Tren perbaikan penanganan pandemi kian menunjukkan perannya terhadap pengendalian kasus Covid-19 hingga gerak aktivitas ekonomi masyarakat. Mulai terjadi peningkatan konsumsi rumah tangga yang menjadi penopang perekonomian domestik, meski masih dalam gerak yang lambat.
Kenyataan itu kemudian menghadirkan optimisme bahwa manusia semakin siap hidup berdampingan dengan Covid-19. Akademisi komunikasi sosial Universitas Indonesia, Devie Rahmawati, menyoroti pergeseran aktivitas ekonomi dan gaya hidup selama pandemi ditopang dengan perkembangan teknologi digital. Teknologi itu nyatanya menjadi senjata publik di masa-masa ketatnya pembatasan sosial.
"Mendadak digital 2020 lalu, itu sebenarnya banyak berkahnya. Salah satunya adalah terkait dengan urusan cuan. Jadi ada pergeseran gaya hidup yang dulunya sebelum pandemi hobinya rekreasi, sekarang jadi investasi. Sebanyak 2,3 juta orang menjadi 6,1 juta orang yang invest sekarang."
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pergesaran akibat tekanan krisis juga mempengaruhi kondisi sosial masyarakat. Devie merujuk pada gelar yang dinobatkan kepada Indonesia sebagai warga dunia paling dermawan di dunia. Gelar ini diperoleh justru di masa-masa krisis wabah Covid-19 melanda tanah air.
"Indonesia dua tahun berturut-turut, itu kita dinobatkan sebagai warga dunia yang paling dermawan nomor 1 dari 144 negara. Hebatnya, karena ini pandemi, online, berarti siapa yang menyumbang? Yang paling menguasai dunia online, kan, generasi Y dan Z, yang dulu sempat dituding sebagai generasi yang paling egois. Tapi ternyata, pandemi membuka tabir baru bahwa mereka adalah orang yang sangat dermawan dan itu membawa nama baik untuk bangsa," tambahnya.
Tekanan pandemi dan adaptasi teknologi juga menstimulasi tren usaha rumahan yang memanfaatkan pasar digital. Sebagaimana yang diungkap Food blogger, Windy Iwandi, bisnis-bisnis itu mengikuti perubahan perilaku masyarakat saat pemerintah membatasi mobilitas sosial.
"Banyak banget orang yang bikin bisnis makanan. Jadi mulai muncul banyak UMKM. Aku cobain banyak makanan dan ternyata masakan-masakan rumahan ini enak-enak semua. Bahkan aku bisa ngomong jadi lebih enak makanan UMKM yang mereka buat selama pandemi ini daripada restoran-restoran yang udah ada sebelumnya", terang Windy.
Melihat pola baru yang mempengaruhi agresivitas perbaikan ekonomi Tersebut, Devie Rahmawati menilai orang-orang sudah berada di titik kenyamanan di 'kenormalan baru'. Artinya, telah terjadi adaptasi kehidupan hibrid online dan offline.
"Kalau prediksi para futuris, sebenarnya mereka bilang kita ini sudah masuk pada masa kenyamanan. Orang sudah mulai menemukan kenyamanannya. Sehingga disebut tadi kenormalan baru. Kehidupan campursari online-offline itu orang sudah mulai nyaman," jelas Devie.
(ids/fuf)