Usman Hamid Nilai Sistem Kepartaian di Indonesia Alami Kemunduran

Usman Hamid Nilai Sistem Kepartaian di Indonesia Alami Kemunduran

Tim detikcom - detikNews
Kamis, 10 Mar 2022 00:43 WIB
Usman Hamid (Tiara Aliya Azzahra/detikcom)
Foto: Usman Hamid (Tiara Aliya Azzahra/detikcom)
Jakarta -

Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid mengatakan sistem multi-partai yang saat ini diterapkan Indonesia itu memiliki sisi baik. Namun, dia menilai sistem kepartaian saat ini mengalami kemunduran.

"Sebenarnya sistem multi partai itu sangat dibutuhkan untuk membangun plurarisme politik. Membangun satu ruang partisipasi yang luas sekali, sehingga siapa saja bisa mendirikan parpol. Sayangnya sistem kepartaian saat ini jauh mengalami kemunduran," kata Usman dalam acara Adu Perspektif Aktivis 98 Bicara Demokrasi Kita yang ditayangkan detikcom secara virtual, Rabu (9/3/2022).

Alasannya, lanjut dia, karena partai yang sudah berkuasa ini membatasi peluang partai baru. Usman menilai partai baru tidak bisa begerak bebas karena tidak diberi kesempatan oleh partai yang berkuasa.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jadi setelah kita mengalami sistem multi partai ini, partai-partai yang mapan, yang ada dalam sistem kekuasaan ini justru membatasi peluang-peluang baru bagi partai-partai baru, atau bagi segmen pemilih yang misalnya ingin mendirikan partai baru," jelasnya.

Dia pun mencontohkan beberapa kasus. Menurutnya, sistem kepartaian saat ini tidak ramah dengan kebebasan.

ADVERTISEMENT

"Misalnya sekmen pemilih yang ingin membangun partai dengan haluan kiri, dengan haluan komunisme, dibatasi dengan tap MPR yang melarang marxisme leninisme dibatasi dengan pembubaran pertemuan, larangan pertemuan. Demikian pula partai yang misalnya berhaluan kanan Islam. Tapi itu nggak ada, yang ada sekarang di tengah ini nasionalis dan ultra nasionalis. Jadi kebijakannya itu tidak ramah terhadap kebebasan," katanya.

"Jadi ada satu soal yang sifatnya reduksionis terhadap apa yang disebut sebagai nasionalis tadi, seolah-olah semua nasionalis pasti religius misalnya. Lalu nasionalis pasti pancasilais misalnya begitu, padahal nasionalis itu hanya tercermin di dalam sila ketiga, sementara sila pertama lebih banyak datang dari tradisi agama, dari tradisi Islamisme misalnya," imbuhnya.

(dek/zap)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads