(5) DPR dapat menindaklanjuti keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sesuai dengan kewenangan DPR menurut ketentuan peraturan perundang-undangan.