Saksi: Kolonel Priyanto Nginap dengan Teman Wanita Sebelum Insiden Handi-Salsa

Saksi: Kolonel Priyanto Nginap dengan Teman Wanita Sebelum Insiden Handi-Salsa

Tim detikcom - detikNews
Selasa, 15 Mar 2022 15:09 WIB
Rekonstruksi tewasnya pasangan sejoli Handi Saputra dan Salsabilas digelar di Nagreg, Senin (3/1/2022). Ketiga tersangka yaitu Kolonel Infanteri Priyanto, Kopda DA dan Kopda A hadir dengan tangan diborgol.
Kolonel Priyanto (Wisma Putra/detikcom)
Jakarta -

Anak buah Kolonel Inf Priyanto, Kopda Andreas Dwi Atmoko, menjelaskan peristiwa yang terjadi sebelum tabrakan menewaskan Handi Saputra (18) dan Salsabila (14) di Nagrek, Jawa Barat. Dia mengungkap aktivitas Kolonel Priyanto sebelum peristiwa itu.

Kolonel Priyanto pergi dari Yogyakarta bersama dua anak buahnya, yaitu Kopda Andreas Dwi Atmoko dan Koptu Achmad Sholeh, menuju Jakarta dengan mobil. Dia mengatakan mereka sempat singgah ke rumah teman wanita Kolonel Priyanto bernama Lala saat melewati Bandung.

"Dari Yogya menuju Jakarta melewati Bandung, mampir ke rumah saudari Lala. Setahu saya teman perempuan terdakwa. Terdakwa ada istrinya. Jemput teman perempuan terdakwa. Tidak bermalam," kata Andreas saat menjadi saksi di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta Timur, Selasa (15/3/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia mengatakan mendampingi Kolonel Priyanto untuk menghadiri rapat di Jakarta. Andreas mengatakan mereka kemudian bermalam di Jakarta untuk kegiatan rapat. Kolonel Priyanto, katanya, menginap sekamar dengan Lala.

"Melanjutkan perjalanan ke Jakarta jam 11.00 siang. Tiba di Bandung jam 09.00 pagi. Kemudian ke Cimahi. Jam 11.00 lanjut lagi. Lala ikut. Jadi berempat. Tujuannya rapat. Kurang-lebih pukul 03.00 sore sampai di Jakarta. Nginep satu malam. Malam Senin. Rapatnya hari Senin," jelas Kopda Andreas.

ADVERTISEMENT

"Dua kamar, saksi dua dengan saksi tiga (Kopda Andreas Dwi Atmoko dan Koptu Achmad Sholeh). Terdakwa bersama saudara Lala. Di Hotel 88, rapatnya di Hotel Aston Kartika," sambungnya.

Keesokan harinya, tepatnya Selasa (7/12/2021), mereka melanjutkan perjalanan menuju Cimahi. Mereka mengantarkan Lala pulang.

"Rapat selesai hari Selasa, 7 Desember jam 12.00 siang. Setelah rapat menuju ke Bandung. Yang menyetir saksi tiga. Dari Jakarta jam 12.15. Berangkat dari Jakarta ke Bandung kurang-lebih 15.30," ujar Kopda Andreas.

Dia mengatakan mereka sempat menginap lagi di hotel. Menurutnya, Kolonel Priyanto kembali menginap bersama Lala.

"Menginap lagi di Hotel Ibis. Saksi dua dan saksi tiga, terdakwa bersama Lala. Keluar dari Hotel Ibis, menuju ke Yogya keluar jam 10.00 pagi. Menuju ke Yogya. Lala diantar ke Cimahi, tidak ikut ke Yogya. Jadi setelah itu ke Yogya, setelah dari Cimahi," ucapnya.

Dalam perjalanan menuju Yogyakarta itulah peristiwa kecelakaan dengan Handi dan Salsa terjadi. Andreas mengaku sempat mengerem, tapi tetap menabrak. Dia juga mengaku dilarang untuk membawa Handi-Salsa ke puskesmas.

Simak juga video 'Fakta Keji Kolonel Priyanto Tolak Selamatkan Handi-Salsa':

[Gambas:Video 20detik]



Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.

Menurut Andreas, Kolonel Priyanto memerintahkan untuk membuang Handi-Salsa. Andreas juga menyatakan Priyanto memintanya sebagai tentara tidak cengeng.

"Karena saya punya anak dan istri, kalau ada apa-apa nanti gimana keluarga saya. Nggak berani, syok. Saya sudah memohon. 'Kamu nggak usah cengeng, saya sudah pernah mengebom tidak ketahuan'," tutur Kopda Andreas

"'Tentara nggak usah cengeng'. Mobil terus dibawa oleh terdakwa, tidak berhenti," tambahnya.

Sampai akhirnya, dia bersama Kolonel Priyanto dan Koptu Achmad mencari sungai untuk membuang jasad Handi dan Salsa. Setelah menemukan tempat yang tepat, mereka membuang jasad Handi dan Salsa ke sungai.

Dalam perkara ini, Kolonel Priyanto didakwa dengan pasal berlapis karena membunuh dua remaja sipil. Terdakwa Kolonel Priyanto didakwa dengan Pasal 340 KUHP, Pasal 338 KUHP, Pasal 328 KUHP, Pasal 333 KUHP, dan Pasal 181 KUHP, jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Pasal 340 KUHP mengatur tentang hukuman pidana pembunuhan berencana dengan ancaman hukuman maksimal pidana mati atau penjara seumur hidup. Selanjutnya, Pasal 338 KUHP juga mengatur terkait pidana pembunuhan, yang dimaknai sebagai perbuatan sengaja merampas nyawa orang lain, dengan ancaman pidana maksimal 15 tahun penjara.

Kemudian, Pasal 328 KUHP mengatur soal pidana penculikan dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun dan Pasal 333 KUHP mengatur pidana perampasan kemerdekaan orang lain dengan ancaman hukuman 8-9 tahun penjara. Terakhir, Pasal 181 KUHP terkait pidana menghilangkan mayat dengan maksud menyembunyikan kematian seseorang, yang ancaman pidananya maksimal 9 bulan.

Halaman 2 dari 2
(haf/dhn)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads