BPOM Tegaskan Ivermectin Obat Cacing
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K Lukito buka suara soal Ivermectin disebut sudah berizin untuk obat terapi COVID-19. Dia menegaskan izin edar dari BPOM untuk Ivermectin adalah sebagai obat cacing.
"Izin edar sebagai obat cacing, dan ini obatnya adalah obat berbahan kimia ya, tapi bahan kimia yang ada efek sampingnya," tegas Penny dalam siaran live Selasa (22/6/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penny menegaskan butuh dukungan ilmiah lebih lanjut untuk akhirnya ikut digunakan sebagai terapi COVID-19 di Indonesia, dalam hal ini uji klinis. Terlebih Ivermectin mengandung bahan kimia keras yang bisa menimbulkan beragam efek samping.
"Memang ditemukan adanya indikasi ini membantu penyembuhan. Namun belum bisa dikategorikan sebagai obat COVID-19 tentunya," lanjut Penny.
"Kalau kita mengatakan suatu produk obat COVID-19 harus melalui uji klinis dulu, namun obat ini tentunya dengan resep dokter bisa saja digunakan sebagai salah satu terapi dalam protokol dari pengobatan COVID-19," bebernya.
BPOM kemudian melakukan uji klinis. Ivermectin masuk tahap uji klinis dengan memperluas penggunaan khusus atau expanded access program (EAP). Artinya, obat Ivermectin yang masih dalam tahap uji klinik diperbolehkan digunakan di luar uji klinik jika dalam kondisi darurat.
"Persetujuan penggunaan obat melalui EAP bukan merupakan izin edar atau EUA yang ditujukan kepada industri farmasi, namun berupa persetujuan kepada kementerian/lembaga penyelenggara urusan pemerintahan di bidang kesehatan, institusi kesehatan, atau fasilitas layanan kesehatan," demikian rilis yang diterima detikcom Rabu (21/7/2021).
BPOM juga menegaskan Ivermectin merupakan obat keras yang bisa memicu beragam efek samping jika digunakan tanpa pengawasan dokter. BPOM meminta agar seluruh produsen Ivermectin tidak melakukan klaim berlebihan kepada masyarakat, khususnya terkait terapi COVID-19.
"Mengingat Ivermectin ini adalah obat keras dan persetujuan EAP bukan merupakan persetujuan izin edar, maka ditekankan kepada industri farmasi yang memproduksi obat tersebut dan pihak mana pun untuk tidak mempromosikan obat tersebut, baik kepada petugas kesehatan maupun kepada masyarakat," jelas dia.
Hingga Januari 2022, BPOM belum mengeluarkan izin penggunaan Ivermectin untuk pasien Corona. BPOM menyebut belum ada laporan lebih lanjut soal hasil uji klinis.
"Untuk Ivermectin, kita belum mendapatkan laporan lebih jauh lagi ya tentang hasil uji klinik," kata Kepala BPOM Penny K Lukito dalam konferensi pers, Senin (10/1/2022).
Menurutnya, uji klinik Ivermectin berada di bawah pemantauan Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan (Balitbangkes Kemenkes) sebagai koordinator penelitian. "Uji klinik tersebut sedang dilakukan oleh Litbangkes Kemenkes," lanjut Penny.
Efek Ivermectin
Kembali ke cuitan prof Zubairi. Dia menjelaskan, Ivermectin merupakan obat yang awalnya untuk mengatasi infeksi parasit ini sempat membuat beberapa pasien membutuhkan rawat inap.
"Tidak disetujui Badan Pengawas Obat & Makanan (FDA) AS, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), dan regulator obat Uni Eropa. Banyak laporan pasien yang memerlukan perhatian medis, termasuk rawat inap, setelah konsumsi Ivermectin," urainya.
(haf/haf)