AJI-AMSI-IJTI Khawatir Masalah Baru Jika Fungsi Fasilitator Dewan Pers Hilang

AJI-AMSI-IJTI Khawatir Masalah Baru Jika Fungsi Fasilitator Dewan Pers Hilang

Anggi Muliawati - detikNews
Selasa, 11 Jan 2022 16:29 WIB
Konferensi pers AJI, AMSI, IJTI (Anggi-detikcom)
Konferensi pers AJI, AMSI, IJTI (Anggi/detikcom)
Jakarta -

Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) bicara soal judicial review UU Pers yang sedang digelar Mahkamah Konstitusi (MK). AJI, AMSI, dan IJTI khawatir muncul masalah baru jika gugatan diterima.

Judicial review terhadap UU Pers itu diajukan oleh Heintje Grontson Mandagie, Hans M Kawengian, dan Soegiharto Santoso. Mereka menggugat dua pasal dalam UU Pers, yaitu Pasal 15 ayat (2) huruf f terkait kewenangan Dewan Pers memfasilitasi organisasi pers dalam membentuk peraturan di bidang pers dan Pasal 15 ayat (5) terkait keanggotaan Dewan Pers yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

Kuasa hukum AJI, AMSI, dan IJTI, Ade Wahyudin, mengatakan pasal-pasal tersebut hanya memberikan kewenangan Dewan Pers untuk memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam menyusun peraturan di bidang pers, bukan memonopoli.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Tidak ada sama sekali ruang dan kesempatan Dewan Pers untuk memonopoli, sebagai fasilitator Dewan Pers diwajibkan memastikan adanya ikut serta dari organisasi pers dalam pembentukan peraturan di bidang pers," ujar Ade di gedung Dewan Pers, Jl Medan Merdeka, Jakarta Pusat, Selasa (11/1/2022).

Ade mengatakan masalah yang terjadi kemungkinan berada pada tingkat implementasi, bukan aturan normatif seperti UU Pers. Dia mengatakan gugatan harusnya diajukan ke PTUN, bukan MK.

ADVERTISEMENT

"Kalaupun memang terjadi, permasalahannya itu berada di tataran implementasi bukan di normatif, harusnya kalau soal itu keberatan saja langsung ke Dewan Pers atau ke PTUN atau bahkan MA, uji materi di bawah UU," ujarnya.

Ade khawatir ada masalah baru jika permohonan tersebut dikabulkan oleh MK. Dia mengatakan kebebasan pers bisa terganggu jika pasal tersebut berubah.

"Secara substansi kalau misalkan permohonan ini dikabulkan, berbahaya bagi kebebasan pers kita karena ketika pasal ini runtuh Dewan Pers tidak bisa memfasilitasi lagi, nanti akan ada macam-macam Dewan Pers lain, yang di mana nanti ada peraturan lagi, bagaimana aturan ini saling bentrokan, kalau kayak gitu siapa yang paling dihormati?" ujarnya.

Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.

Sebelumnya, Heintje Grontson Mandagie, Hans M Kawengian, dan Soegiharto Santoso menggugat UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers Pasal 15 ayat (2) huruf f dan Pasal 15 ayat (5).

Dilansir dari situs resmi MK, para pemohon menilai Peraturan Dewan Pers yang ditetapkan oleh Dewan Pers akibat ketidakjelasan tafsir Pasal 15 ayat (2) huruf f UU Pers telah mencederai kemerdekaan dan kebebasan pers dan menghilangkan hak organisasi-organisasi pers dalam menyusun dan membuat peraturan-peraturan di bidang pers dalam upaya meningkatkan kualitas profesi kewartawanan.

Hal ini menjadikan Dewan Pers memonopoli semua pembentukan peraturan pers dan tidak memberdayakan organisasi-organisasi pers yang sudah ada. Dampaknya Dewan Pers menafsirkan memiliki kewenangan dalam membuat peraturan-peraturan di bidang pers sehingga secara sepihak mengambil alih peran organisasi pers dalam menyusun peraturan-peraturan di bidang pers.

Ketua Komisi Hukum dan Perundang-Undangan Dewan Pers Agung Dharmajaya menegaskan Dewan Pers tidak pernah membuat peraturan-peraturan yang ada di Dewan Pers, melainkan itu dibuat oleh para konstituen.

"Dewan Pers tidak pernah membuat peraturan, peraturan yang ada di Dewan Pers dibuat oleh teman-teman konstituen, semuanya ada 10 konstituen yang membuat peraturan," ujarnya.

Halaman 2 dari 2
(haf/haf)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads