Sejarawan: Nama Soeharto Muncul 48 Kali di Naskah Akademik Keppres 1 Maret

Sejarawan: Nama Soeharto Muncul 48 Kali di Naskah Akademik Keppres 1 Maret

Rakhmad Hidayatulloh Permana - detikNews
Kamis, 03 Mar 2022 17:32 WIB
Sejarawan dari Universitas Gajah Mada, Sri Margana dalam seminar serangan umum 1 Maret (Dok. Pemprov DIY)
Sejarawan dari Universitas Gadjah Mada, Sri Margana (paling kanan), dalam seminar Serangan Umum 1 Maret (Foto: dok. Pemprov DIY)
Jakarta -

Langkah pemerintah tidak mencantumkan peran Presiden ke-2 Soeharto saat Serangan Umum 1 Maret 1949 dalam Keppres 2/2022 jadi kontroversi. Meski tak ada di Keppres, nama Soeharto disebut ada di naskah akademik.

Naskah akademik yang dimaksud sempat ditunjukkan oleh Menko Polhukam Mahfud Md. Naskah akademik peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949 itu disusun oleh Pemprov DIY dengan sejumlah ahli. Sejarawan dari Universitas Gadjah Mada, Sri Margana, menjadi salah satu tenaga ahli penyusun naskah akademik ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sri Margana justru mempertanyakan mengapa nama Soeharto harus ada dalam Keppres 2/2022. Menurutnya, langkah pemerintah dan Mahfud Md memberi penjelasan sudah tepat.

ADVERTISEMENT

"Pak Mahfud Md sudah benar (tidak mencantumkan nama Soeharto di Keppres)," kata Margana saat dihubungi, Kamis (3/3/2022).

Dia menjelaskan ada ribuan pelaku sejarah dalam peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949 itu. Ratusan pemimpinnya tercatat dalam naskah akademik ini. Tak terkecuali Soeharto.

"Ada ribuan pelaku sejarah yang terlibat dalam peristiwa itu dan ratusan pemimpin utama yang dalam naskah akademik telah disebut sesuai dengan porsinya masing-masing. Tidak ada satu tokoh pun dalam sejarah yang memiliki peran penting dalam peristiwa-peristiwa itu yang dihapuskan, termasuk Letkol Suharto yang ditunjuk memimpin Serangan Umum di pusat kota. Naskah ini justru menempatkan tokoh-tokoh penting yang dalam historiografi di masa lalu dihilangkan atau direduksi perannya," ujar Margana.

"Nama Letkol Soeharto di naskah akademik itu bahkan disebut sampai 48 kali," tambahnya.

Dia menegaskan Keppres bukanlah historiografi. Keppres dalam hal ini disusun dengan bahasa administratif.

"Keppres bukanlah historiografi. Keppres disusun dalam bahasa administratif, ringkas, namun representatif. Fungsinya lebih sebagai keputusan penetapan 'Hari Penegakan Kedaulatan Negara' sebagai event nasional untuk membangun nasionalisme dan semangat mengisi kemerdekaan dan bukan legitimasi historiografi," tuturnya.

Simak juga 'Sultan HB X Ungkap Fakta: Serangan Umum Jogja Harusnya 28 Februari':

[Gambas:Video 20detik]



Penjelasan Mahfud Md

Sebelumnya, Menko Polhukam Mahfud Md menjelaskan alasan mengapa nama Soeharto tak masuk dalam keppres tersebut. Mahfud menjelaskan keppres ini bukan sejarah. Karena itu, keppres ini tidak menyebutkan banyak nama.

"Kenapa dalam keppres tersebut tidak ada nama Soeharto. Ini adalah keputusan presiden tentang titik krusial terjadinya peristiwa, yaitu hari yang sangat penting. Ini bukan buku sejarah. Kalau buku sejarah, tentu menyebutkan nama orang yang banyak, ini hanya menyebutkan bahwa hari itu adalah hari penegakan kedaulatan negara," kata Mahfud dalam keterangan persnya, Kamis (3/3/2022).

Mahfud menegaskan yang disebut dalam Keppres hanya pimpinan negara, yakni Presiden dan jajarannya. Untuk diketahui, saat serangan itu terjadi Soeharto menjabat sebagai Komandan Wehrkreise III berpangkat letnan kolonel.

"Dan yang disebut itu hanya pimpinan negara, Presiden dan Wakil Presiden, kemudian Menhan Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan kemudian Panglima Jenderal Soedirman sebagai penggerak," ungkapnya.

Bukan hanya Soeharto yang namanya tidak disebut dalam keppres itu. Sejumlah nama pelaku sejarah, seperti Jenderal Nasution hingga Jenderal Kawilarang, juga tidak ada dalam keppres tersebut.

"Yang lain tidak disebutkan, Pak Harto tidak disebutkan dalam keppres tersebut. Pak Nasution, Pak Kawilarang, Pak Oerip Soemohardjo tidak disebutkan," ungkapnya.

Namun Mahfud menegaskan nama-nama pelaku sejarah Serangan Umum 1 Maret 1949 ini tidak hilang. Nama-nama mereka, termasuk Soeharto, ada dalam buku naskah akademik Serangan Umum 1 Maret 1949.

"Ini tidak hilang jejak sejarah. Ini ada buku naskah akademik Serangan Umum 1 Maret 1949 sebagai Hari Penegakan Kedaulatan Negara. Ini hasil seminar yang dibuat oleh Pemda DIY, UGM, dan pemerintah daerah yang di Indonesia, menyebut nama Soeharto banyak. Tetapi tidak perlu disebut dalam Keppres. Karena penggagas, pengarah, serta pelaksananya adalah Panglima Jenderal Soedirman atas kebijakan Menhan Sri Sultan Hamengkubuwono IX," tegasnya.

Polemik Keppres Hari Penegakan Kedaulatan Negara

Seperti dilansir dari situs Sekretariat Negara, Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Hari Penegakan Kedaulatan Negara resmi diterbitkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Keppres tersebut mengatur terkait Hari Penegakan Kedaulatan Negara.

Pada diktum kesatu dan kedua Keppres tersebut dinyatakan Hari Penegakan Kedaulatan Negara jatuh pada 1 Maret dan bukan merupakan hari libur. Dalam keppres tersebut juga dijelaskan alasan 1 Maret sebagai Hari Penegakan Kedaulatan Negara.

Pada poin c pertimbangan Keppres terdapat pembahasan berkaitan dengan sejarah serangan umum 1 Maret 1949. Pada poin itu memang tidak tercantum nama Soeharto.

"Bahwa peristiwa Serangan Umum I Maret 1949 yang digagas oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan diperintahkan oleh Panglima Besar Jenderal soedirman serta disetujui dan digerakkan oleh presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta dan didukung oleh Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, laskar-laskar perjuangan rakyat, dan segenap komponen bangsa Indonesia lainnya, merupakan bagian penting dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia yang mampu menegakkan kembali eksistensi dan kedaulatan Negara Indonesia di dunia internasional serta telah berhasil menyatukan kembali kesadaran dan semangat persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia," bunyi poin c pertimbangan Keppres Hari Penegakan Kedaulatan Negara.

Halaman 2 dari 2
(rdp/imk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads