Lain dengan JJ Rizal, sejarawan dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Asvi Warman Adam menyatakan Nusantara sebagai nama pilihan untuk Ibu Kota Negara (IKN) tidaklah Jawa-sentris. Menurutnya, nama Nusantara adalah istilah tepat disematkan ke Ibu Kota Negara nanti.
"Tidak Jawa-sentris. Kalau tidak Arab-sentris ya bukan berarti itu Jawa-sentris. Istilah itu memang sudah dikenal sejak era Majapahit, namun bukan berarti itu Jawa-sentris," kata Asvi kepada Perspektif detikcom, Selasa (18/1/2022).
Sejarawan senior ini menjelaskan penggunaan 'nusantara' di masa lalu. Istilah itu digunakan sebagai sinonim dari Insulinde (kepulauan Hindia) yang sekarang bernama Indonesia. Nama Nusantara sebagai sinonim dari nama Indonesia digunakan oleh Ki Hadjar Dewantara di era 1920-an.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pada era abad 20, pengertian istilah 'nusantara' sudah berbeda dengan pengertian zaman Majapahit," kata Asvi.
Dia memahami Majapahit menggunakan istilah 'nusantara' sebagai nama untuk salah satu komponen kewilayahan di luar Negaragung dan Mancanegara. Pengertian seperti itu sudah tidak lagi digunakan oleh pejuang pergerakan kemerdekaan abad ke-20 dan era kini.
Pengertian Nusantara sebagai kesatuan pulau dan lautan di Indonesia ini menjadi konsep dalam Deklarasi Juanda 13 Desember 1957. Di kemudian hari, pada era Presiden Megawati, 13 Desember ditetapkan sebagai Hari Nusantara. Kemudian sekarang, Nusantara bakal menjadi nama Ibu Kota Negara kelak di daerah yang saat ini bernama Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur.
"Itu boleh saja kita menciptakan istilah dengan pengertian demikian. Sah-sah saja. Dengan memakai nama Nusantara sebagai Ibu Kota Negara, orang akan terasosiasi dengan pengertian Nusa Antara, Ibu Kota yang berada di tengah-tengah pulau Indonesia. Ini juga menegaskan negara kita adalah negara kepulauan. Saya mendukung pengertian seperti itu," kata Asvi.
Selanjutnya, kata sejarawan dari UGM, Sri Margana:
Simak Video: Nama Ibu Kota Baru Pilihan Jokowi: Nusantara