Kejaksaan Agung (Kejagung) terus mengusut kasus dugaan korupsi pengadaan pesawat jenis Bombardier CRJ-1000 dan ATR 72-600 di Garuda Indonesia. Tim penyidik hari ini memeriksa 4 pejabat Garuda sebagai saksi terkait mekanisme pengadaan pesawat Garuda.
"Tim Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung melakukan pemeriksaan terhadap 4 orang saksi yang terkait dengan Dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam Pengadaan Pesawat Udara pada PT Garuda Indonesia (persero) Tbk Tahun 2011-2021," kata Kapuspenkum Kejagung, Ketut Sumedana, dalam keterangan tertulis, Selasa (8/3/2022).
Para saksi tersebut diperiksa untuk didalami mengenai mekanisme pengadaan pesawat terkait kedua tersangka Setijo Awibowo dan Agus Wahjudo. Keempat saksi yang diperiksa adalah PNH selaku Direktur Produksi PT Garuda Indonesia (persero) Tbk, JAT selaku Direktur Line Operation PT Garuda Maintenance Facility Aero Asia, RK selaku VP CEO Office PT Garuda Indonesia (persero) Tbk, dan SN selaku VP Airworhiness Management PT Garuda Indonesia (persero) Tbk.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Diperiksa terkait pengadaan pesawat udara pada PT Garuda Indonesia (persero), Tbk Tahun 2011 s.d. Tahun 2021," imbuhnya.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan dua orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan pesawat ATR 72-600 di PT Garuda Indonesia. Kedua tersangka itu merupakan mantan pegawai Garuda.
Kedua tersangka itu adalah Setijo Awibowo (SA) selaku VP Strategic Management Office Garuda Indonesia 2011-2012 dan Agus Wahjudo selaku Executive Project Manager Aircraft Delivery PT Garuda Indonesia 2009-2014.
Jaksa Agung ST Burhanuddin mengungkap pengadaan dua jenis pesawat tersebut menguntungkan perusahaan asing karena diduga ada indikasi penyuapan dalam pengadaan pesawat tersebut.
"Proses pelelangan dalam pengadaan pesawat CRJ 1000 dan ATR 72-600 mengarah untuk memenangkan pihak penyedia barang jasa tertentu, yaitu ATR dan Bombardier. Ada pengarahan untuk mengambil satu jenis pesawatnya. Adanya indikasi suap menyuap dalam proses pengadaan pesawat," kata Burhanuddin dalam konferensi pers di kantornya, Jl Sultan Hasanuddin, Jakarta Selatan, Kamis (24/2/2022).
Burhanuddin mengatakan proses pengadaan pesawat CRJ 1000 dan ATR 72-600 itu dilakukan dalam kurun 2011-2013. Dalam proses pengadaannya, terdapat beberapa penyimpangan yang tidak sesuai prosedur, di antaranya kajian feasibility study rencana pengadaan pesawat, rencana jaringan penerbangan, analisis kebutuhan pesawat, proyeksi keuangan, dan analisis risiko tidak disusun berdasarkan prinsip pengadaan barang jasa, yaitu efektif, efisien adil, wajar, dan akuntabel.
Dengan demikian, Burhanuddin mengatakan Garuda Indonesia mengalami kerugian akibat pengadaan pesawat tersebut serta menguntungkan perusahaan asing yang merupakan penyedia pesawat dan juga pihak lessor selaku pembiaya dana. Namun kerugian keuangan negara dalam kasus ini masih dalam perhitungan auditor BPKP.
(yld/dhn)