Gugatan UU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (IKN) masih bergulir di Mahkamah Konstitusi (MK). Penggugat mempersoalkan banyaknya pendelegasian UU langsung ke Presiden lewat Keputusan Presiden (Keppres). Salah satunya soal pengalihan Jakarta ke Nusantara.
Pasal yang dimaksud yaitu Pasal 4 ayat 2:
Pengalihan kedudukan, fungsi, dan peran Ibu Kota Negara dari Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta ke Ibu Kota Nusantara ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Adanya perintah pembentukan Keppres dalam UU IKN adalah salah satu contoh praktik tidak tertib pembentuk undang-undang dalam menentukan wadah hukum untuk membentuk peraturan delegasi," kata kuasa hukum penggugat, Muhammad Saleh, kepada wartawan, Kamis (17/3/2022).
Menurut Muhammad Saleh, praktik ini sudah sering terjadi karena alasan praktis-taktis serta rendahnya pemahaman akan pentingnya tertib dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Dalam pembentukan peraturan perundang-undangan harusnya pemerintah perlu memperhatikan dua tertib. Pertama, tertib dasar peraturan perundang-undangan terkait dengan asas, jenis, hierarki, dan materi muatan. Kedua, tertib pembentukan peraturan perundang-undangan terkait dengan tahapan pembentukan undang-undang (perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan dan pengundangan).
"Dua hal ini dalam praktik sering sekali dikesampingkan oleh pembentuk undang-undang," ujar Muhammad Saleh.
Pertanyaan selanjutnya, mengapa UU IKN tidak mengamanatkan ke PP, atau Perpres. Seharusnya, kata Muhammad Saleh, perintah pendelegasian pembentukan peraturan diarahkan ke wadah hukum dalam bentuk 'peraturan' bukan 'keputusan'.
"Yang paling memungkinkan adalah Peraturan Presiden," ucap Muhammad Saleh.
Presiden, kata Muhammad Saleh, harusnya memilih wadah hukum peraturan dalam menindak lanjuti perintah UU IKN tersebut. Dan secara konstitusional presiden adalah kepala pemerintahan yang memiliki kewenangan atribusi dalam konstitusi untuk menjalankan urusan pemerintahan, salah satunya dengan membentuk peraturan.
Oleh sebab itu, Muhammad Saleh menilai pendelegasian ke Keppres tidak tepat. Sebab, Keppres bersifat konkret, individual, dan sekali selesai.
"Jika melihat materi muatan yang akan didelegasikan dalam keppres, yang mengatur kedudukan, fungsi, dan peran IKN, pemilihan keppres sebagai wadah hukum tidak sejalan dengan asas tertib dasar peraturan perundang-undangan. Yang mana pembentuk undang-undang tidak dengan cermat memperhatikan jenis, hierarki, dan materi muatan peraturan yang akan dibentuk," ucap Muhammad Saleh.
'Jenis kelamin' Keppres di kasus ini akan menjadi ambiguitas. Bila digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), isinya bukan materi bersifat konkret, individual, dan sekali selesai. Namun bila dilakukan judicial review juga tidak bisa karena keputusan bukan materi judicial review.
"Dalam konteks pengajuan gugatan keputusan yang sifatnya mengatur seperti Keppres dalam IKN ini, hal yang dapat di uji adalah tindakan faktual presiden. Tindakan faktual merupakan bagian dari aktifitas pemerintahan. Aktifitas pemerintahan yang dalam pelaksanaannya dapat saja melahirkan masalah hukum, misalnya ada pihak-pihak yang dirugikan," beber Muhammad Saleh," beber Muhammad Saleh.
"Keppres karena jenisnya adalah 'keputusan' tentu tidak akan dapat dilakukan pengujian ke MA karena alasan kompetensi absolut," pungkas Muhammad Saleh.
Pemohon dalam pengujian ini adalah:
1. Dr. Abdullah Hehamahua
2. Dr. Marwan Batubara
3. Dr. H. Muhyiddin Junaidi
4. Letjen TNI. Mar (Purn) Suharto
5.. Mayjen TNI. (Purn) Soenarko.
6. Taufik Bahaudin, SE. (Alumni UI)
7. Dr. Syamsul Balda, S.E. M.M., M.BA.
8. Habib Muhsin Al Attas
9. Agus Muhammad Maksum (Jatim)
10. Drs. H. M. Mursalim R
11. Ir. Irwansyah
12.Agus Mozin
Simak Video 'Temui Kejagung, Kepala IKN Ingin Adanya Integrasi':