Warga mengeluhkan polusi akibat debu batu bara di Marunda, Jakarta Utara. Abu batu bara itu juga mengganggu proses belajar-mengajar di sekolah.
Kepala SDN 05 Marunda Purwati Ningsih mengatakan abu batu bara yang terbawa angin mengganggu aktivitas belajar-mengajar di sekolahnya.
"Kalau dibilang mengganggu, tentu mengganggu, apalagi buat aktivitas di sini, terutama anak-anak ya," kata Purwati, Selasa (15/3/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Purwati juga menunjukkan tebalnya abu batu bara yang masih menempel di jendela dan beberapa tempat lainnya. Dia menyebut abu batu bara lebih parah pada akhir pekan karena sekolah libur sehingga tak ada yang membersihkan.
Dia menyebut ketebalan debu bisa mencapai 1 cm. Dia mengatakan pihaknya harus mengepel lantai lebih dari lima kali agar abu batu bara tidak menempel dan mengganggu kesehatan siswa dan tenaga pengajar.
"Ini kalau nggak ada angin, aman. Kalau ada angin, ke sini semua itu. Ngepel nggak bisa, nggak cukup, empat kali. Karena debu terus, apalagi Sabtu-Minggu kan libur, Senin itu sudah kotor banget," kata dia.
"Lumayan tebel debunya. Kalau angin kencang, itu tebal banget, ini kan ubin putih, itu hitam semua. Kurang-lebih ada 1 cm," imbuhnya.
Selain itu, kata dia, beberapa siswanya juga mengeluhkan penyakit, mulai penyakit pernapasan hingga penyakit kulit.
"Setiap di sekolah mereka batuk-batuk. Beberapa dari mereka juga ada yang mengalami penyakit kulit," ujarnya.
Salah satu siswa SDN 05 Marunda, Raihan, harus menjalani operasi transplantasi kornea mata akibat abu batu bara tersebut.
"Ada murid saya namanya Raihan, dia harus operasi kornea mata karena debu ini. Dia matanya sampai bernanah gitu, akhirnya dirujuk ke rumah sakit untuk operasi," ucapnya.
Purwati mengatakan kondisi ini sebetulnya sudah dirasakan sejak 2018. Namun mulai makin parah pada 2020 saat salah satu dermaga muat bongkar batu bara dibangun tepat di samping kawasan sekolah.
"Tadinya ini (pelabuhan) batu bara ini nggak ada di sini. Agak jauhan, agak condong ke barat. Setelah pelabuhan ini jadi, dia pindah ke sini, itu yang menyebabkan semakin parah. Ini bukan debu ruangan, debu hitam batu bara. Tadinya nggak dekat, setelah dermaga ini jadi pindah ke sini," ujarnya.
Simak video 'Aksi Protes Warga Marunda Gegara Batu Bara Bikin Polusi':
Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.
Dia mengatakan pihak sekolah tidak tahu pembuangan dermaga baru tersebut. Sebab, pengerjaan dilakukan saat kondisi lockdown di awal pandemi COVID-19.
"Awal Corona kan lockdown, sekolah PJJ semua, kita nggak perhatiin. Begitu awal masuk, kok ada gini. Kita waktu hanya datang kontrol pulang, jadi nggak ketahuan, begitu masuk baru ketahuan (sudah dibangun dermaga)," kata dia.
Purwati mengatakan pihak sekolah sudah mencoba berkomunikasi dengan pihak perusahaan terkait abu tersebut. Namun hingga kini belum ada respons.
"Sudah bersurat, cuma tidak pernah diindahkan. Waktu itu dua kali kalau nggak salah dan belum ada respons. Cuma dijanjikan kompensasi ini-itu, tapi nggak ada. Kompensasi juga kayak alat kebersihan juga nggak ada," kata dia.
Karena abu batu bara mengganggu aktivitas belajar-mengajar di sekolah, Purwati berharap pemerintah serius mengatasi polusi ini. Dia tidak mau ada korban lagi yang harus menjalani transplantasi kornea mata dan penyakit lainnya.
"Kami minta pemerintah serius dalam menyelesaikan masalah ini. Karena ini menyangkut kesehatan anak dan tenaga pengajar, ini kan bukan sembarang debu, ini debu yang berat. Sampai salah satu siswa saya kan sampai dioperasi mata, mohon diambil hikmahnya, jangan sampai menunggu ada kornea-kornea berikut," jelasnya.
Purwati juga berharap tidak ada aktivitas bongkar muat batu bara di dermaga dekat sekolah.
"Prosesnya terserah, apa ini digeser ke mana, itu kita serahkan ke pihak yang bertanggung jawab baiknya. Yang jelas tidak ada di lingkungan kami," pungkasnya