Manusia tidak pernah luput dari kesalahan, karena itu Islam mengajarkan setiap manusia untuk saling memberi maaf. Allah Swt. memuliakan orang yang bersedia memaafkan kesalahan orang lain, bahkan Allah menyiapkan pahala untuk orang tersebut.
Memaafkan merupakan bagian dari akhlak mulia yang diajarkan Rasulullah Saw. kepada umatnya. Abdullah al-Jadali berkata, ''Aku bertanya kepada Aisyah Ra. tentang akhlak Rasulullah Saw. lalu ia menjawab, 'Beliau bukanlah orang yang keji (dalam perkataan ataupun perbuatan), suka kekejian, suka berteriak di pasar-pasar atau membalas kejahatan dengan kejahatan, melainkan orang yang suka memaafkan.'' (HR. Tirmidzi ). Juga suka memberikan maaf dan ampunan kepada orang-orang yang mengejek, menyakiti maupun menyiksanya. Beliau adalah orang yang sangat tunduk dan banyak berdo'a memohon pada Allah Swt. agar dihiasi akhlak yang bagus dan mulia. Adapun do'anya seperti ini, " Ya Allah, baguskan akhlakku sebagaimana Engkau membaguskan fisikku." ( HR. Ahmad ).
Sa'd ibn Hisyam menceritakan bahwa pernah jumpa dengan Aisyah Ra. dan bertanya tentang akhlak Rasulullah, maka Aisyah menjawab, " Apakah engkau membaca Al-Qur'an ?"
Sa'd menjawab, " Ya." Langsung ditimpali oleh Aisyah, " Akhlak Rasulullah adalah Al-Qur'an." Hal ini sesuai dengan perintah-Nya melalui surah al-A'raf ayat 199, " kukuhlah memberi maaf, suruhlah pada yang makruf, dan berpalinglah dari orang bodoh."
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dikisahkan bahwa kota Mekkah dan Thaif adalah dua buah benteng musuh yang terkuat dengan penduduknya yang sangat fanatik pemeluk berhala. Mereka adalah musuh Rasulullah yang sangat jahat dan dikedua kota itu ada beberapa tokoh atau pemimpin seperti Abu Jahal bin Hisyam, Ikrimah anak Abu Jahal, Umayyah bin Khalaf, Walid bin Mughirah, Abu Sufyan bin Harb, Amr bin Umair dan lain-lain. Para pemimpin ini berkeyakinan memerangi Rasulullah dan berniat untuk membunuhnya.
Kekejaman dan penindasan mereka terhadap Rasulullah dapat kita bagi dalam 4 macam.
Pertama, merupakan gangguan-gangguan pribadi, ejekan dan penghinaan yang disampaikan/dilakukan oleh Abu Lahab, saat Rasulullah mengumpulkan keluarganya di bukit Safa dan menerangkan bahwa dirinya mendapat wahyu.
Kedua, sikap memboikot. Seruan boikot terhadap Bani Hasyim karena melindungi Rasulullah Saw. Pemboikotan ini ada hasutan yang mengandung larangan berhubungan jual beli maupun perkawinan dengan Bani Hasyim. Akibat dari pemboikotan ini kaum muslimin nyaris mati kelaparan.
Ketiga, adalah kejadian-kejadian setelah wafatnya Abu Thalib, paman dan pelundung Rasulullah Saw dan wafat istri tercintanya yaitu Khadijah. Waktu orang-orang Quraisy telah berani terang-terangan menghina Rasulullah seperti melemparkan tanah dan kotoran ( najis ) ke kepalanya. Jika tidak kuat iman dan tidak sabar menghadapi hinaan ini tentu berdampak berhentinya usahanya, namun Rasulullah Saw tetap tegar dan meneruskan usaha penyebaran Islam.
Keempat, saat sudah memutuskan untuk hijrah ke Madinah. Perjuangan agar selamat dari pengepungan di rumah dan bersembunyi di gua bersama sahabat setianya Abu Bakar, sesampai di Madinah dilanjutkan penyerbuan orang-orang Quraisy yang bertubi-tubi sehingga banyak yang meninggal. Hal ini menyisahkan kesedihan dan tidak terelakkan yang menjadi beban penderitaan Rasulullah Saw sebagai pemimpin.
Keempat macam penindasan tersebut merupakan ujian yang luar biasa, sehingga Rasulullah berhasil hijrah ke Madinah. Memang Rasulullah Saw terus berperang untuk mempertahankan diri dan keyakinan karena sudah diizinkan. Meskipun dalam pertempuran antara hidup dan mati, ia tidak melupakan tujuannya yaitu membawa mereka pada keesaan Tuhan. Pada suatu saat dalam peperangan, Rasulullah terpisah dengan para sahabatnya dan tidak ada perlindungan. Karena letihnya ia tertidur dibawah pohon. Ketika itu datang seorang yahudi yang bernama Da'sur, sambil mengacungkan pedang terhunus sambil berkata, " Katakanlah siapa yang dapat menolong engkau dari tanganku ini ?" Dengan tidak gentar Rasulullah Saw menjawab, " Allah yang Maha Kuasa."
Mendengar suara yang berkeyakinan membaja ini, Da'sur lalu gemetar dan pedangnya terjatuh dari tangannya. Segera Rasulullah Saw mengambil pedang tersebut dan sambil mengacungkan kemuka Da'sur lalu bertanya, " Sekarang katakan pula olehmu, siapa yang akan dapat melepaskan nyawamu dari tanganku ini ?" Da'sur tidak menjawab apa-apa, Rasulullah tidak lantas membunuhnya, namun menyuruh menyerah. Karena Da'sur terharu akan sikap kesatria dan pengampun, maka ia masuk Islam. Masih ada contoh lain tentang ampunan pada orang-orang yang akan membunuh seperti pemuda Quraisy yang bernama Fudhalah bin Umair, ampunan pada penyair yang bernama Ka'ab bin Zuhair.
Syairnya mencerca Islam dan junjungannya dengan tajam, sehingga banyak sahabat menganggap ia sebagai musuh Islam yang utama. Namun ia mendapat ampunan Rasulullah Saw, Ka'ab menyampaikan ucapan terima kasihnya atas pengampunannya dengan hati yang bergetar dan suara yang merdu melantunkan syairnya yang terkenal dengan nama " Banat Su'adu " dengan berkata, " Engkaulah, wahai junjunganku, obor yang menerangi dunia, engkau adalah pedang Allah untuk membinasakan kecemaran."
Akhirnya Fudhalah bin Umair dan Ka'ab bin Zuhair keduanya bersahadat dan menjadi mu'alaf. Pemberian ampunan ini dalam kenyataan hidup zaman sekarang jarang kita temukan, karena " pemberian " selalu terkait dengan imbalan karena keikhlasan makin menjauh.
Itulah salah satu keluhuran akhlak Rasulullah Saw, semoga bisa menjadi contoh dalam kehidupan kita semua.
(erd/erd)