Kasus pengeroyokan seorang kakek, Wiyanto Halim (89), memasuki lembaran baru. Polisi, dalam hal ini Polda Metro Jaya, telah memeriksa sejumlah pemotor yang ikut meneriaki kakek Halim 'maling' ketika peristiwa pengeroyokan terjadi.
Selain memeriksa, polisi juga mengamankan sejumlah barang bukti dari tangan pemotor yang turut diperiksa. Barang bukti tersebut bisa saja memperkuat penyidikan atau bahkan membuktikan dugaan bahwa pengeroyokan kakek Halim terencana.
"Udah, semua sudah kita panggil, sudah kita periksa sebenarnya," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes E Zulpan saat dihubungi, Minggu (6/2/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ada 30 orang lebih yang ikut dalam pengeroyokan yang terjadi pada 23 Januari dini hari itu. Namun, menurut polisi, tak semuanya ikut memukul kakek Halim.
Di antara 30 orang itu, ada 2 orang yang kemudian ditetapkan sebagai tersangka. Satu orang adalah tersangka yang pertama kali memukul, kedua tersangka yang pukulannya membuat kakek Halim terjatuh.
"Ada dua tersangka pertama yang pukul di pinggang itu 3 kali pukul, sama 2 kali di dagu tumbang dia, jatuh terus diinjak-injak sama pelaku lain terus meninggal," papar Zulpan.
Terkait dugaan pengeroyokan kakek Halim sudah direncanakan datang dari pihak keluarga. Ada sejumlah hal yang dijadikan dasar pihak keluarga untuk menduga demikian, salah satunya soal masalah yang dihadapi kakek Halim.
Simak video 'Fakta-fakta Pengeroyokan Lansia hingga Tewas di Jaktim':
Polisi juga sudah menanggapi dugaan pihak keluarga. Simak selengkapnya di halaman berikutnya.
Polda Metro Jaya tetap mengesampingkan dugaan pihak keluarga bahwa permasalahan yang dihadapi Wiyanto Halim ada kaitannya dengan peristiwa pengeroyokan maut di Cakung, Jakarta Timur itu. Polisi telah memeriksa salah seorang anak kakek Halim bernama Bryana Halim.
Dari pemeriksaan Bryana diketahui bahwa pihak keluarga mengaitkan persoalan sengketa lahan kakek Halim di daerah Tangerang dengan pengeroyokan kakak Halim. Baru kemudian dugaan sudah direncanakan muncul.
"Bahwa korban--bapaknya--mereka itu ada sengketa tanah di daerah Benda, Tangerang, sejak tahun 1998. Kemudian, mereka menduga atau mengkaitkan terkait dengan persoalan yang dialami bapaknya itu, masalah tanah ini, mungkin ada kaitannya," ucap Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes E Zulpan saat dihubungi, Minggu (6/2).
Polisi juga telah memeriksa handphone kakek Halim, guna mengecek komunikasi korban dengan orang lain beberapa bulan terakhir. Pemeriksaan dilakukan juga untuk membuktikan keterangan Bryana yang mengaku sempat mendengar kakek Halim cekcok dengan seseorang atau diancam melalui telepon.
Polisi sendiri belum menemukan bukti seperti yang diutarakan pihak keluarga kakek Halim. Namun demikian, polisi menyatakan kemungkinan tersangka bertambah masih terbuka.
"Nah jadi dalam hal ini penyidik masih bekerja terus kan oleh karenanya ini belum rampung artinya belum menutup kemungkinan ya kan tersangka bertambah," kata Zulpan.
Simak penjelasan pihak keluarga soal pengeroyokan terencana di halaman berikutnya.
Pengacara keluarga Wiyanto Halim, Freddy Yoanes Patty, berkeyakinan pengeroyokan yang menewaskan Halim itu bukan aksi spontanitas massa. Freddy meyakini ada yang memanfaatkan situasi massa saat kakek Halim dikeroyok.
"Tapi kan pihak keluarga di balik ini berkeyakinan pengeroyokan ini bukan terjadi secara spontan. Ada pemain di belakang ini yang memanfaatkan cara-cara seperti ini," kata Freddy Yoanes Patty saat dihubungi, Sabtu (5/2).
Freddy menyebut pihak keluarga telah memiliki petunjuk. Bukti itu diserahkan Bryana ke polisi saat diperiksa.
Sebelum diperiksa polisi, Bryana menyebut sang ayah pernah menerima ancaman pembunuhan. Ancaman itu disebut terjadi pada Desember 2021. Sementara peristiwa pengeroyokan terjadi pada 23 Januari 2022.
Beberapa hari sebelum pengeroyokan, Bryana menyebut ayahnya sempat menerima telepon dari seseorang. Dalam sambungan telepon itu, kakek Halim meminta agar tak dibuntuti.
"Iya jadi ada pengancaman sebelum kejadian dan ada telepon dari Papa yang mengatakan 'kamu kenapa buntutin saya terus?' Itu beberapa hari sebelum kejadian. Jadinya Papa sudah tahu itu Papa dibuntutin terus beberapa hari sebelum kejadian," terang Bryana.