4 Saksi Lihat Handi Masih Hidup Sebelum Dibuang Kolonel Priyanto dkk

4 Saksi Lihat Handi Masih Hidup Sebelum Dibuang Kolonel Priyanto dkk

Nahda Rizki Utami - detikNews
Selasa, 15 Mar 2022 18:19 WIB
Kolonel Priyanto jalani sidang perdana
Kolonel Priyanto saat disidang. (Foto: Dok. Pengadilan Tinggi Militer II Jakarta)
Jakarta -

Empat saksi yang ada di lokasi kecelakaan Handi Saputra (18) dan Salsabila (14) di Nagreg, Jawa Barat, dihadirkan di persidangan. Mereka meyakini Handi masih hidup saat dibuang ke sungai oleh Kolonel Priyanto dan dua anak buahnya, yaitu Kopda Andreas Dwi Atmoko dan Koptu Achmad Sholeh.

Hal itu disampaikan keempat saksi yang berada di lokasi kecelakaan, yakni Shohibul Iman, Saepudin Juhri alias Oseng, Teten Subhan, dan Taufik hidayat alias Opik saat ditanya majelis hakim dalam persidangan kasus pembunuhan Handi dan Salsabila di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Selasa (15/3/2022).

"Saya lihat bergerak. Pas diangkat ya gestur gitu matanya merem, tapi kayak kesakitan," kata Shohibul.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saksi yakin masih hidup?" tanya hakim.

"Untuk yang laki-laki (Handi), yakin masih hidup," jawab Shohibul.

ADVERTISEMENT

Saksi selanjutnya, Saepudin, mengaku dirinya sedang bekerja di toko bangunan di seberang lokasi kejadian. Saepudin mendengar ada suara benturan yang sangat keras dan langsung menghampiri lokasi kejadian.

"Lagi muat barang dari seberang jalan, di toko bangunan tiba-tiba terdengar suara benturan yang sangat keras," kata Saepudin.

"Langsung keluar pas dengar benturan keluar dari toko bangunan. Saya lihat ada orang tergeletak, lalu saya menghampiri," tambahnya.

Saepudin mengaku sempat ingin menahan mobil yang ditumpangi oleh Kolonel Priyanto dan dua anak buahnya. Namun, tidak ada respons dari warga yang saat itu juga berada di lokasi kejadian.

"Setelah itu saya kembali lagi menghampiri masyarakat. Tolong amankan mobilnya, jangan ditinggalkan, tapi nggak ada respons sama sekali," tutur Saepudin.

Saepudin sempat memeriksa kondisi Salsabila. Dia menyebutkan Salsabila sudah meninggal. Saepudin menyebut saat itu Handi masih bernapas.

"Saya bantu angkat ke pinggir jalan. Setelah itu saya periksa semuanya nadinya, diraba-raba, dia (Salsabila) sudah meninggal," kata Saepudin.

"Yang laki-laki (Handi) bernapas?" tanya hakim.

"Iya," jawab Saepudin.

Saksi lainnya, Teten Subhan, juga mengaku melihat Handi masih bergerak dan menahan sakit. Teten mengira saat itu Handi dan Salsabila hendak dibawa ke puskesmas atau rumah sakit untuk mendapat pertolongan.

"Kondisinya masih ada pergerakan. Masih hidup. Nahan sakit gitu," jelas Teten.

"Setahu saya kayaknya untuk dibawa ke rumah sakit atau ke puskesmas terdekat. Perkiraan saya karena kan terjadi kecelakaan," tambahnya.

Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.

Simak Video: Fakta Keji Kolonel Priyanto Tolak Selamatkan Handi-Salsa

[Gambas:Video 20detik]




Saksi lainnya, Taufik Hidayat, juga mengaku sempat melihat kondisi Handi. Taufik melihat masih adanya pergerakan pada leher Handi. Taufik menyebut Handi masih bernapas.

"Pas kejadian awal saya keluar masih ada gerak di lehernya. Kemungkinan masih bernapas," ujar Taufik.

Kasus ini bermula dari Kolonel Priyanto dan dua anak buahnya menabrak Handi dan Salsa di Nagreg. Bukannya menolong korban, Kolonel Priyanto cs malah membawa mereka hingga keluar dari Jabar dan membuang tubuh kedua korban ke anak Sungai Serayu. Salsa dibuang ke sungai dalam kondisi meninggal dunia.

Handi diduga dibuang ke sungai dalam kondisi masih hidup. Jasad kedua korban ditemukan di Sungai Serayu. Dari ketiga tersangka, diketahui Kolonel Priyanto-lah yang menolak membawa Handi-Salsa ke rumah sakit setelah kecelakaan akibat tabrakan dengan mobilnya. Dia juga yang memiliki ide membuang tubuh Handi-Salsa ke sungai.

Kolonel Priyanto didakwa dengan pasal berlapis karena membunuh dua remaja sipil. Terdakwa Kolonel Priyanto didakwa dengan Pasal 340 KUHP, Pasal 338 KUHP, Pasal 328 KUHP, Pasal 333 KUHP, dan Pasal 181 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Pasal 340 KUHP mengatur hukuman pidana pembunuhan berencana dengan ancaman hukuman maksimal pidana mati atau penjara seumur hidup. Selanjutnya, Pasal 338 KUHP juga mengatur pidana pembunuhan, yang dimaknai sebagai perbuatan sengaja merampas nyawa orang lain, dengan ancaman pidana maksimal 15 tahun penjara.

Kemudian, Pasal 328 KUHP mengatur pidana penculikan dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun dan Pasal 333 KUHP mengatur pidana perampasan kemerdekaan orang lain dengan ancaman hukuman 8-9 tahun penjara. Terakhir, Pasal 181 KUHP terkait pidana menghilangkan mayat dengan maksud menyembunyikan kematian seseorang, yang ancaman pidananya maksimal 9 bulan.

Halaman 3 dari 2
(haf/haf)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads