Warga Perumahan Rorotan Kirana Legacy beserta masyarakat sekitar Rorotan, Jakarta Utara (Jakut), menolak pembangunan Fasilitas Pengolahan Sampah Antara (FPSA). Warga menilai pembangunan FPSA akan berdampak bagi kesehatan hingga psikologis mereka.
Pantauan detikcom di lokasi, Rabu (23/2/2022), spanduk dengan tulisan 'Menolak dengan Tegas Rencana Pembangunan Fasilitas FPSA' membentang di pintu masuk perumahan. Selain itu, ada spanduk petisi penolakan yang sudah ditandatangani oleh beberapa warga sekitar.
Untuk diketahui, rencananya FPSA yang memiliki luas 7 hektare akan dibangun di lahan kosong perbatasan antara pemukiman warga dan perumahan Rorotan Kirana Legacy. Perwakilan koalisi masyarakat, Alamsyah, mengatakan warga menolak pembangunan karena merasa haknya diambil.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Alamsyah menuturkan sebelumnya lahan kosong tersebut rencananya akan dibangun fasilitas penunjang masyarakat seperti pasar modern dan sekolah. Namun, kata Alamsyah, ada pindah tangan kepemilikan yang kini menjadi milik Sarana Jaya dan rencana pembangunan sekolah serta pasar modern berubah menjadi tempat pengelolaan sampah.
"Tadinya peruntukannya support system perumahan kita seperti pasar dan lainnya itu berubah. Jadi ada perubahan pemilikan merubah perubahan peruntukan," kata Alamsyah kepada detikcom.
"Awalnya di situ akan dibangun Global Mandiri School, Pasar Modern dan masjid raya. Berubah jadi pabrik, kita kecewa dong. Yang paling kecewa lagi pabrik sampah. Sudah gitu ternyata ada proses pembakaran," imbuhnya.
Jika dilihat dari sistem zonasi, menurut Alamsyah, pembangunan FPSA di dekat permukiman warga Rorotan sudah melanggar aturan. Alamsyah menyebut FPSA yang harusnya dibangun di zona abu-abu.
"Terkait dengan zonasi itu kaitannya dengan Perda di DKI Jakarta. Jadi untuk wilayah sekitar sini itu zona kuning, di mana zona kuning itu untuk pemukiman penduduk. Area yang direncanakan dibangun FPSA itu memakan area zona pemukiman. Ini yang sebenarnya secara kaidah aspek hukum ini melanggar," jelas dia.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.
Alamsyah menambahkan pembangunan FPSA yang berdampingan dengan pemukiman jika dipaksakan akan berdampak terhadap berbagai hal, salah satunya kesehatan warga. Dia menyebut, permasalahan seperti polusi hingga stunting akan muncul.
"Dampak Kesehatan polusi suara, udara, air, debu, zat kimia, hama, tikus, lalat, belatung, kecoak, dan sebagainya, virus, bakteri dan penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan kematian dini, penurunan kecerdasan anak, stunting, serta penyakit jangka panjang lainnya seperti kanker, autoimun" kata dia.
Selain itu, dia juga menyebut proses pembakaran sampah akan langsung dirasakan dampak nya oleh warga sekitar. Terlebih antara pabrik dan pemukiman warga hanya berjarak satu meter.
"Di sini pakai konsep teknologi (pembakaran) yang suhu minimalnya itu 850 derajat. Untuk informasi jarak ke perumahan kami nggak nyampai 30 meter. Baru ke pemukiman warga, saya lihat hanya satu meter dari rumah penduduk, mepet banget. Bayangkan suhu 850 derajat dengan jarak 1 meter. Saya kan orang pabrik juga, sehebat hebatnya isolator, nembus itu," ungkapnya.
Alamsyah menuturkan dalam paparan publik yang dilaksanakan warga dan konsultan pada, Selasa (15/2), disebutkan kapasitas per hari akan mencapai 1.700 ton sampah yang bersumber dari wilayah Selatan dan Timur Jakarta. Hal ini akan berdampak pada aspek lalu lintas dengan kuantitas truk yang lalu lalang di sekitar FPSA.
"Untuk informasi, kapasitas jalan di sini dalam kategori rutin macet. Truk sampah berapa yang akan lewat, itu di paparan publiknya 1.700 ton per hari, bagi truk berapa, kalau dikonversi itu 30 sampai 50 truk per hari," kata dia.
Alamsyah juga mengatakan pembangunan FPSA akan berdampak pada aspek lain mulai dari aspek ekonomi yang menyebabkan nilai aset turun, aspek sosial budaya, kenyamanan dan ketertiban, estetika hingga psikologis warga sekitar.
Lebih lanjut, Alamsyah mengatakan sebelumnya pihaknya sudah melakukan audiensi dengan pihak konsultan. Namun, ketika ditanya terkait teknis pembangunan, mereka enggan menjawab.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.
"Terkait apa yang menjadi persyaratan pendirian, dia bilang aspek Amdal menyangkut HAM sosial budaya dan lain. Langsung saya tanya, kalau secara hukum kan berarti menyangkut HAM, kalau kami merasa hak kami diambil bagaimana. Dia tidak berani jawab katanya belum kewenangan dia. Lah tadi bilangnya kajian hukum," ujarnya.
Alamsyah mengatakan, ke depan pihaknya akan kembali melakukan audiensi dengan pihak terkait.
"Pastinya akan komunikasi dengan semua pihak terkait. Nah kalau ini, kan semikomersil karena ada tiga pihak, pihak investor dalam hal ini pemda, pihak pengusaha dalam hal ini Sarana Jaya, dan pihak konsultan," katanya.
Lebih lanjut, Alamsyah berharap pembangunan FPSA bisa dihentikan. Jika terus dilanjutkan, kata Dia, pihaknya kemudian akan menempuh jalur hukum untuk menyelesaikan hal tersebut.
"Harapannya pastinya idealnya tidak jadi didirikan di sekitar sini. (Akan ditempuh) semua langkah, hukum, politik, media, apapun itu," pungkasnya.