Beri Ruang Pada Perempuan, LP3ES Dirikan Pusat Gender dan Demokrasi

Beri Ruang Pada Perempuan, LP3ES Dirikan Pusat Gender dan Demokrasi

Lisye Sri Rahayu - detikNews
Kamis, 30 Des 2021 10:53 WIB
closeup of a young woman outdoors showing a notepad in front of her with the text we are equal written in it
Ilustrasi (Foto: Getty Images/iStockphoto/nito100)
Jakarta -

Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) menyadari pihaknya mendapatkan kritik lantaran adanya ketimpangan terhadap keterwakilan perempuan di lembaganya. Oleh sebab itu, LP3ES mendirikan pusat gender dan demokrasi.

"Kritik kepada LP3ES yang telah berdiri selama 50 tahun tetapi amat timpang dalam apresiasi terhadap keterwakilan intelektual perempuan di dalamnya. Tidak seperti think tank bidang ekonomi INDEF yang telah beberapa kali dikomandani oleh ekonom perempuan, LP3ES malah didominasi lelaki," kata Direktur Pusat Studi Gender dan Demokrasi LP3ES, Julia Suryakusuma dalam keterangan yang diterima detikcom, Kamis (30/12/2021).

Berangkat dari kritikan itu, Julia mengatakan bahwa LP3ES memberikan ruang bagi perempuan untuk mendirikan pusat gender. Dia berharap pendirian ini bisa menjawab kritikan sehingga perempuan memiliki ruang dalam mengambil peran di LP3ES.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Beruntung muncul kesadaran baru sehingga diberikan ruang bagi perempuan di LP3ES untuk mendirikan Pusat Gender dan Demokrasi LP3ES. Hal itu menjawab berbagai kritikan ketika LP3ES menerbitkan buku 'Demokrasi Tanpa Demos' atau rakyat. Padahal Demos atau rakyat hampir setengahnya berisi perempuan yang selama ini tidak diberikan ruang dan keleluasaan akses dalam pengambilan kebijakan-kebijakan politik yang dalam padanya kaum perempuan bisa berperan lebih banyak untuk memperbaiki kehidupannya," tutur dia.

Aktivis Singgung Peran Perempuan di Politik

Sementara itu, Aktivis HAM dan Feminis untuk keadilan dan demokrasi, Kamala Chandrakirana mengatakan perempuan memiliki peran sentral dalam perjuangan mewujudkan reformasi. Dia kemudian menyinggung kekerasan seksual massal yang dialami oleh perempuan dalam kemelut reformasi tahun 1998 silam.

ADVERTISEMENT

"Peran perempuan dalam perjuangan mewujudkan reformasi dalam gejolak politik jalanan dan di DPR RI menjelang kejatuhan dan selama proses mundurnya Suharto, berada pada posisi sentral. Peristiwa perkosaan massal kaum perempuan dalam kemelut reformasi merupakan fakta dari latar belakang menguatnya gerakan perempuan di Indonesia," kata Kamala.

Akan tetapi, kata Kamala, saat ini partisipasi perempuan di dunia politik masih jalan di tempat. Dia mempertanyakan keterlibatan perempuan dalam 20 tahun reformasi ini.

"Namun yang harus menjadi kajian serius adalah mengapa terjadi kemunduran atau 'jalan ditempat-nya' partisipasi politik perempuan setelah 20-an tahun reformasi, mengapa dan sampai dimana upaya merebut kembali elan vital perjuangan gerakan perempuan Indonesia," tutur dia.

Guna meningkatkan gerakan perempuan saat ini, kata Kamala ada dua isu yang harus dilakukan. Isu itu adalah partisipasi perempuan di dunia politik dan perjuangan melawan kekerasan terhadap perempuan.

"Terdapat dua isu utama untuk membedahnya, pertama, partisipasi politik perempuan, dan kedua, perjuangan melawan kekerasan terhadap perempuan. Di bidang Partisipasi Politik, gerakan perempuan pada 2002-2003 telah berhasil mendapatkan kuota 30% dalam pencalonan oleh partai-partai politik melalui UU Partai Politik dan UU Pemilu," jelasnya.

Simak juga 'Kapolri Bicara Gender di IAWP: Polwan di RI Sudah Jadi Jenderal':

[Gambas:Video 20detik]



Keterwakilan Perempuan di Parlemen

Lebih lanjut, Kamala menyoroti keterwakilan perempuan di parlemen. Dia mengatakan keterwakilan perempuan di parlemen belum mencapai 30% meski telah 20 tahun lebih reformasi.

"Apa yang terjadi kemudian, setelah berjalannya proses perpolitikan, ternyata setelah 20 tahun lebih reformasi, keterwakilan perempuan di parlemen tidak mencapai angka 30%, tetapi maksimal hanya 20%. Dibandingkan negara-negara tetangga di ASEAN, Indonesia berada pada urutan ke 7 atau paling bawah dalam angka keterwakilan perempuan di parlemen. Ironisnya, mereka yang bisa bertahan malah menjadi bagian dari politik dinasti. Sementara yang bekerja dengan otonomi kedaulatannya secara sistematis berguguran. Perjuangan gerakan perempuan di ranah politik telah diambil alih oleh para patriarch dan oligarki yang cenderung represif," tutur dia.

Kamala juga menyoroti penerapan UU tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga. Menurutnya, pelaksanaan undang-undang ini cenderung lemah.

"Di bidang perjuangan melawan kekerasan terhadap perempuan, pada 2004 dilakukan konsolidasi besar-besaran dan berhasil mendorong disahkannya UU Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Tetapi selama 18 tahun terakhir, dalam pelaksanaannya cenderung lemah. Banyak terjadi kasus kekerasan seksual tetapi sistem hukum sangat tidak memadai. Selama 20 tahun terakhir gender gap index memburuk 0,37%, data world economic forum terdapat gender gap index di mana Indonesia tampil memburuk di posisi 105 dari 156 negara. Dari berbagai paradox tersebut, perlu penjelasan pemerintah, desain politik seperti apa kiranya yang dipersiapkan bagi perempuan Indonesia," tegasnya.


Akademisi Soroti Ketimpangan Gender

Dosen UIN Jakarta, Musdah Mulia, Dosen UIN Jakarta menyebut, setelah 20 tahun reformasi, harusnya peran perempuan dalam sistem demokrasi semakin signifikan. Akan tetapi, saat ini masih berjalan di tempat.

"Setelah 20 tahun reformasi, seharusnya peran demokratisasi termasuk bagi perempuan semakin signifikan. Tetapi yang terjadi muncul paradox luar biasa. Prinsip kesetaraan dan keadilan gender (KKG) bagi perempuan untuk negara-negara yang ingin lebih maju ternyata berjalan di tempat. Tidak seperti negara maju lainnya. Padahal, 9 diantara prinsip-prinsip MDGs adalah perihal prinsip kesetaraan dan keadilan gender. Terlebih Indonesia yang mempunyai 70 juta lebih milenial dalam bonus demografi yang belum digarap maksimal melalui program-program konkrit untuk membawa Indonesia lebih baik," sebut Musdah.

Musdah mengatakan bahwa ketimpangan gender merupakan persoalan kolektif. Dia mengatakan ketimpangan gender itu harus diselesaikan dengan melibatkan semua elemen masyarakat.

"Ketimpangan gender merupakan persoalan kolektif, dan bukan perseorangan yang harus diselesaikan secara integratif dengan melibatkan semua unsur dalam masyarakat," ucap dia.

Banyak dampak dari ketimpangan gender ini, kata Musdah. Dampak itu di antaranya berakibat pada kemiskinan hingga munculnya kekerasan seksual.

"Dampak ketidakadilan gender diketahui berakibat pada kemiskinan, kebodohan, pengangguran, keterbelakangan dan gizi buruk, kesehatan dan kelemahan reproduksi, HIV dan PMS serta kelestarian lingkungan. Juga munculnya berbagai betuk kekerasan, pelecehan seksual, perkosaan, perkawinan anak dan paksa, cerai dan poligami, incest, penelantaran anak dan kesengsaraan lansia," ujarnya.

Timbulnya kemiskinan akibat ketimpangan gender itu, kata Musdah juga berimbas pada anak putus sekolah. Sehingga terjadinya perkawinan anak.

"Kemiskinan menjadi faktor terbesar putus sekolah, dan menjadi sebab dari perkawinan anak. Sementara angka kematian ibu melahirkan pun masih tinggi 305 pe 100.000 kelahiran (Supas, 2015). Terjadi peningkatan kasus penularan HIV/Aids pada ibu rumah tangga yang mencapai 16.045 orang," lanjutnya.

"Penyebab terjadinya KKG berkisar pada Budaya patriarki, konstruksi sosial, interpretasi agama pada kasus-kasus fundamentalisme agama, nilai-nilai adat, norma hukum, industri dan kapitalisme serta sistem politik misoginis. Terdapat tantangan structural yang umumya UU dan kebijakan publik belum kondusif bagi tegaknya demokrasi yang mengedepankan kesetaraan dan keadilan," lanjutnya.


Psikolog Bicara Ekofeminisme

Sementara itu, Psikologi Komunitas dan Psikologi Lingkungan, Fak Psikologi Universitas Padjadjaran, Noer Fauzi Rachman, dalam kesetaraan gender ini, dia mendorong adanya ekofeminisme. Di mana adanya keterikatan perempuan dan alam.

"Perlu diketengahkan pesan ekofeminisme sebagai antithesis dari andil patriarki dalam perusakan ekologi dan potensi perempuan sebagai agen yang lebih mampu mengelola alam. Feminisme menjadi pusat dari pembalikan proses kerusakan alam. Perempuan juga menjadi kunci pintu alam dan budaya, dan menjadi perawat paling baik untuk melayani masyarakat bagi masa depan yang lebih setara dan berkelanjutan," ujar Noer Fauzi.

Noer Fauzi lalu menjelaskan pesan utama dari ekofeminisme ini. Dia menambahkan bahwa ekofeminisme punya andil untuk bergabung dalam gerakan sosial.

"Pesan utama dari ekofeminisme justru kesetaraan multi spesies yang menumbuhkan bentuk infrastruktur, kelembagaan dan fasilitas untuk memunculkan kemampuan partisipasi perempuan, dengan simultan menghilangkan prakondisi yang menghambat partisipasi perempuan," katanya.

"Ekofeminisme juga cara berpikir dan seperangkat praktik dalam transisi, gerakan sosial dalam proses. Feminis ekologis punya andil pada kemantapan, pertumbuhan, dan keberlanjutan serta potensinya untuk bergabung dalam gerakan sosial lainnya," lanjutnya.

Halaman 2 dari 3
(lir/fjp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads