KPK memanggil sopir mantan Dirjen Bina Keuangan Daerah (Keuda) Kemendagri M Ardian Noervianto, M Dani S, sebagai saksi. Namun M Dani mangkir tanpa konfirmasi.
"Muhammad Dani S (sopir Dirjen Bina Keuda Kemendagri) tidak hadir dan tanpa konfirmasi," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri kepada wartawan, Selasa (15/2/2022).
Ali mengimbau M Dani kooperatif. Pemanggilannya akan dijadwalkan ulang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"KPK mengingatkan yang bersangkutan untuk kooperatif hadir pada penjadwalan pemeriksaan berikutnya oleh tim penyidik," katanya.
Saksi itu juga dipanggil bersama saksi swasta, Yoyo Sumarjo, pada Senin (14/2) di gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan. Yoyo dimintai konfirmasi soal pertemuan M Ardian dengan tersangka Bupati Kolaka Timur (Koltim) nonaktif Andi Merya Nur (AMN) di beberapa tempat di Jakarta.
"Yoyo Sumarjo (swasta), yang bersangkutan hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan aktivitas tersangka MAN (M Ardian) dan dugaan adanya beberapa pertemuan tersangka MAN dengan tersangka AMN (Andi Merya) di beberapa tempat di Jakarta," katanya.
Dalam kasus ini, selain Ardian, KPK menjerat dua tersangka lain, yaitu Andi Merya Nur selaku Bupati Kolaka Timur periode 2021-2026 dan Laode M Syukur Akbar sebagai Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna. KPK menduga Laode M Syukur sebagai pihak yang mengenalkan Andi Merya dengan Ardian.
Awalnya, dalam perkara ini, Andi Merya meminta bantuan Ardian terkait permohonan pinjaman dana PEN sebesar Rp 350 miliar. Ardian pun meminta imbalan 3 persen dari nilai pengajuan, yaitu Rp 350 miliar yang apabila dihitung maka sekitar Rp 10,5 miliar. Namun, menurut KPK, suap itu baru terealisasi sekitar Rp 2 miliar.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.
"Sekitar Mei 2021, tersangka LMSA (Laode M Syukur Akbar) mempertemukan tersangka AMN (Andi Merya Nur) dengan tersangka MAN (M Ardian Noervianto) di kantor Kemendagri, Jakarta, dan tersangka AMN mengajukan permohonan pinjaman dana PEN sebesar Rp 350 miliar dan meminta agar tersangka MAN mengawal dan mendukung proses pengajuannya. Tersangka AMN memenuhi keinginan tersangka MAN, lalu mengirimkan uang sebagai tahapan awal sejumlah Rp 2 miliar ke rekening bank milik tersangka LMSA," ucap Deputi Penindakan KPK Karyoto, Kamis (27/1).
"Dari uang sejumlah Rp 2 miliar tersebut, diduga dilakukan pembagian di mana tersangka MAN menerima dalam bentuk mata uang dolar Singapura sebesar SGD 131.000 setara dengan Rp 1,5 miliar yang diberikan langsung di rumah kediaman pribadinya di Jakarta dan tersangka LMSA menerima sebesar Rp 500 juta," imbuhnya.
Karyoto menyebut Ardian pun memproses permohonan peminjaman dana PEN itu. Ardian membubuhkan paraf pada draf final surat Menteri Dalam Negeri ke Menteri Keuangan.
Andi Merya pun dijerat sebagai pemberi suap dengan sangkaan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (selanjutnya disebut UU Tipikor). Sedangkan Ardian dan Laode dijerat Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.