Jakarta -
Pementasan wayang dengan salah satu tokoh menggunakan peci dan berjenggot yang dikaitkan dengan Ustaz Khalid Basalamah di Ponpes Ora Aji, Sleman, asuhan Gus Miftah Maulana Habiburrohman menuai kontroversi. Ternyata, dalam pementasan itu, Gus Miftah tampil dan memerikan pernyataan di tengah-tengah pertunjukan.
Dilansir detikJateng, Selasa (22/2/2022), pentas wayang itu mengambil lakon 'Begawan Lomana Mertobat'. Pertunjukan sepanjang 4 jam 16 menit itu dijalankan oleh dua dalang secara bergantian. detikJateng mendapatkan rekaman utuh pertunjukan wayang yang digelar pada Jumat (18/2) itu.
Pada bagian awal dijalankan oleh dalang Ki Warseno Slenk. Di bagian akhir, digantikan oleh dalang lain.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pentas itu juga dihadiri oleh banyak dalang Solo, Klaten, dan Yogyakarta. Tampil juga sejumlah komedian Yogyakarta, di antaranya Yati Pesek, Aldo Iwak Kebo, Alit Jabang Bayi, dan Wisky.
Pada sesi tampilnya tokoh Cangik-Limbuk, Gus Miftah tampil di atas panggung bersama Yati Pesek. Pada kesempatan itu, Gus Miftah sempat mengungkapkan bahwa acara tersebut digelar spontan setelah sebelumnya Ki Warseno Slenk dan Yati Pesek menghubunginya bahwa para seniman ingin berkumpul di pesantrennya.
Gus Miftah kemudian mengungkapkan bahwa agama akan indah dengan budaya yang bagus. Dia pun mencontohkan dulu Walisongo membangun masjid di pinggir alun-alun, yang merupakan tempat kumpul banyak orang. Masjid lalu diberi gamelan sehingga, jika dibunyikan, orang akan datang berkumpul.
"Dalang berjasa berperan menjaga tradisi, menjaga tradisi budaya maupun budaya agama. Wayang itu menjadi bagian dari syiar," demikian ujarnya.
Simak Video 'Pembelaan Kala Pentas Wayang di Ponpes Gus Miftah Dikritik':
[Gambas:Video 20detik]
Pernyataan Gus Miftah
Sebelum menutup pidatonya, Gus Miftah membacakan pernyataan yang dibacanya dari layar handphone. Berikut pernyataan lengkap itu:
Bismillahirahmanirahim...
Sigra milir sang gethek sinangga bajul.
Wah, Begitu pandai iblis itu menyematkan imamah dan jubah dengan warga putih, seakan begitu suci tanpa noda dengan menghitamkan yang lainnya.
Haruskah kuda lumping diganti dengan unta lumping dan haruskah gamelan diganti dengan rebana. Pohon kelapa diganti dengan pohon kurma dan haruskah nama Nabi Sulaiman diganti karena mirip kata-kata Jawa.
Betapa luas iblis itu menghamparkan hijab karena kekerdilan otaknya hingga menutupi sinar matahari junjungan kita, sebagai Nabi alam semesta, bukan Nabi orang Arab saja.
Haruskah wayang diganti film-film tentang cerita agama produk asing yang membiayai setiap jengkal pergerakan dan pemberontakan atas nama agama.
Kamu siapa? Aku tahu jenggotmu panjang, tapi belum tua. Wajar tak tahu budaya dan tak tahu tata krama.
Bagiku lebih nyaman dengan blangkon atau iket dari taplak meja sebagai penutup kelapa wujud kerendahan hati dan tawadukan belaka.
Karena jubah, imamah dan jenggot panjang adalah penampilan bendara (tuan) atau raja, sedang aku hanyalah hamba jelata tak pantas dengan pakaian bendara atau raja.
Karena pintu surga kini hanya tersisa dan terbuka bagi yang rendah dan tawaduk hatinya.
Sigra milir sang gethek sinangga bajul.
Setelah Gus Miftah membacakan pernyataan itu, hadirin bertepuk tangan. Gus Miftah pun mengatakan pernyataannya itu akan ramai dibahas.
"Ini besok mesti ramai dan mesthi kula (pasti saya) di-bully," ujarnya.
Simak berita selengkapnya di sini.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini