Jakarta -
Sebanyak 141 negara termasuk Indonesia menyetujui resolusi PBB yang meminta Rusia menghentikan serangannya ke Ukraina. Sikap Indonesia itu pun menimbulkan pro dan kontra.
Voting dilakukan dalam Sidang Majelis Umum PBB Sesi Khusus Darurat di Markas Besar PBB, New York, Amerika Serikat, Rabu (2/3) waktu setempat. Sidang itu dipimpin oleh Presiden Majelis Umum PBB Abdulla Shahid.
Sementara dilansir AFP, Kamis (3/3/2022), resolusi itu juga mengutuk kebijakan Presiden Rusia Vladimir Putin yang mengerahkan pasukan nuklirnya dalam posisi siaga.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berikut rinciannya jumlah negara yang menyetujui resolusi PBB:
- Setuju: 141 negara
- Tidak setuju: 5 negara
- Tak memberikan suara: 35 negara
Dalam layar, terlihat Indonesia menjadi salah satu dari 141 negara yang menyetujui resolusi ini. Dari Asia Tenggara ada pula Malaysia, Singapura, Timor Leste, Singapura, hingga Thailand yang juga menyetujui resolusi ini. Afghanistan yang kini dipimpin Taliban juga menyetujui resolusi untuk menghentikan invasi Rusia ke Ukraina ini.
Negara-negara yang tidak setuju dengan resolusi ini adalah Rusia, Belarusia, Korea Utara, Suriah, dan Eritrea.
Negara-negara yang abstain antara lain China, Bolivia, Iran, Irak, India, Pakistan, Vietnam, hingga Afrika Selatan.
Guru Besar UI: RI Ngekor ke AS dkk
Sikap Indonesia yang menyetujui resolusi PBB mengenai invasi Rusia itu dikomentari oleh guru besar hukum internasional UI, Hikmahanto Juwana. Hikmahanto menyayangkan keputusan ini.
"Patut disayangkan posisi yang diambil oleh Indonesia karena empat alasan," jelas Hikmahanto dalam keterangannya, Kamis (3/3).
Alasan pertama, Hikmahanto merasa seolah-olah Indonesia berada dalam posisi sebagai hakim terkait serangan Rusia. Hikmahanto menyebut, secara tak langsung, Indonesia menentukan tindakan invasi Rusia sebagai salah.
"Padahal dua negara yang berseteru pasti memiliki justifikasi berdasarkan Piagam PBB dan hukum internasional. Satu hal yang pasti Rusia tidak akan menyatakan dirinya melakukan perang agresi atau serangan terhadap integritas wilayah negara lain," kata Hikmahanto.
Simak video 'Moldova Desak Rusia Hentikan Penyerangan ke Ukraina':
[Gambas:Video 20detik]
Simak berita selengkapnya pada halaman berikut.
Hal tersebut dikarenakan perang agresi pasca-Perang Dunia II dilarang. Hikmahanto menyebut perang hanya boleh bila dimandatkan oleh PBB atau dalam rangka membela diri.
"Kedua, dengan posisi mendukung berarti Indonesia hanya mengekor AS dan kawan-kawan (dkk). Sebagai negara yang menjalankan kebijakan politik luar negeri yang bebas aktif seharusnya Indonesia menjaga jarak yang sama dalam perseteruan antara Ukraina dan Rusia," imbuh Hikmahanto.
Hikmahanto mengatakan Indonesia tidak perlu melibatkan diri dalam pertikaian dua negara layaknya AS dkk, yang cenderung berpihak pada Ukraina.
"Ketiga, Indonesia seolah melupakan sejarah yang pernah dialami di masa lalu. Di masa lalu Indonesia pernah pada posisi seperti Rusia terkait status Timor Timur (Timtim)," tuturnya.
Saat itu, jelas Hikmahanto, narasi yang digunakan oleh Indonesia adalah rakyat Timtim berkeinginan bergabung ke Indonesia. Namun oleh AS dkk dihakimi sebagai tindakan aneksasi.
"Terakhir, posisi yang diambil oleh perwakilan Indonesia di PBB tidak sesuai dengan arahan dari Presiden," jelas Hikmahanto.
Kemlu Menepis
Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI menepis anggapan tersebut. Kemlu mengatakan Indonesia tiak ikut-ikutan dengan AS dan kawan-kawan.
"Jadi istilahnya ikut-ikutan AS itu tidak, karena kita tidak terima jadi resolusinya, karena kita ikut dalam proses penyusunannya. Jadi kepentingan Indonesia, posisi Indonesia, masuk dalam resolusi itu. Itu yang penting diketahui," kata juru bicara (jubir) Kemlu RI Teuku Faizasyah saat dimintai konfirmasi, Kamis (3/3).
Faizasyah menjelaskan, sejak awal, RI aktif menyuarakan masukan melalui Majelis Umum PBB, sekalipun RI bukanlah anggota tetap Dewan Keamanan PBB.
Kendati demikian, melalui Majelis Umum PBB itu, setiap negara memiliki hak suara yang sama sehingga dapat berkontribusi dalam penyusunan draf resolusi.
"Jadi, dalam proses tersebut, Indonesia ikut memberikan masukan-masukan. Jadi kita tidak hanya, kalau disebut Prof Hik, ikut-ikutan Amerika, tidak. Karena justru kita menjadi bagian dari proses merumuskan satu resolusi yang mencerminkan kepentingan Indonesia juga," jelas Faizasyah.
Salah satu yang ditekankan RI saat itu, kata dia, negara-negara harus menghormati kedaulatan dan integritas teritorial serta mendorong proses perdamaian. Usulan ini pun berhasil diadopsi ke dalam resolusi.
Hal inilah yang menjadi alasan RI menyetujui resolusi PBB.
"Akhirnya rumusan yang disampaikan disetujui, menjadi bagian dari draf resolusi dan saat diadopsi RI mendukung," ujarnya.
"Jadi yang penting kita perjuangkan nilai-nilai penting, dan ini sudah masuk. Itu tidak mudah, jadi banyak negara besar yang ikut proses itu dan kita bisa memasukkan posisi Indonesia," sambungnya.
AS Ucapkan Terima Kasih ke RI
Wamenlu Amerika Serikat Wendy Sherman telah berbicara melalui telepon dengan Menteri Luar Negeri (Menlu) Indonesia Retno Marsudi terkait invasi Rusia ke Ukraina.
Dalam pernyataan juru bicara Departemen Luar Negeri (Deplu) AS, Ned Price seperti disampaikan dalam rilis pers Kedutaan Besar AS di Jakarta, Kamis (3/3), disebutkan bahwa dalam percakapan via telepon itu, Wamenlu Sherman mengutuk serangan Rusia yang direncanakan, tidak beralasan, dan tidak dibenarkan terhadap Ukraina.
Wamenlu AS tersebut juga berterima kasih kepada pemerintah Indonesia karena turut mensponsori resolusi Majelis Umum PBB tentang Ukraina.
Tanggapan Legislator
Anggota DPR dari Komisi I turut menanggapi sikap Indonesia mengenai resolusi Perserikatan Bangsa Bangsa ini. Ketua Komisi I DPR RI Meutya Viada Hafid menilai sikap Indonesia sudah tepat terkait invasi Rusia ke Ukraina.
"Sudah tepat. Konsisten dengan semangat RI yang dicetuskan wapres RI Moh Hatta pada 1949, bahwa politik luar negeri Indonesia adalah bebas aktif," kata Meutya saat dihubungi, Kamis (3/3).
Meutya mengatakan sikap Indonesia menyetujui resolusi PBB juga sudah sesuai dengan UUD 1945 yang menegaskan soal ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Karena itu, kata dia, persetujuan Indonesia sudah sesuai konstitusi negara.
"Jadi persetujuan Indonesia terhadap resolusi PBB itu memang sudah sesuai koridor dengan konstitusi negara, semangat pendiri negara, dan sesuai dengan karakteristik Indonesia sebagai masyarakat dunia yang cinta damai," ucapnya.
Sementara itu, Anggota Komisi I DPR Fraksi PDIP Irine Yusiana Roba Putri menekankan sikap Indonesia menyetujui resolusi PBB bukan mengekor negara lain.
"Sikap Indonesia tersebut sudah sesuai dengan prinsip hukum internasional dan kepentingan kemanusiaan, bukan soal memihak atau 'mengekor' negara lain," kata Irine saat dihubungi, Kamis (3/3).
Irine mengatakan sikap Indonesia atas invasi militer Rusia di Ukraina dilatari kepentingan yang lebih besar. Dia meyakini ada pertimbangan kedaulatan dan kemanusiaan terkait keputusan tersebut.
"Sikap Indonesia dan 140 negara lainnya dilatari oleh kepentingan yang lebih besar tersebut, bukan sekadar sikap politik luar negeri terhadap konflik negara lain. Ada pertimbangan kedaulatan wilayah dan kemanusiaan di sana," kata Irine.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini