Presiden PKS Ahmad Syaikhu menyinggung Presiden Joko Widodo (Jokowi) bakal mewariskan utang lebih dari RP 7 ribu triliun. PPP mengatakan kenaikan utang Jokowi karena faktor kebutuhan belanja penanganan pandemi.
"Kritik utang seringkali tidak memahami konteks kapan utang itu diperlukan, dan bagaimana kemampuan membayar utang itu sendiri. Kenaikan utang Pemerintah konteksnya berkaitan dengan kebutuhan belanja penanganan pandemi yang sangat besar," kata Ketua DPP PPP, Achmad Baidowi kepada wartawan, Jumat (31/12/2021).
Awiek menyebut berdasarkan data BPK sepanjang 2020 pemerintah menghabiskan dana lebih dari Rp 1.000 triliun untuk penanganan pandemi. Jika pemerintah tak bergerak cepat, menurutnya, korban dan dampak ekonomi akan semakin tinggi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Wajar terjadi kenaikan utang apabila belanja Pemerintah urgen untuk penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi," ujarnya.
Di balik banyaknya utang negara, Awiek menunjukkan kemampuan pemerintah Jokowi membayar utang membaik. Dia mengacu pada indikator debt to service ratio.
"Debt to service ratio atau DSR berdasarkan data BI per Desember 2021 berada pada 24,7% jauh lebih rendah dibandingkan posisi Q3 tahun 2019 yakni 27,4%. DSR yang turun artinya kenaikan utang masih bisa di imbangi dengan pendapatan luar negeri terutama bersumber dari ekspor. Surplus perdagangan ikut membantu kemampuan bayar utang luar negeri," ujarnya.
Oleh karena itu, Awiek mengatakan kinerja pemerintah kini membaik. Jika kemampuan bayarnya membaik, menurutnya tak perlu ada yang dikhawatirkan.
"Secara lebih spesifik pendapatan pemerintah kinerja nya juga membaik. Penerimaan pajak bahkan realisasi nya menembus 100% lebih sebelum tutup tahun 2021," ucapnya.
"Kalau kemampuan bayarnya semakin baik, dan utang dimanfaatkan guna percepatan pemulihan ekonomi dan sifatnya produktif sebenarnya tidak ada hal yang perlu ditakutkan. Kenapa utang pemerintah sebagian besar jangka panjang, karena yang jangka panjang bunga nya jauh lebih rendah dibanding jangka pendek," lanjut Awiek.
Awiek meminta argumen utang negara tidak bisa dikaitkan dengan beban generasi. Menurutnya, secara profesional dan objektif, justru generasi berikutnya akan menikmati pembangunan nasional di era Jokowi.
"Jangan disalah artikan utang akan jadi beban generasi berikutnya, tapi secara proporsional dan objektif kita sampaikan juga bahwa generasi berikutnya menikmati hasil pembangunan karena prioritas belanja Pemerintah saat ini," tuturnya.
Simak kritik Syaikhu terkait utang Jokowi di halaman berikut
Presiden PKS Ahmad Syaikhu menaksir Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan mewariskan utang lebih dari Rp 7 ribu triliun. Sebab, menurut Syaikhu, per September 2021 ini utang pemerintah sudah mencapai Rp 6 ribu triliun.
"Utang Pemerintah per September 2021 telah mencapai angka yang sangat besar yakni Rp 6.711 triliun. Para ahli ekonomi memperkirakan bahwa Pemerintah Joko Widodo akan mewariskan utang negara hingga mencapai angka Rp 10.000 triliun di akhir tahun 2024 nanti. Artinya, dalam 10 tahun pemerintahan Joko Widodo akan mewariskan tambahan utang negara lebih dari 7 ribu triliun," kata Syaikhu, dalam pidatonya di kanal YouTube resmi PKS, Kamis (30/12/2021).
Syaikhu menyebut utang negara yang besar itu akan ditanggung presiden di periode setelahnya nanti. Bahkan, dia menilai dengan utang itu pembangunan nasional di periode yang akan datang akan terhambat.
"Siapa pun pemimpin yang akan terpilih nanti di 2024, maka mereka akan mewarisi beban utang yang begitu besar. Utang negara yang besar tersebut akan menjadi penghambat bagi proses pembangunan nasional di masa yang akan datang," katanya.
Syaikhu kemudian menyinggung BPK yang kerap mengingatkan kalau kondisi utang negara semakin rentan. Risiko keuangan negara disebut akan semakin rawan jika gejolak krisis ekonomi terjadi.
"BPK dalam laporannya telah memperingatkan berulang kali bahwa kondisi utang negara sangat rentan karena melampaui seluruh standar yang ditetapkan lembaga-lembaga keuangan internasional. Risiko keuangan negara kita semakin rawan jika ada gejolak krisis ekonomi yang menimpa Indonesia. Maka APBN sebagai bantalan fiskal akan menjadi rapuh dan lemah," katanya.