Fraksi PKS DPR RI mengusulkan hak angket karena kelangkaan dan mahalnya minyak goreng. Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menyampaikan pansus hak angket minyak goreng akan segera dibawa untuk dibahas di rapat Badan Musyawarah (Bamus).
"Ya soal masalah pansus yang diusulkan nanti kita akan bawa ke Badan Musyawarah," kata Sufmi Dasco Ahmad kepada wartawan di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (22/3/2022).
Dasco mengatakan akan membahas usulan hak angket soal polemik minyak goreng lebih lanjut dalam Bamus. Menurutnya, hasil pandangan dari para fraksi di parlemen juga akan diputuskan di Bamus.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Di situ biasanya akan dibahas. Disetujui atau tidak disetujui tergantung pada pendapat fraksi-fraksi," ujar dia.
Diketahui, sebelumnya, Fraksi PKS DPR RI mengusulkan hak angket karena kelangkaan dan mahalnya minyak goreng. Fraksi PKS melihat adanya indikasi pelanggaran sejumlah undang-undang dalam kisruh minyak goreng ini.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.
Karena itu, PKS mengusulkan penggunaan hak angket untuk meminta pertanggungjawaban pemerintah baik secara politik maupun hukum.
"Atas dasar itu, pilihan penggunaan hak angket dirasa paling tepat. Merujuk ketentuan Pasal 79 Ayat (3) UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3, hak angket adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan," Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini Jumat (18/3).
Sebagai informasi, hak angket DPR adalah melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang/kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Hasil kajian internalnya, PKS menemukan adanya pelanggaran sejumlah pasal. Di antaranya dalam UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, kemudian UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, dan UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.