Mahfud Ungkap soal Dugaan Selundupan dari Penyedia Satelit Kemhan 2015

Mahfud Ungkap soal Dugaan Selundupan dari Penyedia Satelit Kemhan 2015

Kadek Melda Luxiana - detikNews
Senin, 17 Jan 2022 18:36 WIB
Menko Polhukam
Mahfud Md (Foto: Iswahyudi/20detik)
Jakarta -

Menko Polhukam Mahfud Md mengungkapkan barang yang diterima Kementerian Pertahanan (Kemhan) dari Navayo terkait pengadaan satelit slot orbit 123 Bujur Timur pada 2015 diduga hasil selundupan. Hal itu diketahui berdasarkan hasil audit yang dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

"Berdasar hasil audit yang dilakukan oleh BPKP, barang yang diterima dari Navayo sebagian besar diduga selundupan, karena tidak ditemukan dokumen pemberitahuan impor barang di Bea Cukai. Sedangkan barang yang dilengkapi dengan dokumen hanya bernilai sekitar Rp 1,9 miliar atau sekitar USD 132.000," kata Mahfud melalui keterangan tertulis kepada wartawan, Senin (17/1/2022).

Mahfud menghargai pendapat masyarakat, baik yang pro maupun kontra, terkait penanganan kasus tersebut. Dia meminta agar semuanya mengikuti proses hukum yang sedang berjalan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saya menghargai pendapat yang disuarakan oleh berbagai pihak, dengan segala pro dan kontranya. Saat ini kita ikuti saja proses hukum yang sedang berlangsung, sesuai dengan ketentuan hukum," ujarnya.

Mahfud menyampaikan pemerintah sudah membahas persoalan tersebut beberapa kali dengan berbagai pihak sebelum akhirnya memutuskan untuk menempuh jalur hukum. Dia menyebut pemerintah akan melakukan berbagai upaya untuk menyelamatkan satelit orbit tersebut.

ADVERTISEMENT

"Untuk sampai pada proses hukum ini kita sudah membahas dengan berbagai pihak terkait, bukan hanya sekali atau dua kali, tetapi berkali-kali. Pemerintah telah dan akan tetap melakukan upaya-upaya maksimal untuk menyelamatkan satelit orbit ini, untuk kepentingan pertahanan negara," ucapnya.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini menyampaikan dalam sidang International Telecommunication Union (ITU) 2018, pemerintah telah berhasil memperpanjang masa berlaku orbit satelit yang diperpanjang hingga 2024. Perpanjangan itu berdasarkan catatan slot orbit di tahun 2024 tidak boleh kosong.

"Selama proses penyelesaian kontrak-kontrak dengan berbagai pihak, pemerintah berhasil memperpanjang masa berlaku orbit satelit pada tahun 2018 di sidang ITU. Kemudian mendapat perpanjangan lagi dari ITU sampai tahun 2024 yang akan datang, dengan catatan harus ada kepastian, bahwa tahun 2024 slot orbit tersebut sudah benar-benar terisi dengan satelit," ucapnya.

Lebih lanjut Mahfud mengatakan untuk memastikan slot orbit bakal terisi, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Jhonny G Plate diundang kembali dalam sidang ITU dalam waktu dekat. Dia menyebut pemerintah tengah berusaha mempertahankan slot orbit 123 Bujur Timur dalam sidang ITU.

"Dalam waktu dekat Menkominfo diundang lagi ke ITU untuk memastikan, bahwa kita masih akan memanfaatkan dan siapa, serta bagaimana, pengisian slot orbit tersebut. Jadi, kita membawa masalah ini ke ranah hukum melalui pembahasan yang mendalam dan berkali-kali, sampai tiba saatnya kami berhenti membahas secara berputar-putar tanpa ujung,
dan meminta BPKP melakukan audit. Hasilnya, memang harus dibawa ke ranah hukum," jelasnya.

"Kita sekarang sedang mengagendakan upaya baru, untuk mempertahankan slot orbit 123 Bujur Timur di depan sidang ITU," imbuhnya.

Baca selengkapnya gambaran perkara satelit Kemhan di halaman berikut

Berikut ini gambaran perkara itu:

Pada 19 Januari 2015, Satelit Garuda-1 telah keluar orbit dari Slot Orbit 123 derajat Bujur Timur (BT) sehingga terjadi kekosongan pengelolaan oleh Indonesia. Berdasarkan peraturan International Telecommunication Union (ITU), negara yang telah mendapat hak pengelolaan akan diberi waktu tiga tahun untuk mengisi kembali Slot Orbit. Apabila tidak dipenuhi, hak pengelolaan Slot Orbit akan gugur secara otomatis dan dapat digunakan oleh negara lain.

Untuk mengisi kekosongan pengelolaan Slot Orbit 123 derajat BT itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) memenuhi permintaan Kementerian Pertahanan (Kemhan) untuk mendapatkan hak pengelolaan Slot Orbit 123 derajat BT guna membangun Satelit Komunikasi Pertahanan (Satkomhan). Kemhan kemudian membuat kontrak sewa Satelit Artemis yang merupakan floater (satelit sementara pengisi orbit), milik Avanti Communication Limited (Avanti), pada 6 Desember 2015, meskipun persetujuan penggunaan Slot Orbit 123 derajat BT dari Kominfo baru diterbitkan tanggal 29 Januari 2016. Namun pihak Kemhan pada 25 Juni 2018 mengembalikan hak pengelolaan Slot Orbit 123 derajat BT kepada Kominfo.

Pada 10 Desember 2018, Kominfo mengeluarkan keputusan tentang Hak Penggunaan Filing Satelit Indonesia pada Orbit 123 derajat untuk Filing Satelit Garuda-2 dan Nusantara-A1-A kepada PT Dini Nusa Kusuma (PT DNK). Namun PT DNK tidak mampu menyelesaikan permasalahan residu Kemhan dalam pengadaan Satkomhan.

Pada saat melakukan kontrak dengan Avanti tahun 2015, Kemhan belum memiliki anggaran untuk keperluan tersebut. Untuk membangun Satkomhan, Kemhan juga menandatangani kontrak dengan Navayo, Airbus, Detente, Hogan Lovel, dan Telesat dalam kurun waktu tahun 2015-2016, yang anggarannya dalam tahun 2015 juga belum tersedia. Sedangkan di tahun 2016, anggaran telah tersedia namun dilakukan self blocking oleh Kemhan.

Avanti menggugat di London Court of Internasional Arbitration karena Kemhan tidak membayar sewa satelit sesuai dengan nilai kontrak yang telah ditandatangani. Pada 9 Juli 2019, pengadilan arbitrase menjatuhkan putusan yang berakibat negara telah mengeluarkan pembayaran untuk sewa Satelit Artemis, biaya arbitrase, biaya konsultan, dan biaya filing satelit sebesar ekuivalen Rp 515 miliar.

Pihak Navayo yang juga telah menandatangani kontrak dengan Kemhan menyerahkan barang yang tidak sesuai dengan dokumen Certificate of Performance, namun tetap diterima dan ditandatangani oleh pejabat Kemhan dalam kurun waktu 2016-2017. Navayo kemudian mengajukan tagihan sebesar USD 16 juta kepada Kemhan, namun Pemerintah menolak untuk membayar sehingga Navayo menggugat ke Pengadilan Arbitrase Singapura. Berdasarkan putusan Pengadilan Arbitrase Singapura tanggal 22 Mei 2021, Kemhan harus membayar USD 20.901.209,00 kepada Navayo.

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads