Warga Marunda, Jakarta Utara (Jakut), mengeluhkan gangguan kesehatan akibat pencemaran polusi abu batu bara. Sebagian warga mengalami gangguan pernapasan hingga penyakit kulit diduga akibat polusi tersebut.
Salah seorang warga Rusunawa Marunda Blok A 10, Saras, mengatakan anaknya mengalami penyakit asma diduga akibat polusi. Saat itu anaknya masih berumur 7 tahun atau duduk di kelas 1 SD.
"Dia juga punya riwayat asma. Dia tadinya nggak punya asma, nggak tahu itu semenjak kelas 1 pemicunya apa nggak tahu. Dari kecil dia sehat, gendut badannya. Pas dia sekolah, dia punya riwayat, kita nggak tahu karena jajanan atau debu itu juga," kata Saras saat ditemui detikcom di rumahnya, Selasa (15/3/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saras punya dugaan tersebut karena lokasi sekolah anaknya yakni SDN 05 Marunda berdampingan dengan lokasi bongkar-muat batu bara.
"Ditambah juga kan sekolah di SDN 05 Marunda yang deket banget sama batu bara itu. Soalnya kan lingkungan kita emang terdampak juga," ujarnya.
![]() |
Lebih lanjut, Saras juga menuturkan dia beserta semua anggota keluarganya sempat mengalami penyakit gatal kulit. Dia mengaku, saat masih tinggal di Pluit, keluarganya belum pernah mengalami hal tersebut.
"Saya juga pernah penyakit gatal sekeluarga dua minggu, tapi kan kita juga nggak tahu penyebabnya. Saya kira kutu kasur, tapi ini beda gatalnya. Kalau di Pluit biar udaranya itu deket jalan, tapi nggak pernah gatel apa, terus kelilipan juga nggak apa-apa," ucapnya.
Penuturan serupa diungkapkan Ketua RW 10, Dompas, yang juga mengalami penyakit kulit. Dia mengatakan sudah mengalami penyakit kulit sejak delapan bulan terakhir. Dia merasakan gatal pada kulitnya.
"Delapan bulan terakhir, jadi ini sembuh saya pakai buat infus itu kering, gatal lagi. Sensasinya gatal, saya tanya ke saudara saya yang paham, katanya itu ada sulfur kalau nggak salah, itu bisa menyebabkan gatal-gatal," ucapnya.
Dompas mengatakan dia dan warga lainnya sempat meminta arahan dan penyelesaian dari pihak kelurahan setempat. Namun kelurahan tidak bisa memberikan penyelesaian.
"Sebetulnya dari teman-teman wilayah sudah laporan, respons mereka (kelurahan) ya sudah. Mereka juga katanya nggak bisa apa-apa," sambungnya.
Dompas menuturkan polusi yang disebabkan batu bara sudah sangat meresahkan. Dia berharap pemerintah bisa sigap dalam menyelesaikan masalah ini.
"Kita berharap pemerintah sigap melakukan penyelesaian ini. Pemerintah ini kan punya dinas terkait, tinggal mau serius atau nggak menyelesaikan masalah ini. Kami di sini yang merasakan secara langsung," katanya.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.
Pemprov DKI Sanksi PT KCN
Pemprov DKI melalui Dinas Lingkungan Hidup (LH) memberi sanksi ke PT Karya Citra Nusantara (KCN) terkait polusi abu batu bara di Marunda, Jakut. PT KCN diberi sanksi administrasi.
"Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta melalui Suku Dinas Lingkungan Hidup Jakarta Utara menjatuhkan sanksi administratif berupa paksaan pemerintah kepada PT KCN," ujar Kepala Dinas LH DKI Jakarta, Asep Kuswanto, dalam keterangannya, Selasa (15/3).
Sanksi tersebut tertuang dalam Surat Keputusan Kepala Suku Dinas Lingkungan Hidup Kota Administrasi Jakarta Utara Nomor 12 Tahun 2022 tanggal 14 Maret 2022 tentang Penerapan Sanksi Administratif Paksaan Pemerintah Kepada PT KCN.
PT KCN diperintahkan memperbaiki pengelolaan lingkungan hidupnya dan tidak mencemari lingkungan. Asep menegaskan kepada perusahaan untuk melakukan upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan dengan mengikuti aturan.
"Ada sanksi berjenjang untuk perusahaan yang tidak mengelola lingkungan dengan baik," tegasnya.
Berdasarkan hasil pengawasan Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup Daerah (PPLHD) Dinas LH DKI, PT KCN terbukti melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup.
Kepala Suku Dinas Lingkungan Hidup Jakarta Utara Achmad Hariadi menambahkan PT KCN diperintahkan memperbaiki pengelolaan lingkungan hidup sebanyak 32 item, di antaranya pemenuhan kewajiban sesuai dengan ketentuan yang terdapat di dalam dokumen lingkungan hidup Nomor 066/-1.774.152 tanggal 20 September 2012 yang merupakan Upaya Pengelolaan Lingkungan-Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL) kegiatan usaha tersebut.