Belasan Miliar Suap Eks Penyidik KPK Berujung Vonis 11 Tahun Penjara

Belasan Miliar Suap Eks Penyidik KPK Berujung Vonis 11 Tahun Penjara

Tim detikcom - detikNews
Kamis, 13 Jan 2022 06:26 WIB
Jakarta -

Mantan penyidik KPK, AKP Stepanus Robin Pattuju, dinyatakan bersalah bersalah menerima suap dari sejumlah orang yang totalnya Rp 11,538 miliar berkaitan dengan penanganan perkara di KPK. AKP Robin divonis 11 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan.

"Mengadili, menyatakan Terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama," ujar hakim ketua, Djuyamto, saat membacakan tuntutan di Pengadilan TIpikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakpus, Rabu (12/1/2022).

"Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa dengan pidana penjara selama 11 tahun dan pidana denda sebesar Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan," sambung hakim.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selain Robin, rekannya yang juga pengacara, Maskur Husain, divonis dengan kasus yang sama. Maskur divonis 9 tahun dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan.

Vonis ini lebih ringan dibanding tuntutan jaksa. Sebelumnya jaksa menuntut Robin 12 tahun penjara, sedangkan Maskur Husain 10 tahun penjara.

ADVERTISEMENT

Robin dan Maskur Husain bersalah melanggar Pasal 12 huruf a juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Rincian suap yang diterima AKP Robin dan Maskur, simak halaman selanjutnya

Rincian Suap

Hakim juga mengatakan AKP Robin dan Maskur terbukti menerima suap dari sejumlah orang. Robin menerima uang yang totalnya Rp 11,538 miliar.

"Bahwa Stepanus Robin Pattuju dan Maskur Husain telah menerima Rp 11.025.077.000 dan USD 36 ribu dari sejumlah pihak, terkait beberapa perkara Tipikor yang sedang diproses hukum KPK," kata hakim anggota Jaini Bashir.

Hakim mengatakan, dari perkara M Syahrial, uang senilai Rp 1,6 miliar itu dibagi dua oleh Robin. Menurut hakim, dari uang itu Robin mendapat Rp 497 juta dan Maskur menerima Rp 1,25 miliar.

"Walkot Tanjungbalai M Syahrial memberikan uang sejumlah Rp 1,695 miliar dengan mengirim uang sebanyak sembilan kali. Uang tersebut dibagi oleh Robin dan Maskur, di mana Robin menerima Rp 497 juta dan Maskur menerima Rp 1,250 miliar," ujar hakim.

Kemudian, uang dari Azis Syamsuddin, hakim menyebut itu berkaitan dengan pengurusan perkara yang melibatkan Azis Syamsuddin dan Aliza Gunado di KPK. Hakim menyebut penyerahan uang tersebut dilakukan berkali-kali.

"Bahwa Terdakwa telah menerima dari Azis Syamsuddin sejumlah Rp 3.099.887.000 dan USD 36.000," papar hakim.

Berikut ini rincian uang yang diterima:

1. Walkot Tanjungbalai nonaktif M Syahrial sejumlah Rp 1.695.000.000;
2. Mantan Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin dan Aliza Gunado sejumlah Rp 3.099.887.000 dan USD 36.000;
3. Eks Walkot Cimahi Ajay Muhammad Priatna sejumlah Rp 507.390.000;
4. Usman Effendi sejumlah Rp 525.000.000;
5. Mantan Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari sejumlah Rp 5.197.800.000.

Permohonan justice collaborator (JC) AKP Robin ditolak, simak halaman selanjutnya

Permohonan JC Ditolak

Majelis hakim juga menolak permohonan justice collaborator (JC) AKP Robin. Hakim menilai JC Robin yang mengungkap peran Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar itu tidak relevan dengan perkara.

"Di persidangan telah diajukan justice collaborator, yang pada pokoknya Terdakwa akan mengungkap peran komisioner KPK Lili Pintauli Siregar dan pengacara Arief Aceh. Terhadap permohonan itu, majelis hakim berpendapat apa yang diungkapkan Terdakwa tidak ada relevansinya dengan perkara a quo," ujar hakim Jaini Bashir.

Hakim mengatakan AKP Robin adalah pemeran utama dalam kasus suap ini. Karena itu, permohonan JC-nya ditolak.

"Dan Terdakwa adalah pelaku utama, sehingga majelis berpendapat permohonan Terdakwa itu harus ditolak," tegas hakim.

AKP Robin Dianggap Sopan

Majelis hakim sebelum menjatuhkan putusan mempertimbangkan sejumlah hal salah satunya hal memberatkannya karena Robin aparat kepolisian. Selain itu, hal yang meringankannya adalah Robin sopan.

"Hal-hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa sebagai aparatur hukum merusak tatanan penyelenggaraan negara yang bebas korupsi, kolusi dan nepotisme; perbuatan terdakwa tidak mendukung upaya pemerintah dan masyarakat yang sedang giat-giatnya memberantas tindak pidana korupsi," ucap hakim Djuyamto saat membacakan putusan.

"Hal yang meringankan terdakwa belum pernah dihukum, sopan, dan punya tanggungan keluarga," lanjutnya.

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads