Wakil Menteri Agama (Wamenag) Zainut Tauhid Sa'adi mengatakan polisi saat ini sedang memproses kasus Bahar Smith (BS) yang diduga ucapannya mengandung ujaran kebencian dan unsur kebohongan publik. Dia mendukung langkah penegakan hukum oleh kepolisian.
Zainut mengatakan, Indonesia adalah negara hukum. Maka, equality before the law atau asas persamaan di depan hukum harus diterapkan. Siapa pun yang bersalah harus bertanggung jawab di depan hukum.
"Proses penegakan hukum (law enforcement) yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan harus dilaksanakan demi tegaknya keadilan dan terjaminnya rasa keadilan di tengah masyarakat," katanya kepada wartawan, Rabu (5/1/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Untuk hal tersebut saya mendukung langkah penegakan hukum oleh pihak kepolisian dan saya yakin polisi bekerja secara profesional, transparan dan menjunjung tinggi asas keadilan dan praduga tidak bersalah," sambung Zainut, yang juga menjabat Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (Wantim MUI) Pusat.
Belajar dari kasus yang menjerat Bahar Smith, Zainut mengimbau para penceramah agama atau pendakwah serta tokoh agama menjadikan mimbar ceramah sebagai ruang edukasi publik yang mencerahkan dan inspiratif. Setiap tokoh agama, ulama, habaib dan penceramah agama mengemban tugas mulia sebagai pewaris para nabi (waratsatul ambiya) untuk melaksanakan tugas mulia amar makruf nahi mungkar yakni mengajak kebaikan dan mencegah kemungkaran.
Menurut Zainut, ada pemahaman sementara orang yang salah terhadap tugas dakwah tersebut. Orang sering memahami tugas mulia tersebut secara keliru, seakan-akan kalau mengajak kebaikan itu dengan cara yang lemah lembut, sedangkan kalau mencegah kemungkaran itu harus dengan cara yang keras dan kasar.
"Pemahaman seperti itu adalah keliru dan tidak dibenarkan menurut agama. Baik amar makruf maupun nahi mungkar harus dilaksanakan dengan cara-cara yang baik, santun, berakhlak mulia dan tidak melanggar hukum dan norma susila," ucapnya.
"Tidak boleh atas nama mencegah kemungkaran (nahi mungkar) dengan kata-kata yang kasar, menebarkan ujaran kebencian, hoax, fitnah, adu domba dan teror atau ancaman yang membuat ketakutan pihak lain," sambungnya menegaskan.
Zainut menambahkan para penceramah agama hendaknya berdakwah dengan cara-cara yang hikmah, yaitu dengan penuh kebijaksanaan, mauidhah hasanah dengan pesan-pesan yang baik, dan mujadalah hasanah, yakni berdiskusi atau bertukar pikiran dengan cara yang santun dan bijak.
"Saya kira ketiga hal tersebut bersifat umum atau universal yang semua penceramah agama sudah sangat memahaminya, hanya tinggal penerapannya saja yang dibutuhkan kesadaran dan tanggung jawab," ucapnya.
(hri/fjp)