Polda Metro Jaya hari ini menerbitkan buku panduan dan bimbingan SOP penanganan kasus kekerasan perempuan dan anak. Buku itu bakal digunakan penyidik sebagai pedoman dalam menangani kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran mengatakan persoalan kekerasan terhadap perempuan dan anak merupakan kasus yang kompleks dan sensitif. Fadil menyadari banyak anggotanya yang kadang tidak sensitif dalam menangani kasus kekerasan terhadap perempuan.
"Saya sadari sepenuhnya masih banyak anggota polisi yang tidak paham bagaimana menghadapi korban kejahatan kekerasan terhadap perempuan dan anak. Mulai tahap pelaporan sampai tahap penyidikan," kata Fadil kepada wartawan, Selasa (15/2/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Fadil, penanganan yang tidak sensitif itu bakal merugikan perempuan yang menjadi korban. Selain itu, citra kepolisian ikut tercoreng oleh tindakan segelintir anggota yang tidak memiliki kepekaan terhadap persoalan kekerasan perempuan dan anak.
"Saya berharap dengan terbitnya buku ini kasus-kasus viktimisasi sekunder yang pernah terjadi di kepolisian dalam bentuk pengabaian laporan, kurang sensitif, pencarian barang bukti, tidak terulang. Mudah-mudahan (anggota) SPKT teman-teman saya yang hadir di sini memahami betul mengapa kejahatan terhadap perempuan dan anak itu perlu mendapat perlakuan khusus," jelas Fadil.
Fadil lalu berbicara tentang posisi perempuan dalam konstruksi masyarakat Indonesia. Menurutnya, secara struktural, posisi perempuan dianggap tidak setara dengan laki-laki.
Hal itu terkadang secara tidak langsung terbawa dalam penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan. Perempuan yang menjadi korban kekerasan justru mengalami proses tidak menyenangkan ketika membuat laporan di polisi.
Fadil berharap, lewat buku panduan yang telah disusun ini, stigma terhadap perempuan bisa berubah hingga penanganan kasus kekerasan yang menimpa perempuan dan anak bisa menjadi lebih baik.
"Dua aspek ini, kalau dipahami polisi, ini sudah luar biasa. Melakukan interaksi di satu sisi dia (perempuan korban kekerasan) berada di posisi yang lemah. Di sisi lain sebagai korban kejahatan secara primer dia mengalami kerugian dan traumatik," terang Fadil.
"Jadi ketika orang menjadi korban kejahatan, terviktimisasi secara primer pasti mengalami. Saya berharap terviktimisasi akibat berinteraksi dengan penegak hukum di kantor polisi itu tidak terjadi," tambahnya.
Mantan Kapolda Jatim ini pun sempat menyinggung soal kasus viral keluarga korban pencabulan di Bekasi yang sempat dicueki ketika membuat laporan. Fadil berharap peristiwa seperti itu tidak terulang kembali.
"Sehingga kasus-kasus yang terjadi Kabupaten Bekasi kemarin, disuruh pergi, disuruh visum sendiri. Narasi-narasi yang tidak pantas disampaikan ketika sedang berinteraksi itu bisa dipahami," terang Fadil.
Lebih lanjut dia menegaskan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak menjadi salah satu prioritas yang harus ditangani dengan baik. Untuk itu, dia meminta unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) diisi oleh anggota yang berkualitas dan memiliki wawasan dan kepekaan.
"Kita tidak boleh lagi menutup mata-menutup telinga terhadap hal ini. Kasus kekerasan dalam rumah tangga, kekerasan seksual, saya kira ini harus menjadi prioritas kita. Saya minta PPA bukan hanya sebagai pelengkap, PPA bukan orang-orang yang tidak memiliki kapasitas, PPA bukan hanya kuat di Polda. PPA bukan tempat orang-orang bermasalah dan sebagainya. Stigma-stigma itu harus dibuang jauh di Polda Metro Jaya," pungkas Fadil.
(ygs/isa)