Menengok Lagi Gugatan Robby Abbas ke MK agar Konsumen Prostitusi Artis Dibui

Menengok Lagi Gugatan Robby Abbas ke MK agar Konsumen Prostitusi Artis Dibui

Andi Saputra - detikNews
Minggu, 02 Jan 2022 14:27 WIB
Foto ilustrasi untuk prostitusi artis
Foto ilustrasi prostitusi artis. (Phil McCarten/Getty Images)
Jakarta -

Kasus prostitusi artis Cassandra Angelia kembali membuka diskursus pidana bagi konsumennya. Sebab, dirasa tidak adil yang dipidana hanya si artis, tetapi pelanggannya bebas.

Kasus ini mengingatkan kasus Robby Abbas, yang diketahui sebagai muncikari prostitusi online. Saat ditangkap, Robby Abbas tengah bersama Amel Alvi.

Pada 26 Oktober 2015, Robby Abbas dijatuhi vonis 1 tahun 4 bulan penjara sesuai tuntutan jaksa terkait masalah tindak pidana dengan sengaja memudahkan tindakan cabul dan menjadikannya pencarian atau kebiasaan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dan pada 2016, Robby Abbas bebas. Usai pembebasan tersebut, Robby Abbas mengaku siap blak-blakan soal prostitusi yang pernah menjeratnya.

Robby tidak mau masuk penjara sendirian. Ia juga berharap konsumen yang menikmati artis yang ia jajakan juga masuk penjara. Namun, Robby terbentur Pasal 296 KUHP yang hanya memidanakan muncikari, sedangkan penikmatnya tidak bisa dipenjara. Pasal itu berbunyi:

ADVERTISEMENT

Barang siapa dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan perbuatan cabul oleh orang lain dengan orang lain, dan menjadikannya sebagai pencarian atau kebiasaan diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak lima belas ribu rupiah.

Gugatan ke MK pun dilayangkan.

"Kita berharap MK progresif dalam menyikapi kekosongan hukum, karena tidak ada satu hukum agama mana pun membolehkan hubungan di luar nikah," ujar kuasa hukum Robby Abbas, Heru Widodo, saat dihubungi detikcom, Rabu (5/4/2017).

Heru mengatakan, dalam gugatannya, Robby meminta keadilan MK dalam pasal tersebut sehingga bukan hanya muncikari, tetapi penikmat perbuatan seksual di luar nikah juga dihukum.

"Ini pasal tentang KUHP tentang muncikari. Jadi pasal itu hanya dikenakan pada orang yang fasilitasi atau menjadi muncikari, sementara perbuatan seks di luar nikah tidak dihukum. Seharusnya orang yang fasilitasi dihukum, orang yang melakukan juga dihukum," ujar Robby.

Dalam persidangan, Mahkamah Konstitusi (MK) mengapresiasi permohonan uji materi KUHP tentang pasal muncikari sebagai penghidupan yang diajukan Robby Abbas. Dalam permohonannya itu, Robby meminta para kliennya yang telah menikmati artis papan atas juga dipenjara sebagaimana yang ia alami.

"Menjadi kontroversi perbuatan ini tidak diatur dalam KUHP, bisa disinkronkan pada Pasal 245 mengenai perzinaan (overspel)," kata hakim konstitusi Manahan Sitompul dalam sidang di gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Selasa (10/11/2015).

Para hakim konstitusi terlihat antusias dalam persidangan itu. Satu per satu memberikan masukan kepada pemohon agar permohonan itu dikabulkan. Robby diminta menganalogikan dengan kasus perzinaan.

"Apakah si penikmat dan pemberi kenikmatan ini bisa dikatakan sudah diatur overspel (berzina). Coba apakah sudah bisa dimasukkan dalam pasal itu atau tidak," ujar Manahan.

MK meminta pemohon mengkaji secara mendalam apakah pelacur itu bisa dikatakan perzinaan. Karena dampaknya, apabila dijadikan delik perzinaan, pelacur adalah kegiatan terlarang.

"Jadi pekerjaan kita nanti adalah bener-bener kriminalisasi. Membuat kriminal pekerjaan yang belum dinyatakan kriminal dalam KUHP," ujar Manahan.

"Pemohon saya apresiasi, memang yang dimohonkan terbatas Pasal 296 dan 506 KUHP yang dalam praktik hanya dikenakan kepada orang yang menyebabkan perbuatan cabul. Sedangkan orang lain yang mendapatkan kenikmatan, yang dicap sebagai PSK atau pria hidung belang, tidak dikenakan hukuman," ungkap Manahan.

Selain Manahan, permohonan ini diperiksa oleh hakim konstitusi Wahidudin Adams dan Patrialis Akbar.

Simak di halaman selanjutnya..

Dalam sidang ini, Robby tidak datang dan diwakili oleh kuasa hukum bernama Pieter L dan Supriyadi Adi.

"Pasal 296 dan Pasal 556 KUHP itu sifatnya diskriminatif, hanya menghukum orang yang melakukan perbuatan cabul sementara pelaku itu tidak dijerat secara hukum, jadi kita melihat ada diskriminasi hukum di situ dan memang diakui hakim memang ada kekosongan hukum. Menurut hakim ini permohonan yang luar biasa," kata Pieter kepada wartawan usai sidang.

Tapi harapan itu kandas. MK menolak permohonan itu seluruhnya. MK menyatakan tidak berwenang memutus karena materi itu menjadi kewenangan DPR dan Presiden.

"Menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya," demikian bunyi putusan MK yang dikutip detikcom, Minggu (2/1/2022).

MK beralasan apa yang dikehendaki Robby bukanlah kewenangan MK untuk memutuskan, melainkan hak DPR untuk merumuskan delik tersebut.

"Persoalan hukum yang dipermasalahkan Pemohon adalah kebijakan kriminal dalam arti menjadikan suatu perbuatan yang sebelumnya bukan perbuatan pidana menjadi perbuatan pidana dimana kebijakan demikian adalah politik hukum pidana yang merupakan kewenangan pembentuk undang-undang," beber 9 hakim konstitusi dengan bulat.

Apalagi yang dipersoalkan dalam permohonan a quo adalah tentang pidana yang berkait dengan penghukuman terhadap orang/manusia. Jadi DPR, meskipun memiliki kewenangan untuk itu dalam merumuskan suatu perbuatan sebagai perbuatan yang dapat dipidana (strafbaar feit), harus sangat hati-hati.

MK menegaskan kebijakan kriminalisasi itu adalah hak DPR dan Presiden untuk merumuskannya dalam UU atau merevisi KUHP.

"Menyatakan suatu perbuatan yang semula bukan perbuatan pidana menjadi perbuatan pidana harus mendapat kesepakatan dari seluruh rakyat yang di negara Indonesia diwakili oleh para anggota Dewan Perwakilan Rakyat bersama dengan Presiden. Dengan demikian, maka dalam hubungannya dengan permohonan a quo, persoalannya adalah bukan terletak pada konstitusionalitas norma melainkan pada persoalan politik hukum dalam hal ini politik hukum pidana," beber majelis.

Halaman 3 dari 2
(asp/dhn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads