Tak Berguna Obati COVID, Ivermectin Pernah 'Dipromosikan' Moeldoko-Luhut-Erick

Tak Berguna Obati COVID, Ivermectin Pernah 'Dipromosikan' Moeldoko-Luhut-Erick

Tim detikcom - detikNews
Senin, 07 Feb 2022 06:17 WIB
Ivermectin is not a brand name: it is the generic term for the drug.
Ilustrasi Ivermectin (Foto: Getty Images/iStockphoto/RapidEye)
Jakarta -

Ketua Satgas COVID-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Prof Zubairi Djoerban menyebut beberapa obat yang pernah diklaim bisa melawan virus Corona atau COVID-19 kini terbukti tak bermanfaat. Salah satunya ialah Ivermectin yang pernah 'dipromosikan' sejumlah pejabat.

Hal tersebut disampaikan Zubairi dalam unggahan akun Twitter-nya pada Sabtu (5/2/2022). Setidaknya, ada lima jenis obat yang dulu dianggap ampuh melawan Corona namun kini terbukti tak berguna.

"Obat-obat yang dulu dipakai untuk COVID-19 dan kini terbukti tidak bermanfaat, bahkan menyebabkan efek samping serius pada beberapa kasus," cuitnya, dalan akun Twitter-nya, Sabtu (5/12/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ivermectin, Klorokuin, Oseltamivir, Plasma Convalescent, Azithromycin," lanjutnya.

Nah, Ivermectin yang disebut Zubairi tak bermanfaat melawan Corona itu dulu pernah 'dipromosikan' sejumlah pejabat. Antara lain, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dan Menteri BUMN Erick Thohir.

ADVERTISEMENT

Tentang Ivermectin

Dikutip dari jurnal Proceedings of the Japan Academy Series B (PJA Series B), Ivermectin pertama kali dikembangkan untuk menjadi obat antiparasit pada hewan. Pengembangannya dimulai dari kerja sama perusahaan farmasi Merck, Sharp, dan Dohme (MSD) yang berbasis di Amerika Serikat dan institut riset Kitasato di Jepang pada 1970-an.

"Di bawah perjanjian kerja sama riset, peneliti Institut Kitasato mengisolasi organisme dari sampel tanah dan melakukan evaluasi awal bioaktivitas. Sampel yang menjanjikan lalu dikirim ke laboratorium MSD untuk dites lebih jauh sampai akhirnya ditemukan senyawa baru berpotensi yang dinamai Avermectin," tulis jurnal tersebut.

Riset tersebut dilanjutkan sampai bertahun-tahun kemudian, namun organisme penghasil senyawa Avermectin tersebut hanya ditemukan di tanah Jepang. Avermectin kala itu dideskripsikan sebagai obat revolusioner karena begitu efektif sebagai antiparasit.

Akhirnya, riset berhasil mengembangkan turunan dari Avermectin, yakni Ivermectin, yang mulai digunakan secara luas untuk kesehatan hewan pada tahun 1981. Obat ivermectin biasanya diberikan untuk mengobati sapi yang terinfeksi cacing atau kutu pada hewan peliharaan.

Ivermectin mulai digunakan pada manusia untuk mengobati penyakit onchocerciasis tahun 1988. Penyakit ini disebabkan oleh infeksi cacing parasit Onchocerca volvulus dan bisa menyebabkan kebutaan.

Sejak saat itu efektivitas dan keamanan obat Ivermectin semakin diakui hingga akhirnya digunakan juga untuk mengobati berbagai penyakit akibat parasit cacing atau kutu lainnya.

Heboh Ivermectin Jadi Obat COVID

Ivermectin menjadi salah satu obat yang bikin heboh di tengah pandemi Corona. Obat cacing ini disebut-sebut sebagai 'obat' Corona.

"Hanya tiga pekan setelah menambahkan Ivermectin di New Delhi, kasus terinfeksi yang memuncak 28.395 orang pada 20 April lalu turun secara drastis menjadi 6.430 orang pada 15 Mei. Kematian juga turun sekitar 25 persen pada bulan yang sama," tutur Sofia Koswara, Vice President PT Harsen Laboratories, dalam rilis yang diterima detikcom pada Juni 2021 silam.

Erick Thohir Sebut Ivermectin untuk Terapi COVID

Menteri BUMN Erick Thohir mengumumkan obat terapi COVID-19 bernama Ivermectin telah mendapat izin dari BPOM. Dia juga menyebut obat itu mendapat lampu hijau dari Kementerian Kesehatan.

"Hari ini juga kami ingin menyampaikan obat Ivermectin obat antiparasit sudah keluar hari ini sudah mendapatkan izin BPOM, kami terus melakukan komunikasi intensif kepada kementerian kesehatan bagaimana sesuai dengan rekomendasi BPOM dan juga Kementerian Kesehatan, obat Ivermectin ini harus dapat izin dokter dalam kegunaannya dalam keseharian," papar Erick dalam konferensi pers secara virtual, Senin (21/6/2021).

Erick mengungkap Ivermectin sudah mulai diproduksi dengan kapasitas 4 juta obat per bulannya. Dia berharap obat ini bisa menjadi bagian dari solusi untuk menekan lonjakan kasus COVID-19.

"Karena itu obat Ivermectin yang diproduksi Indofarma ini, pada saat ini kita sudah mulai produksi Insyaallah dengan kapasitas 4 juta sebulan ini bisa menjadi solusi juga untuk bagaimana penerapan daripada COVID-19 ini kita bisa tekan secara menyeluruh," jelasnya.

Dia menyebut Ivermectin bisa menjadi obat dalam terapi COVID-19 yang bisa menurunkan dan mengantisipasi penularan. Harganya juga dianggap cukup murah dengan Rp 5.000-Rp 7.000 ribu per butir tabletnya.

"Saya dapatkan kabar saya rasa cukup gembira, bahwa dalam terapi daripada penyembuhan, mengantisipasi untuk menjaga diri kita sehingga penularan bisa diturunkan, Ivermectin ini dianggap dalam terapi-terapi cukup baik. Karena berdasarkan jurnal-jurnal kesehatan mereka sudah mendapatkan hasilnya dan tentu ini kita sudah lakukan uji stabilitas kemarin," ujar Erick.

Erick menegaskan Ivermectin bukan obat COVID-19. Dia mengatakan Ivermectin obat terapi COVID-19.

"Kami tegas kan ini obat terapi ini bukan obat COVID-19 tetapi bagian dari salah satu terapi," ujarnya.

Erick menjelaskan obat ini ditujukan untuk terapi ringan. Dalam lima hari, katanya, cukup memakan obat Ivermectin pada hari pertama, ketiga dan kelima dengan 2-3 butir obat per hari.

Selanjutnya, kata Erick, jika terapi sedang dianjurkan meminum obat lima hari berturut-turut. Erick berharap dengan pengadaan obat melalui anak perusahaan BUMN bisa membantu memudahkan masyarakat mendapatkan obat yang murah terutama pada daerah-daerah terpencil.

Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.

Luhut Bilang 'It Works'

Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan juga pernah bicara soal Ivermectin sebagai 'obat' Corona. Dia mengatakan Ivermectin terbukti bekerja.

"Delapan bulan lalu Ivermectin itu saya bicara pertama sama Dokter Fatimah kepala rumah sakit BUMN di gelombang pertama dulu. Kalau kita pakai Ivermectin, karena Presiden Trump umumkan di White House. Kita coba aja deh untuk yang ringan-ringan cobain aja. It works," katanya dalam tayangan video milik akun YouTube Deddy Corbuzier, dikutip Rabu (7/7/2021).

