Dunia digital membawa perubahan hidup, termasuk pola baru kejahatan. Salah satunya orang dengan mudah mengirim konten porno ke ponsel orang lain dengan bebas. Lalu bagaimana bila si pemilik HP keberatan?
Salah satunya diceritakan pembaca detik's Advocate yang dikirim ke email: redaksi@detik.com dan di-cc ke andi.saputra@detik.com Berikut kisah lengkapnya:
Halo detik's Advocate
Saya Ria di Jakarta
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sudah sebulan ini saya sering mendapatkan WhatsApp dari nomor asing. Bahkan sehari bisa sampai 10 kali di waktu-waktu yang tidak wajar. Di antaranya berisi konten porno, baik tulisan atau gambar bergerak. Lama-lama hal ini membuat saya tidak nyaman.
Saya berencana mau ganti nomor Handphone, tapi tidak mungkin karena nomor Hp saya sudah tersebar di berbagai sistem keuangan dan kolega bisnis.
Atas apa yang saya alami, saya harus lapor siapa? Apakah bisa kasus ini saya perkarakan? Baik secara pidana atau perdata?
Terima kasih
Wasalam
Ria
Jawaban:
Terima kasih atas pertanyannya. Kami turut prihatin atas apa yang saudari alami, semoga segera cepat selesai. Berikut penjelasan kami:
UU ITE
Apa yang saudari alami bisa didekati dengan UU Informasi dan Transaksi Elektonik (ITE). Pasal 1 angka 2 UU ITE menyebutkan
"Transaksi Elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan Komputer, jaringan Komputer, dan/atau media elektronik lainnya".
Atas WhatsApp yang mengganggu saudari, bisa dikenakan Pasal 45 UU ITE yang berbunyi:
(1) Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(2) Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(3) Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).
(4) Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Ke Mana Harus Melapor?
Kasus saudari bisa dilaporkan ke Polres terdekat. Delik ini adalah delik aduan sehingga saudari harus mengadukan ke aparat kepolisian apabila apa yang anda alami ingin diusut. Dalam laporan tersebut, sebaiknya sertakan bukti WhatsApp yang tidak wajar tersebut.
Dalam delik aduan, korban tindak pidana dapat mencabut laporan apabila telah terjadi suatu perdamaian di antara korban dan terdakwa. Hal ini diterangkan dalam Pasal 75 KUHP yang menyebutkan bahwa orang yang mengajukan pengaduan berhak menarik kembali pengaduannya dalam waktu tiga bulan setelah pengaduannya diajukan.
Lihat juga video 'Mahfud Sebut Pinjol Sebar Foto Porno saat Tagih Utang Akan Dijerat UU ITE':
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.
Mengapa Bukti Ini Menjadi Penting?
Bukti menjadi penting karena sebagai dasar hakim dalam menjatuhkan pidana kepada terdakwa dalam perkara tersebut. Tanpa bukti yang cukup, maka terdakwa bisa bebas. Hal itu tertuang dalam Pasal 183 KUHAP berbunyi:
Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.
Lalu apa saja alat bukti yang dimaksud? Pasal 184 menyatakan:
(1) Alat bukti yang sah ialah:
a. keterangan saksi;
b. keterangan ahli;
c. surat;
d. petunjuk;
e. keterangan terdakwa.
(2) Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan.
Karena kasus ini adalah kasus dengan UU ITE, maka pembuktiannya selain menggunakan Pasal 184 KUHAP, juga merujuk Pasal 1 angka 4 UU ITE berbunyi:
Dokumen Elektronik adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui Komputer atau Sistem Elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
Juga Pasal 5 ayat 1 UU ITE:
Alat Bukti Elektronik ialah Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah, yang memenuhi persyaratan formil dan persyaratan materil yang diatur dalam UU ITE
Contoh Kasus:
Pada 6 Agustus 2012, Mahkamah Agung (MA) menjatuhkan hukuman kepada terdakwa Saiful Dian Effendi selama 10 bulan penjara karena terdakwa mengirimkan pesan cabul ke Hp korban lewat media SMS. Saeful dikenakan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Putusan ini diputus di tingkat kasasi dengan ketua majelis Djoko Sarwoko dan anggota majelis Surya Jaya dan Komariah Emong Sapardjaja.
Saiful dinyatakan melakukan kejahatan sesuai Pasal 27 ayat (3):
"Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik."
dan Pasal 45 ayat (1):
"Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Demikian jawaban dari kami. Semoga bermanfaat dan masalah Ria segera terselesaikan.
Wasalam
Tim Pengasuh detik's Advocate
Tentang detik's Advocate
detik's Advocate adalah rubrik di detikcom berupa tanya-jawab dan konsultasi hukum dari pembaca detikcom. Semua pertanyaan akan dijawab dan dikupas tuntas oleh para pakar di bidangnya.
Pembaca boleh bertanya semua hal tentang hukum, baik masalah pidana, perdata, keluarga, hubungan dengan kekasih, UU Informasi dan Teknologi Elektronik (ITE), hukum merekam hubungan badan (UU Pornografi), hukum waris, perlindungan konsumen dan lain-lain.
Identitas penanya bisa ditulis terang atau disamarkan, disesuaikan dengan keinginan pembaca. Seluruh identitas penanya kami jamin akan dirahasiakan.
Pertanyaan dan masalah hukum/pertanyaan seputar hukum di atas, bisa dikirim ke kami ya di email: redaksi@detik.com dan di-cc ke-email: andi.saputra@detik.com
Semua jawaban di rubrik ini bersifat informatif belaka dan bukan bagian dari legal opinion yang bisa dijadikan alat bukti di pengadilan serta tidak bisa digugat.