Hamsul (39), salah satu tersangka kasus investasi bodong Rp 10 miliar di Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel), angkat bicara mengenai kasus yang menjeratnya. Hamsul mengaku dirinya juga jadi korban dalam kasus ini.
"Jadi posisi sebenarnya Jimmy (pelapor) kalau dianggap korban, Hamsul juga korban," ungkap kuasa hukum Hamsul, Muhammad Yahya Rasyid, kepada wartawan di Makassar, Selasa (4/1/2022).
Yahya mengatakan Hamsul bukan sebagai penjual mata uang kripto seperti tersangka Sulfikar. Hamsul justru diajak Jimmy untuk melakukan investasi mata uang kripto.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Yang jadi persoalan, kenapa dia laporkan Hamsul, padahal sebenarnya istrinya (istri dari Jimmy) yang ajak Hamsul (investasi), menjelaskan trading ini, jadi unsur 378 tidak ada sama sekali buktinya, harus ada unsur bujuk rayu, dia yang ajak setelah dijelaskan si Jimmy yang tertarik," kata Yahya.
Yahya mengatakan pihaknya sudah pernah mengajukan komplain ke Biro Wassidik Bareskrim Mabes Polri pada Agustus 2021 soal penetapan Hamsul sebagai tersangka. Hasilnya, Hamsul dinyatakan tak cukup bukti untuk jadi tersangka.
"Yang lucu sekarang pihak Ditreskrimum Polda Sulsel harusnya patuh hukum. Sudah ada hasil gelar (di Mabes Polri) dinyatakan bahwa ini status tersangka, (Hamsul) tidak pantas jadi tersangka, tidak cukup bukti, tidak didukung 2 alat bukti," kata Yahya.
Penjelasan Hamsul Tersangka Investasi Bodong Rp 10 M
Hamsul turut menjelaskan duduk perkara kasus ini. Dia mengatakan Jimmy Chandra selaku pelapor sebenarnya membeli mata uang kripto.
"Nah yang dibeli Jimmy ini ada beberapa, ada Bitcoin, ada Etherium ada Bit Algo. Jadi Koh Jimmy ini membeli Bitcoin di harga Rp 300 juta, ada ceknya dengan saya dia beli 10 Bitcoin dan dijual di harga Rp 900 juta jadi dia sudah untung Rp 6 miliar," kata Hamsul.
Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.
Saksikan juga 'Kuasa Hukum Curigai Ada Sindikat Investasi Bodong EDCCash':
Sementara untuk Bit Algo, Jimmy disebut membeli koin total Rp 160 juta dengan harga Rp 300 ribu per koin. Harga koin tersebut sebenarnya sudah sempat menyentuh Rp 600 ribu per koin sehingga Hamsul sempat menyarankan Jimmy melakukan penjualan.
"Ketika naik Rp 600 ribu, dia jual sebagian kemudian dia membeli lagi koin lagi kurang-lebih Rp 700 juta kemudian membeli lagi koin kurang-lebih totalnya Rp 5 miliar. Saya pun beli koin," kata Hamsul.
Belakangan, harga koin Bit Algo anjlok hingga Rp 10 ribu per koin sehingga hal inilah yang menyebabkan Jimmy melapor ke polisi. Hamsul mengaku tak adil Jimmy melapor ke polisi sebab untung dan rugi sudah jadi risiko investasi.
"Giliran untung dia tidak lapor polisi, tapi giliran rugi baru dia lapor polisi," kata Hamsul.
Hamsul kemudian merasa dijebak karena Jimmy mentransfer uang ke dirinya saat membeli koin Bit Algo. Hamsul mengaku sempat menyatakan keberatan soal itu.
"Di awal saya sudah bilang jangan transfer ke rekening saya, transfer langsung ke rekening penjual koin, Sulfikar, bisa juga langsung transfer ke market," kata Hamsul.
"Dan saya katakan, ini ada bukti chat-nya, saya bilang saya transfer balik saja Koh Jimmy ya, dia bilang tidak usah langsung transfer ke Sulfikar saja," lanjut Hamsul.
Karena permintaan itu, Hamsul mentransfer seluruh uang Jimmy ke Sulfikar dan Jimmy juga sudah memperoleh koin miliknya yang belakangan harganya anjlok.
Diberitakan sebelumnya, polisi menetapkan tiga tersangka di kasus investasi bodong tambang digital dengan jumlah korban 19 orang dan kerugian mencapai senilai Rp 10 miliar.
Tiga tersangka kasus ini adalah Sulfikar, Hamsul, dan Siti Suleha. Sulfikar sebagai tersangka utama di kasus ini tidak pernah menghadiri panggilan penyidik sehingga dimasukkan polisi ke daftar pencarian orang (DPO).