Seorang aparatur sipil negara (ASN) bernama Ikhwan Mansyur Situmeang menggugat presidential threshold ke Mahkamah Konstitusi (MK). Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) Tjahjo Kumolo mengatakan gugatan oleh ASN harus seizin pimpinan.
"Setiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban yang dilindungi UU. Seorang ASN mengajukan gugatan: pertanyaannya apakah ASN tersebut sudah memberitahukan atau sudah mengajukan izin kepada pimpinannya atau atasannya? Harusnya mengajukan izin, apa dasar alasannya," kata Tjahjo saat dimintai konfirmasi, Selasa (4/1/2022).
Tjahjo menjelaskan ASN tidak bisa semaunya sendiri. Dia menuturkan ada aturan dan etika disiplin yang mengikat pada ASN.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"ASN tidak bebas semau maunya sendiri, ada etika, ada disiplin, ada aturannya demikian. Menurut saya, dibiasakan melaporkan kepada pimpinannya dulu," jelasnya.
Seperti diketahui, gugatan presidential threshold agar menjadi nol persen terus berdatangan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Kali ini diajukan oleh Ikhwan Mansyur Situmeang, yang merupakan seorang ASN dari Jaktim.
"Menyatakan Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat," demikian permohonan pemohon yang dipublikasi MK, Selasa (4/1/2022).
Gugatan ini daftarkan secara online ke MK pada 3 Januari 2022. Pasal 222 yang diminta dihapus itu berbunyi:
Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya.
"Kita dituntut makin arif memahami kondisi objektif tempat dan waktu hukum itu diterapkan. Dalam Pilpres 2019, pemilih tidak mendapatkan calon alternatif terbaik dan masyarakat mengalami polarisasi yang merupakan alasan faktual dan aktual agar MK memutuskan presidential threshold tidak membawa manfaat, tetapi justru mudarat," ujar Ikhwan.
Menurut Ikhwan, mudaratnya presidential threshold tidak boleh dianggap enteng. Sebab, kata Ikhwan, presidential threshold mempengaruhi masa depan demokrasi Indonesia.
"Membiarkan ketentuan presidential threshold berarti kita membiarkan diri tercengkeram politik oligarki. Maka, kendati ditolak berkali-kali oleh MK, tidak menyurutkan semangat pemohon untuk mengajukan penghapusan presidential threshold. Bukan semata kepentingan pemohon selaku perseorangan, melainkan kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional masyarakat selaku kelompok orang yang juga mempunyai kepentingan sama yang mendambakan keterpilihan pemimpin yang amanah dalam pemilu yang jujur dan adil," ujar Ikhwan.
Simak Video 'Partai Amien Rais Gugat Presidential Threshold!':