Sebanyak 23 konsumen tertipu developer perumahan di Pondok Kacang Barat, Pondok Aren, Tangerang Selatan. Total kerugian para korban ditaksir mencapai Rp 18 miliar.
Salah satu korban yang meminta diinisialkan CM (42) menjelaskan kejadian bermula pada 2018 saat dia dan warga lainnya membeli perumahan di salah satu developer ternama. Dia mengatakan pihak warga membeli rumah dengan harga yang berbeda, mulai dari Rp 600 juta.
"Jadi gini, kita ini membeli perumahan di tahun 2018 itu di perumahan (inisial) JR 4 punyanya RP. Pembelian kan beda, tergantung nego juga. Jadi ada yang bisa dapat harga Rp 600 juta, ada yang Rp 650 juta. Terus kan luas tanahnya beda," kata CM saat dihubungi, Rabu (2/2/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sesuai kesepakatan, CM mengatakan seharusnya pembangunan rumah sudah rampung dalam kurun satu tahun. Namun hingga kini proses pembangunan masih tersendat dengan berbagai alasan.
"Waktu kita beli 2018 itu harusnya setahun sudah jadi, sudah serah terima. Itu semua kita belinya cash, cash keras. Ternyata kena COVID-19 tuh, terus developernya ini katanya nggak punya uanglah, terdampaklah, terus ditipu sama kontraktornya, jadi pembangunannya tersendat," ujarnya.
CM menambahkan, dari total 22 kavling tanah yang ada di sana, baru 3 kavling yang sudah berdiri bangunan 90%. Sisanya pembangunan terhenti.
"Itu kan ada sekitar 22 kavling. Yang sudah dibangun itu ada 21 kavling tapi belum jadi semua, jadi ada yang masih 20%, 50%, yang jadi itu baru tiga rumah, itu pun belum sempurna. Yang lainnya masih mangkrak," kata dia.
Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.
Simak juga Video: Heboh Penipu Modus Tabrak Lari, Lakukan Ini Agar Tak Terjebak!
Karena pembangunan yang tak kunjung rampung, CM dan warga lainnya berinisiatif menagih uang kompensasi keterlambatan. Namun, saat ingin menagih, pihak developer atas nama S kemudian melarikan diri.
"Setelah satu tahun itu, kabur tuh developernya. Kita kan sebenarnya bisa dapat kompensasi atau denda keterlambatan. Ternyata dia udah kehabisan duit terus dia kabur," ujarnya.
Bahkan, kata CM, sertifikat tanah yang ada di JR pun dijual seharga Rp 700 juta oleh S kepada pihak ketiga yang diduga seorang penadah dengan inisial W. Diketahui, proses transaksi itu dilakukan setelah S wanprestasi dengan pihak warga.
"Kan kita minta sertifikatnya, si developer S udah kabur. Ternyata dia cerita kalau itu udah dijual ke pihak ketiga. Yang kita duga penadah atau mafia tanah," katanya.
CM mengatakan, sejak Agustus 2021, pihaknya sudah melaporkan tindak pidana ini ke Polres Tangerang Selatan. Hingga saat ini, beberapa saksi sudah dimintai keterangan.
Kasus ini telah dilaporkan ke polisi. Namun hingga kini pelaku belum tertangkap.
"(Dilaporkan) sejak Agustus 2021. Soalnya kan kita ada 22 warga, terus ada saksi saksi juga, belum semua dipanggil. Mereka sih cuma manggil BAP, saksi gitu baru sampai situ prosesnya," kata dia.