Luhut mengatakan dirinya telah memerintahkan Menteri BUMN Erick Thohir agar Ivermectin diberikan kepada orang yang bergejala ringan. Luhut mengatakan apa yang dilakukan pemerintah merupakan untuk rakyat. Dia menyebut kondisi saat itu darurat. Menurutnya, ada bukti obat tersebut berguna untuk pasien Corona.

"Ini kan darurat untuk kepentingan rakyat. Kita lakuin aja, dokter Fatima bilang 'pak kita sudah buktiin' it works ya hajar aja. Kirim aja untuk yang ringan-ringan aja, nggak pernah ada korbannya gara-gara itu kok," lanjutnya.

Moeldoko Bagi-bagi Ivermectin

Ketua Umum HKTI yang juga Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengaku mengirimkan Ivermectin ke Kudus. Moeldoko meminta masyarakat terus waspada.

Ivermectin itu dikirimkan Moeldoko ke tiga kecamatan yang dianggap paling berat situasinya, yaitu Kecamatan Jati, Kecamatan Kota, dan Kecamatan Mejobo. Ivermectin gratis itu dibagikan kepada warga yang sedang dirawat di rumah sakit atau yang sedang isolasi mandiri.

"Keadaan darurat ini seperti rumah yang terbakar baru depannya saja jangan sampai kita tunggu api melahap seluruh rumah baru kita berbuat sesuatu karena akan sangat terlambat. Demikian pula kejadian kasus COVID-19 di Kudus yang telah menjadi zona hitam dan dengan cepat menyebar ke kota-kota lainnya. Juga dengan adanya perkiraan dari Kemenkes akan adanya kenaikan kasus COVID-19 eksponensial di akhir Juni yang akan mencapai 50.000 sampai 100.000 kasus per hari, kita sudah harus waspada dan bersiap diri mengatasinya," kata Moeldoko dalam keterangan tertulis, Senin (7/6/2021).

Moeldoko kemudian bercerita soal India yang berupaya keluar dari krisis COVID-19 dengan cara membagikan Ivermectin secara massal. Dia mengklaim obat tersebut ampuh menurunkan kasus COVID-19 di india.

"Maka saya berinisiatif untuk membagikan obat yang sama ini di tiga kecamatan di Kudus yang paling parah keadaannya," ujae Moeldoko.

Dia berharap hasil data ilmiah sudah bisa didapatkan dalam 10 hari ke depan untuk dijadikan bahan pertimbangan. Moeldoko berharap bencana COVID yang melanda Indonesia segera selesai.

Moeldoko kemudian menjelaskan alasannya mengirim Ivermectin yang merupakan obat cacing ke berbagai daerah. Moeldoko mengklaim obat tersebut terbukti manjur dalam penyembuhan COVID-19 di berbagai negara.

"Saya selaku ketua HKTI, sungguh sangat mendukung program edukasi hari ini, untuk mengenalkan lebih dekat atau berkenalan lebih dekat tentang Ivermectin sebagai salah satu obat yang telah terbukti efektif di dalam penyembuhan COVID-19 di berbagai negara. Walaupun kita tahu semuanya Ivermectin digunakan untuk obat cacing," kata ujar Moeldoko dalam sebuah webinar, Senin (28/6/2021).

Moeldoko mengatakan ada 33 negara di dunia sudah menggunakan Ivermectin dalam menangani COVID-19. Data itu disitir Moeldoko dari FLCCC (Front Line Covid-19 Critical Care).

"Menurut FLCCC alliance, sudah ada 33 negara yg menggunakan Ivermectin dalam mengatasi COVID-19, antara lain Brasil, Zimbabwe, Jepang, dan India. Berdasarkan American Journal of Therapeutics, ada penelitian yang melibatkan 3.406 partisipan yang terbagi menjadi 15 uji klinis, terbukti atau membuktikan bahwa Ivermectin dapat mengatasi COVID sebesar 95 persen. Berikutnya ada juga hasil penelitian dari dari BIRD Group yang melibatkan 24 uji klinis dari 15 negara dan 3.406 partisipan menunjukkan menekan tingkat kematian pasien COVID," ujar dia.

"Selain itu, juga tercatat 15 negara sudah berhasil melawan COVID dengan menggunakan Ivermectin. Peru, Meksiko, Slovakia adalah negara yang turut berhasil menekan jumlah penderita COVID-19 dengan penggunaan Ivermectin," sambung Moeldoko.

Moeldoko mengaku berani mendistribusikan Ivermectin ke sejumlah daerah atas pertimbangan yang kondisi di negara lain. Menurut dia, situasi krisis pandemi Corona mengharuskan setiap orang membuat pilihan yang bijak.

Aksi Moeldoko itu kemudian disorot oleh Indonesia Corruption Watch (ICW). Nama Moeldoko disebut dalam temuan ICW yang dipublikasikan dalam artikel 'Polemik Ivermectin: Berburu Rente di Tengah Krisis' yang diunggah di situs resminya.

"Hasil penelusuran Indonesia Corruption Watch (ICW) menemukan dugaan keterkaitan anggota partai politik, pejabat publik, dan pebisnis dalam penggunaan obat Ivermectin untuk menanggulangi COVID-19. Polemik Ivermectin menunjukkan bagaimana krisis dimanfaatkan oleh segelintir pihak untuk mendapat keuntungan," demikian tulis ICW mengawali penjelasannya.

ICW mengaku menemukan potensi rent-seeking dari produksi dan distribusi Ivermectin. Praktik itu, menurut ICW, diduga dilakukan oleh sejumlah pihak untuk memperkaya diri sendiri dengan memanfaatkan krisis kesehatan.

"ICW ikut menemukan indikasi keterlibatan anggota partai politik dan pejabat publik dalam distribusi Ivermectin," ujarnya.

Salah satu yang disebut adalah Moeldoko. ICW juga memaparkan kedekatan Moeldoko dengan sejumlah pihak di perusahaan produsen Ivermectin, PT Harsen Laboratories.

ICW menyebut perusahaan ini dimiliki oleh pasangan suami-istri, Haryoseno dan Runi Adianti. ICW lalu memberi penjelasan dari salah satu nama yang terafiliasi dengan PT Harsen Laboratories, Sofia Koswara.

"Ia adalah Wakil Presiden PT Harsen dan mantan CEO dari B-Channel. Sofia Koswara juga menjabat sebagai Chairwoman Front Line Covid-19 Critical Care (FLCCC) di Indonesia. Adapun warga Indonesia lainnya yang berada di FLCCC adalah Budhi Antariksa, bagian dari Tim Dokter Presiden, serta dokter paru-paru di Rumah Sakit Umum Persahabatan dan pengajar plumnologi di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Budhi juga merupakan ketua tim uji klinis Ivermectin di Indonesia," tulis ICW.

Menurut ICW, Sofia dan Haryoseno memiliki kedekatan dengan Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko. ICW juga memaparkan dari mana mereka bisa dekat.

"Keterlibatan pejabat publik diindikasikan melalui kedekatan antara Sofia Koswara dan Haryoseno dengan Moeldoko, Kepala Staf Kepresidenan sekaligus Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI). Sejak 2019, PT Noorpay Nusantara Perkasa, perusahaan yang sahamnya dimiliki oleh Sofia Koswara, menjalin hubungan kerja sama dengan HKTI terkait program pelatihan petani di Thailand. Pada awal Juni lalu, Ivermectin didistribusikan ke Kabupaten Kudus melalui HKTI. Selain itu, anak Moeldoko, Joanina Rachman, merupakan pemegang saham mayoritas di PT Noorpay Nusantara Perkasa," tulis ICW.

Moeldoko telah menepis tuduhan tersebut. Moeldoko juga mengambil langkah hukum terhadap ICW, yakni melaporkan dua peneliti ICW ke Polisi.

Simak video 'Corona Mengganas, Level PPKM 5 Daerah Ini Berubah?':

[Gambas:Video 20detik]



Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.

BPOM Tegaskan Ivermectin Obat Cacing

Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K Lukito buka suara soal Ivermectin disebut sudah berizin untuk obat terapi COVID-19. Dia menegaskan izin edar dari BPOM untuk Ivermectin adalah sebagai obat cacing.

"Izin edar sebagai obat cacing, dan ini obatnya adalah obat berbahan kimia ya, tapi bahan kimia yang ada efek sampingnya," tegas Penny dalam siaran live Selasa (22/6/2021).

Penny menegaskan butuh dukungan ilmiah lebih lanjut untuk akhirnya ikut digunakan sebagai terapi COVID-19 di Indonesia, dalam hal ini uji klinis. Terlebih Ivermectin mengandung bahan kimia keras yang bisa menimbulkan beragam efek samping.

"Memang ditemukan adanya indikasi ini membantu penyembuhan. Namun belum bisa dikategorikan sebagai obat COVID-19 tentunya," lanjut Penny.

"Kalau kita mengatakan suatu produk obat COVID-19 harus melalui uji klinis dulu, namun obat ini tentunya dengan resep dokter bisa saja digunakan sebagai salah satu terapi dalam protokol dari pengobatan COVID-19," bebernya.

BPOM kemudian melakukan uji klinis. Ivermectin masuk tahap uji klinis dengan memperluas penggunaan khusus atau expanded access program (EAP). Artinya, obat Ivermectin yang masih dalam tahap uji klinik diperbolehkan digunakan di luar uji klinik jika dalam kondisi darurat.

"Persetujuan penggunaan obat melalui EAP bukan merupakan izin edar atau EUA yang ditujukan kepada industri farmasi, namun berupa persetujuan kepada kementerian/lembaga penyelenggara urusan pemerintahan di bidang kesehatan, institusi kesehatan, atau fasilitas layanan kesehatan," demikian rilis yang diterima detikcom Rabu (21/7/2021).

BPOM juga menegaskan Ivermectin merupakan obat keras yang bisa memicu beragam efek samping jika digunakan tanpa pengawasan dokter. BPOM meminta agar seluruh produsen Ivermectin tidak melakukan klaim berlebihan kepada masyarakat, khususnya terkait terapi COVID-19.

"Mengingat Ivermectin ini adalah obat keras dan persetujuan EAP bukan merupakan persetujuan izin edar, maka ditekankan kepada industri farmasi yang memproduksi obat tersebut dan pihak mana pun untuk tidak mempromosikan obat tersebut, baik kepada petugas kesehatan maupun kepada masyarakat," jelas dia.

Hingga Januari 2022, BPOM belum mengeluarkan izin penggunaan Ivermectin untuk pasien Corona. BPOM menyebut belum ada laporan lebih lanjut soal hasil uji klinis.

"Untuk Ivermectin, kita belum mendapatkan laporan lebih jauh lagi ya tentang hasil uji klinik," kata Kepala BPOM Penny K Lukito dalam konferensi pers, Senin (10/1/2022).

Menurutnya, uji klinik Ivermectin berada di bawah pemantauan Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan (Balitbangkes Kemenkes) sebagai koordinator penelitian. "Uji klinik tersebut sedang dilakukan oleh Litbangkes Kemenkes," lanjut Penny.

Efek Ivermectin

Kembali ke cuitan prof Zubairi. Dia menjelaskan, Ivermectin merupakan obat yang awalnya untuk mengatasi infeksi parasit ini sempat membuat beberapa pasien membutuhkan rawat inap.

"Tidak disetujui Badan Pengawas Obat & Makanan (FDA) AS, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), dan regulator obat Uni Eropa. Banyak laporan pasien yang memerlukan perhatian medis, termasuk rawat inap, setelah konsumsi Ivermectin," urainya.

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads