Pakar Pidana: Polisi Tepat Jerat Ferdinand Hutahaean dengan Pasal Berita Bohong

Pakar Pidana: Polisi Tepat Jerat Ferdinand Hutahaean dengan Pasal Berita Bohong

Audrey Santoso - detikNews
Rabu, 12 Jan 2022 18:58 WIB
Abdul Fickar Hadjar
Foto: Pakar pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar (Ari Saputra/detikcom)
Jakarta -

Ferdinand Hutahaean kini resmi berstatus tahanan kepolisian lantaran mencuitkan kalimat 'Kasihan sekali Allahmu ternyata lemah, harus dibela. Kalau aku sih Allahku luar biasa, maha segalanya, Dialah pembelaku selalu dan Allahku tak perlu dibela'. Kalimat yang sempat diunggah di akun Twitter pribadinya itu membuat banyak pihak meradang.

Dalam kasus ini, polisi mengenakan Pasal 14 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 dan Pasal 45a ayat 2 juncto Pasal 28 ayat 2 Undang-undang ITE kepada Ferdinand. Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menilai polisi sudah tepat.

"Menurut saya polisi sudah tepat. (Pasal 14) itu kan (soal) berita bohong. Itukan (Ferdinand Hutahaean menyebut) kalimatnya 'Allahmu lemah', bagaimana membuktikan Allah lemah? Mungkin itu yang menjadi titik berat kepolisian menggunakan Pasal 14. Itu dianggap berita bohong (pernyataan) 'Allah lemah'," ujar Abdul Fickar kepada wartawan, Rabu (12/1/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Abdul Fickar juga menyoroti pengakuan demi pengakuan yang dilontarkan Ferdinand Hutahaean usai cuitannya ramai direspons. Ferdinand Hutahaean mengaku dirinya sedang dialog imajiner saat mencuitkan kalimat 'Allahmu lemah' karena menderita suatu penyakit, lalu Ferdinand menyebut dirinya mualaf.

"Kalau itu dialog dengan diri sendiri, imajiner, mengapa dipublikasikan? Media sosial itu ranah publik. Orang sudah harus menyadari bahwa ketika main Twitter, Facebook atau yang lainnya itu sudah masuk ranah publik. Artinya di situ berlaku hukum dan norma sosial. Menurut saya itu alasan FH saja," ucap Abdul Fickar.

ADVERTISEMENT

"Argumentasi-argumentasinya tidak bisa diakomodir secara hukum. Itu argumen-argumen kosong, yang dia bilang dia sakit terus berpengaruh terhadap kicauan-kicauannya, omongannya. Itu pun ranah ahli kesehatan untuk membuktikan, bukan dia, dia hanya menyimpulkan. Artinya, itu kan cuma pembelaan dia," sambung Abdul Fickar.

Simak selengkapnya di halaman berikutnya.

Abdul Fickar menegaskan seseorang yang tak dapat diproses hukum hanyalah yang menderita gangguan jiwa. Dalam kasus Ferdinand, tak ada indikasi mantan politisi Partai Demokrat tersebut menderita gangguan jiwa.

"Tidak ada alasan (tidak diproses hukum). Orang yang tidak bisa dihukum itu orang yang sakit jiwa. Dan sakit itu juga harus dinyatakan oleh ahli. Makanya diperiksa kan dia, ternyata masih layak, sadar, ya ditahan polisi," ujar Abdul Fickar.

Kembali soal pasal dan perbuatan Ferdinand yang dinilai melanggar hukum, Abdul Fickar menjelaskan kata 'keonaran' dalam Pasal 14 ayat 2 KUHP bersanding dengan kata 'dapat'. Hal itulah yang menjadi dasar Abdul Fickar memastikan pengenaan pasal dalam kasus Ferdinand Hutahaean tepat.

"Kalimat Pasal 14, kalau dia dapat menimbulkan keonaran itu sudah kena dia. Timbul atau tidak keonaran (fisik), tapi dilihat potensinya menimbulkan keonaran. Sekarang kepolisian kan sudah menyimpulkan itu, artinya polisi sudah punya bukti itu soal menimbulkan keonaran itu," terang Abdul Fickar.

"Polisi sudah menafsirkan apa yang dikemukakan FH ini sudah ada indikator keonarannya. maka dikenakan Pasal 14. Untuk pasal undang-undang ITE-nya sudah pas karena perbuatannya dilakukan di media sosial," imbuh Abdul Fickar.

Abdul Fickar berpendapat motif Ferdinand mencuitkan kalimat itu lantaran iseng dan hendak diperhatikan. Dia pun menuturkan cuitan Ferdinand menjadi masalah lantaran masyarakat Indonesia kuat dalam hal kebersamaan, termasuk kebersamaan terkait agama.

"Menurut saya FH terlalu iseng. Tidak ada soal yang secara bersama kita rasakan, tiba-tiba dia mencuitkan kalimat itu. Dia sudah tidak punya kedudukan apa-apa, di partai juga sudah enggak. Dia tidak ada penyalurannya. Tapi dia masih merasa punya potensi diperhatikan oleh pers," tutur Abdul Fickar.

"Kalau itu diskusi antar jiwa dan pikirannya, ya sudah nggak usah dikeluarkan ke publik. Masyarakat kita paguyubannya masih kuat, kebersamaannya masih kuat, termasuk kebersamaan beragamanya," lanjut Abdul Fickar.

Halaman 3 dari 2
(aud/fjp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads