Wakil Ketua Dewan Pertimbangan (Wantim) NasDem Enggartiasto Lukita bercerita soal pengalaman hidupnya dari mahasiswa 'langka' hingga masuk partai politik (parpol). Enggartiasto mengajak masyarakat, apapun keturunannya, untuk berbuat baik demi Indonesia.
"Sekarang, sadarlah seluruh warga negara Indonesia. Keturunan apapun, apakah keturunan Tionghoa, keturunan Arab dan keturunan India, mari kita berbuat yang lebih baik," kata Enggar dalam keterangan tertulis, Minggu (6/2/2022).
"Di manapun kita berada, apapun peranan kita, sekecil apapun kontribusi kita, kita harus lakukan itu demi Indonesia," imbuhnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Enggartiasto bercerita, pada 1970-an saat mahasiswa dia pernah tak mendapat kebebasan dan hak yang sama. Dia menyebut dirinya mahasiswa 'langka'.
"Sejak mahasiswa, saya menjadi makhluk yang langka. Orang yang langka di Bandung karena saya keturunan China," kata Enggartiasto.
Namun dia mengaku tak langsung terpuruk karena latar belakangnya. Mantan Menteri Perdagangan (Mendag) itu mengaku memberanikan diri datang ke presidium dewan mahasiswa, dan menyatakan ingin bergabung dengan organisasi kampus.
"Saya Kristen dan keturunan China. Saya mau berbuat dan mau aktif. Boleh nggak? Tapi, saya tidak mau diperlakukan berbeda. Saya tidak mau dibedakan dan saya tidak mau membedakan diri," kata Enggartiasto mengulas pernyataannya saat datang ke presidium dewan mahasiswa.
Sekadar informasi, Eggartiasto merupakan lulusan jurusan Pendidikan Bahasa Inggris, Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni, Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan atau IKIP Bandung (sekarang Universitas Pendidikan Indonesia).
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.
Enggar berhasil menjadi anggota DPR RI selama dua periode (1997-1999 dan 2004-2009). Sebelum akhirnya pada pertengahan tahun 2013 mengundurkan diri dari DPR sekaligus Golkar.
"Saya mau bersama-sama membesarkan partai (NasDem) dengan Pak Surya Paloh, karena saya terlibat sejak awal di Ormas Nasional Demokrat," sebutnya.
Enggar juga menilai Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah menunjukkan pemerintahannya menjaga dan menghormati antar sesama. Menurutnya, selama periode pertama hingga saat ini, Presiden Jokowi tak pernah mau dan tak pernah membeda-bedakan warga negara.
"Tidak pernah dilihat latar belakang apa, agamanya apa, sukunya, tidak ada. Beliau tidak mempedulikan itu. Jadi benar-benar menyamakan semua status warga negara itu sama, diberikan hak yang sama," kata Ketua Ikatan Alumni Universitas Pendidikan Indonesia (IKA UPI) 2012-2022 itu.