Pemerintah memprediksi puncak gelombang kasus Omicron terjadi pada awal Februari mendatang. Anggota Komisi IX DPR, Rahmad Handoyo, meminta masyarakat tak khawatir namun tetap waspada.
"Kita memang tidak perlu takut, tidak boleh panik, juga tidak boleh ketakutan namun apa yang disampaikan pemerintah itu harus kita sikapi jangan sampai itu terjadi," ujar Rahmad Handoyo kepada wartawan, Rabu (12/1/2022).
Dia menilai pemerintah perlu berkaca pada kasus Omicron di negara-negara lain. Sebab, menurutnya, meski Omicron disebut tidak ganas, justru mendominasi di beberapa negara.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita becermin dari kasus global, di Amerika, Eropa, India, dan negara lain, meskipun data menunjukkan bahwa Omicron tidak lebih ganas dari Delta dan banyak yang OTG, namun Amerika menjadi cermin kita, di sana kasus mendominasi 75 persen lebih kasus di sana, dampaknya rumah sakit nyaris penuh, tenda rumah sakit juga didirikan," tututnya.
"Artinya, meskipun Omicron itu OTG kita harus waspadai ketika Omicron itu menular ke yang punya risiko tinggi, seperti lansia dan komorbid bawaan," sambungnya.
Ia menyebut perlu adanya sosialisasi kepada masyarakat terkait Omicron serta untuk dapat melindungi masyarakat yang berpotensi tertular.
"Agar pemerintah pusat dan daerah menyampaikan pada masyarakat bahwa ini Omicron udah menjadi ancaman nyata, lepas itu ada OTG atau tidak yang peting kita bagaimana melindungi warga yang potensi tertular. Harus disosialisasikan, dikampanyekan bahwa Omicron itu salah kalo tidak berbahaya, Omicron masih berbahaya," tuturnya.
Pemerintah juga diminta untuk tetap menggencarkan vaksinasi. Hingga mempertimbangkan peningkatan level PPKM bila diperlukan.
"Terus kampanyekan protokol kesehatan, gencarkan vaksinasi 1 dan 2 yang belum. Terakhir soal vaksinasi, booster sudah sesuatu yang diizinkan maka kita kejar. Mengambil langkah untuk peningkatan level PPKM, sehingga masyarakat tidak lengah, tidak menganggap enteng varian Omicron ini," imbuhnya.
(dwia/lir)