Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon turut buka suara terkait Keputusan Presiden Republik Indonesia yang tidak mencantumkan nama mantan Presiden ke-2 RI Soeharto dalam peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949. Fadli Zon menilai peran Soeharto besar dalam peristiwa tersebut.
"Pak Harto orang kepercayaan Jenderal Sudirman. Perannya dalam Serangan Umum 1 Maret 1949 sangat besar dan vital," kata Fadli Zon seperti dalam cuitannya yang sudah diizinkan untuk dikutip, Kamis (3/3/2022).
Lebih lanjut, Fadli Zon menyebut banyak pihak lupa terkait peristiwa tersebut. Dia menyebut saat itu Indonesia berada di bawah Pemerintah Darurat RI yang dipimpin oleh Sjafroeddin Prawiranegara.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Yang orang lupa, waktu itu negara di tangan Pemerintah Darurat RI (PDRI) di bawah Sjafroeddin Prawiranegara dengan Ibu Kota di Bukittinggi," ucapnya.
Anggota Komisi I DPR ini juga menyebut peristiwa tersebut sebagai strategi menunjukkan bahwa Indonesia masih ada saat itu. "Ini strategi tunjukkan pada dunia RI masih ada," imbuhnya.
Lebih lanjut, Fadli Zon pun mendesak agar pemerintah mengoreksi keppres yang sudah diteken Jokowi tersebut. Menurutnya, Setneg seharusnya lebih cermat memberi masukan kepada Jokowi.
"Keppres itu harus dikoreksi. Setneg harusnya lebih cermat dalam memberi masukan kepada Presiden. Jelas besar sekali peran Pak Harto (Soeharto) sebagai pelaksana Serangan Umum 1 Maret. Meskipun ide dari Sri Sultan HB IX," tegasnya.
"Karena waktu itu masa Pemerintahan Darurat RI (PDRI) dengan ibu kota di Bukittinggi. Soekarno-Hatta ditawan di Menumbing, Bangka. Jadi kekuasaan negara di bawah Mr Sjafroeddin Prawiranegara. Pak Dirman (Jenderal Soedirman) tunduk pada PDRI. Pak Harto adalah orang kepercayaan Pak Dirman," lanjut dia.
Simak selengkapnya pernyataan Mahfud Md di halaman berikutnya.
Saksikan juga 'Sultan HB X Ungkap Fakta: Serangan Umum Jogja Harusnya 28 Februari':
Mahfud Beri Penjelasan
Untuk diketahui, Keputusan Presiden RI 2/2022 soal Penegakan Kedaulatan Negara ramai dibahas lantaran tidak mencantumkan nama Presiden ke-2 Soeharto terkait peristiwa serangan umum 1 Maret 1949. Menko Polhukam Mahfud Md memastikan keppres yang diteken Presiden Joko Widodo tersebut tak menghilangkan nama Soeharto dari sejarah.
Pada poin c pertimbangan Keppres terdapat pembahasan berkaitan dengan sejarah Serangan Umum 1 Maret 1949. Pada poin itu memang tidak tercantum nama Soeharto.
"Bahwa peristiwa Serangan Umum I Maret 1949 yang digagas oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan diperintahkan oleh Panglima Besar Jenderal Soedirman serta disetujui dan digerakkan oleh Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta dan didukung oleh Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, laskar-laskar perjuangan rakyat, dan segenap komponen bangsa Indonesia lainnya, merupakan bagian penting dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia yang mampu menegakkan kembali eksistensi dan kedaulatan Negara Indonesia di dunia internasional serta telah berhasil menyatukan kembali kesadaran dan semangat persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia," bunyi poin c pertimbangan Keppres Hari Penegakan Kedaulatan Negara.
Hal tersebut pun lantas ramai dibahas oleh publik. Menko Polhukam Mahfud Md pun buka suara terkait persoalan tersebut. Dia menyampaikan keppres tersebut tidak menghilangkan nama Soeharto dari sejarah Serangan Umum 1 Maret 1949.
"Kepres tersebut bukan buku sejarah, tapi penetapan atas 1 titik krusial sejarah. Kepres tersebut tidak menghilangkan nama Soeharto dan lain-lain dalam SU 1 Maret 1949," kata Mahfud seperti dikutip detikcom dari akun Twitternya @mohmahfudmd, Kamis (3/3/2022). Cuitan Mahfud Md telah disesuaikan dengan ejaan yang berlaku.
Mahfud memastikan nama Soeharto tetap disebutkan berkaitan dengan peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949. Menurutnya, nama Soeharto tercantum dalam naskah akademik Keppres.
"Nama dan peran Soeharto disebutkan di Naskah Akademik Kepres yang sumbernya komprehensif," ucap Mahfud.
"Di dalam konsiderans ditulis nama HB IX, Soekarno, Hatta, Sudirman sebagai penggagas dan penggerak. Peran Soeharto, Nasution, dan lain-lain ditulis lengkap di Naskah Akademik. Sama dengan naskah Proklamasi 1945, hanya menyebut Soekarno-Hatta dari puluhan founding parents lainnya," tambahnya.