Wakil Ketua MPR, Hidayat Nur Wahid (HNW) mendukung upaya tokoh bangsa yang mengajukan permohonan uji materi UU Ibu Kota Negara (UU IKN) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Ia juga mendukung langkah yang diambil sebagian masyarakat dalam menggunakan petisi menolak pemindahan ibu kota.
Ia pun berharap para hakim MK dapat menggunakan jiwa kenegarawanannya dengan mengabulkan permohonan tersebut. Sebab, menurutnya, salah satu syarat yang dimiliki hakim MK adalah negarawan.
"Dan saya berharap sembilan hakim MK yang ada sekarang akan memaksimalkan sifat kenegarawanan tersebut. Sehingga hakim MK terbebas dari kepentingan ataupun pressure politik, dan mengadili perkara tersebut secara objektif," kata HNW dalam keterangannya, Kamis (10/2/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut HNW, upaya melalui petisi dan permohonan uji materi ke MK menunjukkan sikap konstitusional dalam mengungkapkan sikap tidak setuju terhadap pemindahan ibu kota dan UU IKN. Menurutnya, langkah yang diambil tersebut sangat tepat dan wajar.
Ia pun menyebut pemerintah idealnya memberlakukan asas prioritas. Menyelamatkan warga dari pandemi, tambahnya, lebih mempunyai urgensi dibanding membuat proyek baru yang membebani APBN.
"Padahal lebih bagus kalau anggaran tersebut (bila ada), digunakan untuk selamatkan rakyat dan negara untuk recovery dari COVID-19 dan dampak-dampaknya," tegasnya.
HNW menilai, persetujuan UU IKN bermasalah secara formil dan materiil. Seperti tidak ditemukannya urgensi dalam perpindahan tersebut, serta pembahasan yang terburu-buru.
Lebih lanjut, ia juga mempersoalkan anggaran pemindahan ibu kota baru yang belum ada kejelasan dan kepastiannya. Terlebih, pengesahan UU IKN juga tidak didapatkan dengan suara bulat karena ada fraksi yang menolak, seperti Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS).
Lantas ia juga berharap agar MK bisa mempertimbangkan pengalaman dari Mahkamah Konstitusi negara lain. Seperti di Korea Selatan yang berani membatalkan rencana pemindahan ibu kota pada 2004.
"Beberapa pertimbangan MK Korea Selatan, di antaranya adalah berkaitan dengan hak referendum dan hak pembayar pajak," jelasnya.
Namun, HNW mengakui ada perbedaan pada masing-masing aturan konstitusi di Indonesia dan Korea Selatan. Walaupun begitu, tetap ada yang menjadi pegangan universal, bahwa masing-masing hak konstitusional dalam negara demokrasi harus dijaga dan dihormati oleh MK.
"Apalagi bila UU itu menghadirkan kebijakan yang berdampak kepada seluruh warga bangsa dan negara, baik untuk masa sekarang maupun untuk anak cucu di masa yang akan datang, seperti soal UU IKN ini," imbuhnya.
"Semoga presiden segera menandatangani UU IKN, agar segera diundangkan. Dan supaya MK segera memutuskan soal UU IKN, demi kemaslahatan terbesar bagi Bangsa dan Negara Republik Indonesia," pungkasnya.
Diketahui, penolakan terhadap pemindahan ibu kota negara disuarakan oleh beberapa tokoh seperti Dr. Marwan Batubara, Dr Abdullah Hehamahua, Dr. KH Muhyidin Junaidi, Letjen TNI (Purn) Suharto, Mayjen TNI (Purn) Soenarko. Juga beberapa tokoh senior bangsa lainnya seperti Prof Sri Edi Swasono, Prof Azyumardi Azra, Prof Din Syamsuddin, Faisal Basri, Prof Busyro Muqaddas, dan Prof Rahmat Wahab.
Adapun petisi penolakan pemindahan ibu kota dari Jakarta ke Penajam Paser Utara telah ditandatangani oleh hampir 24.500 warga. Jumlah ini juga kemungkinan masih akan terus bertambah dan menjadi salah satu petisi dengan penandatangan terbanyak.
(akn/ega)