Tinjau Desa Wadas Usai Insiden, Ini Sederet Temuan Komisi III DPR

Matius Alfons - detikNews
Jumat, 11 Feb 2022 16:21 WIB
Momen saat Komisi III DPR bertemu dengan warga Wadas. (Rinto Heksantoro/detikJateng)
Jakarta -

Komisi III DPR RI beberapa hari ini melakukan kunjungan kerja ke Desa Wadas, Purworejo, Jawa Tengah (Jateng). Komisi III DPR menemukan sejumlah fakta dari kunjungan ke Desa Wadas, di antaranya soal tersumbatnya ruang dialog dan adanya tindak kekerasan dari aparat.

"Nah ada beberapa hal yang kita dapatkan. Pertama kita melihat bahwa sebenarnya seluruh masyarakat Desa Wadas ini menjadi korban, korban akibat tersumbatnya ruang dialog ketika mereka dihadapkan pada pilihan untuk bersedia atau tidak bersedia tanahnya untuk dijadikan tambang batu sebagai bahan baku pembangunan bendungan," kata anggota Komisi III DPR, Taufik Basar, saat dimintai konfirmasi soal kunjungan ke Desa Wadas, Jumat (11/2/2022).

"Jadi Desa Wadas bukan tempat yang akan digenangi bendungan, bukan, bukan tempat yang akan dibangun bendungannya. Tetapi tempat bahan baku untuk membangun bendungan tersebut," imbuh Taufik.

Taufik lalu menjelaskan alasan menyebut warga Desa Wadas korban. Menurutnya, warga Wadas kini menjadi terbelah karena dihadapkan pada pilihan menerima atau tidak desa mereka dijadikan tambang bahan baku pembangunan Bendungan Bener.

"Kenapa mereka semua korban? Karena dengan kondisi seperti ini mereka terbelah, yang dulu mereka hidup guyub, penuh kekeluargaan, mereka harus ada dalam pilihan-pilihan berbeda," sebut Taufik.

Taufik menyebut situasi di Desa Wadas ini diperparah lantaran pendekatan yang dipakai bukan pendekatan dialog. Akibatnya, sebut politisi yang kerap dipanggil Tobas itu, sempat muncul pikiran di masyarakat bahwa yang menolak pembangunan bendungan tidak bersikap NKRI.

"Situasi ini semakin diperparah dengan kejadian peristiwa tanggal 8 (Februari) kemarin, karena ketika ada keinginan untuk melakukan pengukuran, pendekatan yang dipakai sayangnya bukan pendekatan dialogis. Nah kenapa semakin parah? Karena juga ternyata di antara masyarakat juga terbangun stigma masing-masing," papar Tobas.

"Ini contoh, waktu kita datangi masyarakat yang setuju untuk menjual tanah, waktu mereka memperkenalkan diri mereka menyebut diri 'kami masyarakat yang setuju, masyarakat yang NKRI', gitu kan. Kita langsung luruskan, 'kita semua NKRI, baik yang setuju atau yang tidak setuju NKRI semua, jangan begitu', kita bilang gitu," sambung dia.

Simak selengkapnya soal kekerasan di halaman berikutnya.

Saksikan Video 'Bupati Purworejo Minta Pihak Luar Tak Perkeruh Situasi di Wadas':






(maa/zak)

Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork