Hakim MK Suhartoyo Soal Nikah Beda Agama: Sudah Ada Solusinya

Hakim MK Suhartoyo Soal Nikah Beda Agama: Sudah Ada Solusinya

Andi Saputra - detikNews
Kamis, 17 Mar 2022 08:34 WIB
Hakim konstitusi, Suhartoyo
Hakim MK Suhartoyo (Ari Saputra/detikcom)
Jakarta -

Hakim konstitusi Suhartoyo menyatakan permasalahan nikah beda agama merupakan isu yang agak krusial. Namun permasalahan itu, meski tidak diakui di UU Perkawinan, tetapi sudah diberikan solusi lewat jalur non-UU.

"Permohonan Pemohon memang termasuk isu yang agak krusial, tapi bukan berarti ini tidak ada dalam praktik ketatanegaraan Indonesia yang namanya perkawinan campuran. Campuran itu bisa perkawinan antarwarga negara yang berbeda, bisa juga karena agama yang berbeda," kata Suhartoyo.

Hal itu tertuang dalam risalah sidang MK yang dilansir website MK, Kamis (17/3/2022). Sidang itu digelar atas permohonan Ramos Petage yang mengajukan judicial review UU Perkawinan dengan alasan UU Perkawinan menyebabkan dirinya yang Katolik tidak bisa menikah dengan wanita muslim.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kejadian ini juga sudah terlalu banyak terjadi di negara kita dan mekanismenya bukan berarti kemudian terhenti atau kemudian tersumbat. Tetap mekanismenya ada. Bahkan beberapa putusan Mahkamah Agung juga telah mengakomodasi itu dan memberi jalan keluar itu," kata Suhartoyo yang juga mantan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) itu.

Meski sudah ada solusinya, solusi itu karena ada 'pemaksaan' terselubung. Tapi hal itu menjadi pertanyaan apakah menjadi masalah konstitusionalitas atau tidak.

ADVERTISEMENT

"Tapi kalau kemudian dilacak kembali persoalan ini, ada semacam penundukan secara terpaksa kepada salah satu agama yang dianut oleh dua agama yang berbeda dari masing-masing pasangan. Yang kemudian bisa saja dipersoalkan, tapi apakah itu berkaitan dengan persoalan konstitusionalitas norma atau tidak?" beber Suhartoyo.

Simak juga 'MK Tangani 277 Perkara-Hasilkan 253 Putusan Sepanjang 2021':

[Gambas:Video 20detik]



Pertanyaan tersebut yang akan dikaji oleh MK, yaitu untuk menafsirkan UU Perkawinan.

"Karena memang permohonan Pemohon ini kan berkaitan penambahan tidak sekadar pemaknaan tapi menambah banyak hal yang berkaitan dengan norma Pasal 2 ayat (1), ayat (2), kemudian menambah ayat (3) nya, tentang pencatatannya ditambahkan di ayat (3) yang semula hanya ada dua ayat," ucap Suhartoyo.

"Nah, itu irisannya juga sangat kuat dengan bagaimana MK bisa mempunyai kewenangan untuk menambah norma, menambah ayat, begitu kan, belum pernah terjadi di Mahkamah Konstitusi. Karena memang MK selalu mempertimbangkan dengan sensitif soal positif legislator itu," sambung Suhartoyo.

Dalam sidang itu, Suhartoyo meminta Ramos Petage memperbaiki naskah permohonan. Sebab, ada beberapa permintaan yang tidak jelas dan kabur.

"Nah, kenapa dalam Pasal 2 ayat (1) yang ada sekarang, itu kemudian dibatasi berlaku apabila dilakukan sesuai dengan hukum dan agamanya masing-masing, tapi kenapa kalau ada yang berbeda agama, kok harus tunduk pada salah satu agama yang dianut oleh calon pasangan itu? Itu yang krusial di situ. Tapi argumen Anda-Anda itu apa? Kemudian, ini harus dikukuhkan melalui pengadilan itu? Nah, kemudian pengadilan itu pengadilan mana? Karena kalau pengadilan agama itu kan untuk orang yang beragama muslim. Apakah ini yang dimaksud oleh pengadilan negeri? Kenapa harus ada pengukuhan oleh pengadilan, pengadilan itu pengadilan yang mana?" tanya Suhartoyo.

Sebagaimana diketahui, Petege menggugat Pasal 2 ayat 1 UU Perkawinan yang berbunyi:

Perkawinan adalah sah apabila dilakukan berdasarkan pada kehendak bebas para mempelai dan dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.

Menurut Ramos Petage, Pasal 2 ayat 1 UU Perkawinan bertentangan dengan Pasal 29 Ayat (1) dan (2) UUD 1945. Sebab, kata Ramos Petage, negara tidak mencampuri urusan ibadah agama atau kepercayaan yang ada di Indonesia, akan tetapi menjamin keberlangsungan peribadatan tersebut dapat terlaksana dan terpenuhi dengan baik.

"Perkawinan yang dilangsungkan secara beda agama tetap berlandaskan nilai Ketuhanan Yang Maha Esa yang dilaksanakan melalui ketentuan agama dan kepercayaan yang dianut oleh masing-masing calon pasangan sebagai suatu hak asasi manusia yang bersifat adikodrati dan merupakan hak privat antara individu dengan Tuhan Yang Maha Esa," beber Ramos Petage

Halaman 3 dari 2
(asp/nvc)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads