Kejaksaan Agung (Kejagung) RI menyerahkan enam tersangka beserta berkas dan barang bukti kasus dugaan korupsi pengelolaan keuangan Perusahaan Umum Perikanan Indonesia (Perum Perindo) 2016-2019 ke Kejaksaan Negeri Jakarta Utara. Salah satu tersangka ialah mantan Dirut Perum Perindo Syahril Japarin (SJ).
"Tim Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung, telah melakukan serah terima tanggung jawab tersangka dan barang bukti (Tahap II) atas enam berkas perkara tersangka dalam perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan dan Usaha Perusahaan Umum Perikanan Indonesia (Perum Perindo) Tahun 2016-2019 kepada Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Jakarta Utara bertempat di Kantor Kejaksaan Negeri Jakarta Utara," kata Kapuspenkum Kejaksaan Agung RI Leonard Eben Ezer Simanjuntak, Rabu (16/2/2022).
Keenam tersangka itu ialah IG selaku pihak swasta, LS selaku Direktur PT Kemilau Bintang Timur, NMB selaku Direktur PT Prima Pangan Madani, RU selaku Direktur Utama PT Global Prima Santosa, SJ selaku Mantan Direktur Utama Perum Perikanan Indonesia Periode 2016-2017 dan WP selaku Karyawan BUMN/Mantan Vice President Perdagangan, Penangkapan dan Pengelolaan Perum Perindo.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dalam pelaksanaan penyerahan tanggung jawab tersangka dan barang bukti (Tahap II), terhadap enam orang tersangka dilakukan penahanan," ucapnya.
Leonard mengatakan jaksa penuntut umum akan menyiapkan surat dakwaan kepada keenam tersangka tersebut. Selanjutnya, berkas perkara keenamnya aka diserahkan ke Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat untuk diadili.
"Setelah serah terima Tanggung Jawab dan Barang Bukti di atas, Tim Jaksa Penuntut Umum akan segera mempersiapkan surat dakwaan untuk kelengkapan pelimpahan keenam berkas perkara tersebut di atas ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat," ujarnya.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.
Leonard mengatakan awalnya penerbitan MTN itu dilakukan bertujuan untuk pembiayaan di bidang perikanan tangkap. Namun faktanya, penggunaan dana MTN Seri A dan seri B tidak sesuai peruntukkan sebagaimana prospek atau tujuan penerbitan MTN seri A dan seri B.
MTN seri A dan seri B sebagaimana maksud sebagian besar digunakan untuk bisnis perdagangan ikan yang dikelola oleh Divisi Penangkapan, Perdagangan dan Pengolahan Ikan atau Strategy Business Unit (SBU) Fish Trade and Processing (FTP) yang dipimpin oleh WP.
Pada Desember 2017, Direktur Utama Perindo berganti kepada RS yang mana pada periode sebelumnya RS merupakan Direktur Operasional Perum Perindo. RS disebut mengadakan rapat dan pertemuan dengan Divisi Penangkapan, Perdagangan dan Pengolahan (P3) Ikan atau Strategy Bussines Unit (SBU) Fish Trade and Processing (FTP) yang diikuti juga oleh IP sebagai Advisor Divisi P3 untuk membahas pengembangan bisnis Perum Perindo menggunakan dana MTN seri A dan seri B serta kredit dari bank.
Dia menyebut ada beberapa perusahaan dan perseorangan yang direkomendasikan oleh IP kepada Perindo untuk bekerja sama, yaitu PT Global Prima Santosa (GPS), PT Kemilau Bintang Timur (KBT), S/TK dan RP. Selain beberapa pihak yang dibawa oleh IP, ada beberapa pihak lain yang kemudian menjalin kerja sama dengan Perindo untuk bisnis perdagangan ikan, di antaranya PT Etmico Makmur Abadi, PT SIG Asia, Dewa Putu Djunaedi, CV Ken Jaya Perkara, CV Tuna Kieraha Utama, Law Aguan, Pramudji Candra, PT Prima Pangan Madani, PT Lestari Sukses Makmur, PT Tri Dharma Perkasa.
Metode yang digunakan dalam bisnis perdagangan ikan tersebut adalah metode jual-beli ikan putus. Dalam penunjukan mitra bisnis perdagangan ikan tersebut di atas, Perindo melalui Divisi P3/SBU FTP tidak ada melakukan analisis usaha, rencana keuangan, dan proyeksi pengembangan usaha. Selain itu, dalam melaksanakan bisnis perdagangan ikan tersebut, beberapa pihak tidak dibuatkan perjanjian kerja sama, tidak ada berita acara serah-terima barang, tidak ada laporan jual-beli ikan, dan tidak ada dari pihak Perindo yang ditempatkan dalam penyerahan ikan dari supplier kepada mitra bisnis Perum Perindo.
Penyimpangan dalam metode penunjukan mitra bisnis perdagangan ikan oleh Perum Perindo menimbulkan verifikasi syarat pencairan dana bisnis yang tidak benar dan menimbulkan transaksi-transaksi fiktif yang dilakukan oleh mitra bisnis perdagangan ikan Perum Perindo. Kemudian transaksi-transaksi fiktif tersebut menjadi tunggakan pembayaran mitra bisnis perdagangan ikan kepada Perum Perindo kurang lebih sebesar Rp 149.000.000.000.
Proses penyidikan masih difokuskan kepada SBU Perdagangan Ikan, maka untuk SBU Penangkapan dan SBU Aquacultur penentuan perbuatan melawan hukum dan penentuan pertanggungjawaban hukum dilakukan seiring dengan penyidikan lanjutan. Saat ini sedang dilakukan penghitungan kerugian negara oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Akibat perbuatannya, para tersangka disangkakan Pasal 2 atau Pasal 3 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.